tirto.id - Pada tahun 1875, Paul Emile François Lecoq de Boisbaudran--bangsawan cum ilmuwan Prancis--berseteru dengan Dmitri Inavovich Mendeleev. De Boisbaudran menemukan suatu unsur yang sudah diprediksi keberadaan, sifat, dan massanya oleh Mendeleev empat tahun sebelumnya. Bahkan pada 1871 Mendeleev telah memberi nama unsur itu sebagai eka-aluminium, merujuk pada posisinya yang satu tingkat di bawah aluminium dalam tabel periodik buatannya. Maka itu, Mendeleev mengusulkannya sebagai penemuan bersama.
Namun De Boisbaudran menolak pengakuan dan usul Mendeleev. Mereka bertikai lewat jurnal, saling menunjukkan siapa yang paling berhak atas penemuan unsur baru itu--yang dinamakan gallium, dari nama Gallia, nama kuno Prancis. De Boisbaudran menuduh Mendeleev mencuri sistem periodik yang dikembangkan oleh ilmuwan Prancis. Sementara Mendeleev membalas dengan menyatakan bahwa kepadatan dan massa atom gallium yang disebutkan De Boisbaudran salah, tidak sama dengan prediksi dalam tabelnya.
Menurut Eric R. Scerri dalam The Periodic Table. Its Story and Its Significance (2007, hlm. 62-67), pada akhirnya terbukti bahwa prediksi Mendeleev benar. Lecoq de Boisbaudran mau tak mau harus mengumumkan di jurnal bahwa angka-angkanya salah, dan merevisinya mengikuti prediksi Mendeleev. Akurasi teori Mendeleev pun melambungkan reputasinya. Meski demikian, tabel periodik Mendeleev bukan sekali itu mendapat tentangan, itu hanya yang pertama.
Bermula dari Kartu Soliter
Tabel yang ia buat terilhami dari kartu soliter, permainan favoritnya ketika sedang bepergian menggunakan kereta api. Mendeleev membuat kartu untuk 63 unsur yang diketahui saat itu, dan menuliskan berat atom serta karakteristiknya di tiap kartu.
Suatu hari pada 17 Februari 1869, ketika ia sedang menyusun kartu-kartunya, Mendeleev menyadari sebuah pola. Tiap interval tertentu terjadi pengulangan sehingga membentuk sebuah pola, atau terjadi secara periodik. Mendeleev menyusun tabelnya sedemikian rupa dengan mengurutkan nomor atom, dan mengelompokkannya berdasarkan karakter unsur—logam, nonlogam, reaktif, atau tidak reaktif.
Mendeleev membiarkan beberapa tempat kosong, tapi di tempat-tempat yang kosong itu ia sudah memprediksi massa atom, kepadatan, dan karakteristiknya. Bagi Mendeleev, unsur-unsur itu bukan tidak ada, tapi hanya menunggu untuk ditemukan. Gagasannya tidak dapat diterima oleh para ilmuwan saat itu. Hingga kemudian gallium ditemukan, lalu menyusul germanium, scandium, rhenium, dan seterusnya, mengisi tempat-tempat kosong di dalam tabel periodiknya. Mendeleev membuat penamaan sendiri untuk unsur-unsur yang belum ditemukan dengan menggunakan bahasa Sanskrit.
Gordon T. Woods dalam Foundations of Chemistry (2010, hlm. 178) menyebutkan bahwa untuk gallium, karena letaknya satu tingkat di bawah aluminium, maka Mendeleev menyebutnya eka-aluminium. Sementara germanium berada satu tingkat di bawah silikon, maka disebutnya eka-silikon. Dan rhenium yang berada dua tempat di bawah mangan, disebutnya dwi-manganese. Entah dari mana ia belajar bahasa kuno, mengingat salah satu penyebab ia gagal masuk Universitas Moskow adalah karena kemampuan bahasa asingnya yang menyedihkan.
Sebelum penemuan tabel periodik, para ilmuwan tidak memiliki leksikon yang dapat menjadi kamus bersama untuk semua unsur di alam. Bahkan tiap ilmuwan bisa membuat akronim dan simbol yang berbeda untuk menamai unsur. Seringkali Mendeleev mendapati para mahasiswanya kesulitan menangkap kuliahnya karena tidak ada sistem untuk memandu mereka. Sebagaimana huruf-huruf terhimpun dalam sebuah sistem alfabet, maka atom-atom juga perlu dihimpun dalam sebuah sistem, yakni tabel periodik.
Hingga kini, para ilmuwan tak berhenti menemukan unsur-unsur di alam. Dan setiap penemuan berarti melanjutkan satu keping potongan mozaik dalam tabelnya. Mendeleev sendiri kemudian bergabung dalam tabelnya pada 1955, ketika para fisikawan di University of California, Berkeley, membombardir einsteinium dengan partikel alfa dan menemukan mendelevium, dengan nomor atom 101.
Pria Nyentrik Daratan Siberia
Dmitri Ivanovic Mendeleev lahir di Siberia yang ganas dan dingin pada 8 Februari 1834. Ia bungsu dari 17 bersaudara--sumber lain menyebut 14 bersaudara. Ayahnya seorang guru di gymnasium dan ibunya putri pemilik tanah serta pabrik kaca. Hidup keluarga kelas menengah yang berkecukupan ini rupanya singkat saja.
Ketika usia Mendeleev baru 10 tahun, ayahnya buta dan tidak bisa lagi mengajar, lalu tak lama kemudian meninggal. Ibunya, Maria Mendeleeva, melanjutkan mengelola pabrik kaca seorang diri. Tetapi ketika Mendeleev berusia 15 tahun, pabrik kaca sumber penghasilan keluarga ini habis terbakar. Padahal, dengan uang dari pabrik itulah Maria berencana mengirim Mendeleev ke Moskow untuk melanjutkan kuliah.
Meski jatuh miskin, Maria tetap teguh pada rencananya. Setahun setelah peristiwa kebakaran, Maria melintasi Siberia membawa Mendeleev ke Moskow. Sayangnya, Universitas Moskow menolak Mendeleev karena ia orang Siberia, bukan kelahiran Moskow, selain juga karena nilainya pada pelajaran klasik (bahasa, sejarah, seni) buruk.
Mereka tak menyerah. Maria dan Mendeleev melanjutkan perjalanan sekitar 800 km. Tujuannya Principal Institute di St. Petersburg, almamater suaminya. Sepuluh hari setelah berhasil memasukkan Mendeleev ke Principal Institute, tuberkulosis--yang kelak juga diderita Mendeleev di awal kariernya--merenggut nyawa Maria.
Di St. Petersburg inilah perjalanan intelektualitas Mendeleev dimulai. Meski mulanya tertatih—di tahun pertama ia gagal untuk semua mata kuliah, kecuali matematika—Mendeleev lulus dengan sangat memuaskan pada 1855. Dan ketika disertasi doktornya selesai, Mendeleev mempersembahkannya untuk sang ibu yang gigih memperjuangkan masa depan putra bungsunya itu.
Pada 1860, Mendeleev diundang ke konferensi internasional kimia pertama di Karlsruhe, Jerman. Konferensi ini membuka jejaring Mendeleev muda kepada para ilmuwan penting terkemuka, seperti Marcellin Berthelot, Charles A. Wurtz, Jean Baptiste Dumas, Justus von Liebig, Emil Erlenmeyer, Michael Faraday, dan Gustav Kircchoff.
Pada tahun itu juga, menurut I.S. Dimitriev dalam The Man of the Era of Changes. Stories about D.I. Mendeleev and His Time (hlm. 576), di Heidelberg, Jerman, Mendeleev bekerja di laboratorium dan membuat berbagai peralatan laboratorium, termasuk memperkenalkan suhu titik didih absolut.
Mendeleev adalah dosen nyentrik yang kuliahnya selalu dijubeli mahasiswa. Sejak muda ia membiarkan jenggotnya memanjang, yang ia potong setahun sekali. Selain bermain soliter di kereta, Mendeleev yang sosialis juga lebih suka naik kereta kelas tiga, supaya dapat berbincang dengan petani dan orang miskin.
Di tengah kesibukannya menulis, mengajar, dan meneliti, Mendeleev terampil menjilid buku, hobi yang ia warisi dari ayahnya. Mendeleev membuat sendiri lem untuk hobinya ini. Lebih jauh lagi, ia juga membuat koper. Orang-orang menamainya “koper Mendeleev” sebagai jaminan mutu. Lagi-lagi rahasianya ada pada lem istimewa buatannya.
Sekali waktu, ia pernah terlihat terbang seorang diri dengan balon udara. Dan pada Agustus 1887, terjadi gerhana matahari total. Berkat reputasinya sebagai ilmuwan, Mendeleev terpilih menjadi penumpang balon udara itu dengan tujuan melihat matahari lebih jelas. Ia terbang pada ketinggian 3.500 meter, dan hanya dapat melihat awan. Balon udara itu melayang-layang hingga 250 km jauhnya sebelum akhirnya mendarat sendiri. Begitu mendarat, dengan santai Mendeleev menuju stasiun kereta api terdekat dan tiba di rumah keesokan harinya. Demikian dikisahkan Gordon T. Woods dalam Foundations of Chemistry (2010, hlm. 182).
Mendeleev menikah dua kali. Pernikahan pertama yang diatur oleh kakak perempuannya gagal. Dari pernikahan yang tidak bahagia ini, Mendeleev memiliki dua anak. Ia lantas tergila-gila pada Anna Popova, seorang mahasiswi seni berusia 17 tahun, atau 26 tahun lebih muda darinya. Ayah Anna mengirim anaknya ke Roma supaya sejoli ini berpisah, tetapi Mendeleev menyusulnya ke Roma.
Setelah bercerai dengan istri pertamanya, gereja mengharuskan jeda enam tahun bagi Mendeleev sebelum dapat menikah lagi. Namun Mendeleev tak sudi menunggu. Ia menyogok seorang pendeta sebesar 10.000 rubel supaya dapat menikahkan ia dengan Anna Popova pada 1882, atau hanya setahun setelah perceraiannya.
Pernikahan kedua Mendeleev adalah pernikahan yang bahagia dan mereka dikarunia empat orang anak. Secara berkala mereka mengadakan diskusi seni dan sains, menjadikan rumah pasangan ini begitu hidup dan menyenangkan.
Mendeleev meninggal pada 2 Februari 1907, tepat hari ini 114 tahun lalu, ketika Anna tengah membacakan untuknya novel Jules Verne.
Editor: Irfan Teguh