Menuju konten utama

Badan Guru Nasional Dibentuk agar Kesejahteraan Lebih Terjamin

Lalu Hadrian Irfani membahas sejumlah isu yang berkaitan dengan pendidikan hingga olahraga di Indonesia saat ini. Simak selengkapnya.

Badan Guru Nasional Dibentuk agar Kesejahteraan Lebih Terjamin
Header Wansus Lalu Hadrian Irfani. tirto.id/Tino

tirto.id - Di periode pertama sebagai anggota DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, rutin menyuarakan sejumlah isu yang berkaitan dengan pendidikan hingga olahraga yang merupakan bagian dari tupoksi Komisi X. Sebagai wakil ketua Komisi X, sosok yang memiliki nama kecil Arie tersebut, kerap membocorkan sejumlah isi kebijakan pemerintah yang dibahas secara senyap alias tertutup dari hingar bingar awak media.

Salah satunya, mengenai revisi rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) hingga bantuan sosial dari pemerintah bagi guru honorer di luar aparatur sipil negara.

Dalam podcast For Your Politic bersama Tirto, Arie menceritakan mengenai sejumlah isu pendidikan di Indonesia, kesejahteraan guru hingga sentralisasi pendidikan yang akan dikelola secara menyeluruh oleh pemerintah pusat. Tak lupa dia juga memberikan secuil harapan mengenai masa depan olahraga khusus sepak bola yang menjadi tema 'seksi' di Komisi X.

Berikut petikan wawancara Tirto dengan Lalu Hadrian Irfani, di Kantor Tirto, Selasa (29/4/2025).

Memiliki nama kecil Arie, tapi di DPR Anda lebih akrab dipanggil Pak Lalu. Padahal itu gelar keturunan bangsawan suku Sasak. Apa artinya?

Iya itu panggilan kecil itu, tapi saya lebih senang Pak Lalu, jadi supaya Lalu-lalu di Lombok terangkat

Sebelum duduk menjadi wakil ketua Komisi X, apa jabatan Anda?

Saya sampai saat ini ketua DPW PKB, dan sebelumnya ketua Komisi V DPRD NTB

Menurut Anda, secara fungsional apa yang membedakan antara DPR RI dan DPRD dengan segala pengalaman yang Anda rasakan saat ini?

Jadi kalau kita lihat peran dan fungsi DPR itu kan pada prinsipnya sama, fungsi budgeting, fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. tapi dari cakupan tanggung jawab ya tentu lebih luas DPR RI dibanding DPRD provinsi, karena kalau DPRD provinsi kadang kita hanya berpikir dapil kita.

Dapil ya itu paling terdiri dari enam kecamatan, ada yang delapan kecamatan dan sebagainya, walaupun tanggungjawabnya satu provinsi, tapi kalau kita berbicara DPR RI maka tanggungjawabnya adalah seluruh wilayah NKRI.

Nah, sehingga karena tanggungjawab ini, maka tentu saya lebih besar tanggungjawabnya di DPR RI. Nah ini bagi saya pribadi, bukan membanding-bandingkan, setelah saya masuk ke DPR RI tentu ada kenikmatan tersendiri. Bisa membantu banyak orang, bisa memfasilitasi banyak orang, tidak hanya di dapil saya di Pulau Lombok.

Jadi di NTB itu ada dua dapil, Dapil Pulau Lombok dan Dapil Pulau Sumbawa, karena NTB kan terdiri dari dua dapil. Saya kebetulan Dapil Pulau Lombok. Saya bersyukur Allah kasih amanah ini, akhirnya saya bisa membantu, khususnya di bidang pendidikan, olahraga dan sebagainya.

Isu pertama mengenai pendidikan. Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto mengabarkan akan menaikkan gaji guru mereka yang tidak sertifikasi, dan tidak tercatat sebagai ASN. Bagaimana pandangan DPR?

Jadi begini Pak Prabowo, ini sebenarnya presiden yang paling concern terhadap kesejahteraan guru, jadi untuk dunia pendidikan Pak Prabowo ini total all out beliau. Di samping kesejahteraan guru, beliau juga concern memperbaiki sekolah-sekolah kita yang hari ini tergolong rusak berat, sedang, bahkan rusak ringan, itu ada anggarannya.

Kemudian Pak Prabowo juga akan membangun sekolah-sekolah baik sekolah rakyat, sekolah unggulan yang dikenal namanya dengan Sekolah Unggulan Garuda. Tapi itu posisinya di Kemendikti Saintek, nah khusus tunjangan guru, di Hari Guru Nasional Tahun 2025 itu Presiden Prabowo mengumumkan.

Satu, tunjangan untuk guru-guru kita yang ASN baik PNS, maupun PPPK itu satu kali gaji, tunjangan untuk guru-guru honorer yang sudah sertifikasi. Sertifikasi artinya sudah mengikuti pendidikan profesi guru. Itu ada guru-guru kita tapi belum semua yang tersertifikasi.

Ini diberikan tunjangan yang tadinya Rp1,5 juta per bulan naik menjadi Rp 2 juta. Ketiga ada guru-guru kita yang honor, tapi belum tersertifikasi, ini jumlahnya sekitar 815.900 guru per data bulan ini. Ini data terbaru dari Kementerian Pendidikan Dasar dan menengah, 815.900 ini belum tersertifikasi, ini yang akan dialokasikan anggaran, diberikan tunjangan kesejahteraan yang disebut bantuan langsung tunai kepada guru-guru dan honorer.

Itu akan diumumkan resmi oleh Pak Presiden tanggal 2 Mei besok pada perayaan Hari Pendidikan Nasional, besarannya berapa, kemudian kualifikasinya seperti apa ini yang sedang dirampungkan oleh teman-teman Kementerian Pendidikan Nasional.

Kami dari Komisi X tentu betul-betul mendorong ini supaya bisa terealisasi, terutama syarat misalnya, ini syaratnya seperti apa, diskusi terakhir syaratnya tentu guru honorer non-ASN.

Kalau terima bansos dari Kemensos, jadinya guru honorer bisa mendapat double bantuan?

Jadi dia harus pilih mau dilanjutkan di Kemensos atau bantuan yang ini dari Kemendikdasmen, kemudian tentu guru ini aktif terdaftar di daftar data pokok pendidikan. Yang menyatakan bahwa guru ini betul-betul terdaftar di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai guru. Karena ada juga guru tidak terdaftar di Dapodik sampai hari ini tidak diakui sebagai guru, ada itu.

Kemudian guru tersebut salah satu kualifikasinya memiliki jam mengajar, karena jumlah jam mengajar ini berbeda-beda, ada yang seminggu cuma dua jam, ada yang seminggu sepuluh jam, ada juga seminggu sampai 16 jam jumlah jam mengajarnya.

Inilah yang sedang dirampungkan oleh teman-teman Kemendikdasmen, kami di Komisi X minta sebelum hari Jumat, artinya besok lah Rabu ini. Rabu kita minta untuk dikirim ke Komisi X tentang kualifikasi dan besarannya. Sementara besarannya, kira-kira dari Rp300 sampai dengan Rp500 ribu.

Selain mengenai nasib para guru, ada juga bagian tata usaha dan operator sekolah yang jarang menjadi sorotan oleh para pengambil kebijakan. Bagaimana nasib mereka?

Operator sekolah itu kadang guru bisa menjadi operator sekolah, hari ini, itu bisa menjadi bentuk salah satu perhatian dari Komisi X. Di setiap rapat dengan Pak Menteri (Abdul Mu'ti) dengan seluruh jajarannya, kami selalu ingatkan "Pak, tolong staf administrasi juga dimasukkan ke dalam rencana pemberian tunjangan kesejahteraan ini."

Staf administrasi ini perlu dipertegas juga, jangan guru merangkap sebagai operator nah ini perlu formasi apakah nanti komunikasinya lintas kementerian, misalnya dengan Menpan dengan BKN dan sebagainya.

Ini perlu dipikirkan, karena hari ini rata-rata di sekolah-sekolah kita, operator itu merangkap sebagai guru, guru ya operator. Termasuk guru merangkap bendahara, bendahara BOS, misalnya, ketika ada masalah guru kita yang diambil oleh para operator sekolah, nah ini kita menjadi pemikiran kita selanjutnya. Insyaallah kita akan tata.

Mengenai RUU Sisdiknas, apakah akan ada sentralisasi pengelolaan sekolah yang semula dikelola oleh pemerintah daerah untuk dialihkan ke pemerintahan pusat?

Revisi Undang-undang Sisdiknas, nah tentu yang menjadi isu penting hari ini adalah sentralisasi guru. Kenapa? karena pertama setelah kita evaluasi pasca reformasi. Dulu sebelum reformasi kan guru ini tersentralisasi, di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Seperti Kementerian Agama, walaupun hari ini guru di bawah Kementerian Agama sentralisasi dia masih hari ini.

Cuma kadang-kadang ribut di bawah itu kesejahteraannya berbeda antara Kemenag dengan Kemendikdasmen. Nah kalau kita bicara Kemendikdasmen, guru-guru diserahkan ke daerah, guru TK, SD, SMP itu ada di bawah Pemkab atau Pemkot, SMA, SMK itu di bawah Pemprov.

Persoalan yang timbul ketika ada Pilkada langsung, pemilihan bupati, wali kota, tidak sedikit guru-guru kita ini terseret ke dalam politik praktis. Nah yang dukungannya menang tentu dia akan menang. Tetapi yang dukungannya kalah yang tadinya kepala sekolah dimutasi jadi guru biasa, atau guru di tengah kota dibuang ke atas gunung. Ini menjadi persoalan yang dihadapi oleh para guru.

Dari sisi profesionalitas antara pemerintah daerah mengelola guru ini kadang-kadang yang kita temukan di lapangan, ini curhatan guru, bukan subjektifitas pendapat dari teman-teman di anggota Komisi X, enggak. Ini curhatan guru murni.

Ketika mereka berhaluan dengan atau bertentangan dengan bupati terpilih atau wali kota terpilih misalnya, bahkan gubernur terpilih ya, mereka siap-siap terima nasib dibuang ke tempat-tempat yang jauh dan sebagainya. Nah kemudian mereka juga curhat kesejahteraan mereka di bawah pemerintah daerah itu kurang, tidak dapat tukin, tidak dapat remunerasi dan sebagainya.

Hal-hal itu tidak hanya kita temukan di satu daerah tetapi merata di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga setelah kita evaluasi selama 22 tahun RUU Sisdiknas ini berjalan, tentu perlu kita lakukan pembenahan. Salah satunya adalah kami hari ini di dalam naskah akademik sedang menyusun konsep adanya Badan Guru Nasional.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah setuju, Kementerian Agama juga menyambut baik, ketika kami rapat dengan waktu itu Kemendikdasmen diwakil oleh Prof Atip Latipulhayat, Wamendikdasmen, Kementerian Agama diwakili oleh Pak Sekjen Kemenag.

Ketika kami mengutarakan tentang persoalan guru ini kita akan buat Badan Guru Nasional, mereka menyambut baik. Kenapa? Karena pertama profesionalitas lebih terjaga, guru-guru kita terbebas dari politik praktis.

Kesejahteraannya kalau dikelola oleh pemerintah pusat ini menurut survei, menurut data itu akan lebih terjamin, mutasi, promosi, dan sebagainya juga akan lebih profesional. Nah, kenapa harus ada Badan Guru Nasional? Karena supaya guru-guru kita yang di bawah Kementerian Agama juga mendapat kesejahteraan yang sama dengan yang di Kemendikdasmen.

Mendapat kewajiban maupun hak yang sama dengan yang ada di Kemendikdasmen, nah, sehingga dibentuklah badan ini. Entah, nanti seperti apa model badan ini, ini sedang kami bicarakan di Revisi Undang-undang Sisdiknas.

Ide ini cukup menarik karena kalau melihat fakta di lapangan, ada banyak kondisi daerah yang memiliki perbedaan insentif karena perbedaan pendapatan asli daerah (PAD). Lalu pertanyaannya, apakah APBN kita cukup untuk mengganti APBD untuk pembiayaan sekolah?

Nanti di Revisi Undang-undang Sisdiknas akan mempertegas mandatory spending 20 persen untuk anggaran pendidikan. Hari ini kenyataannya bahwa dari 20 persen mandatory spending APBN ke pendidikan baru hanya 13 persen yang dianggarkan sesungguhnya di Kementerian Pendidikan, baik di Kemendikdasmen, kemudian di Kemendikti Saintek, maupun di Kebudayaan. 13 persen inilah yang dikelola hari ini, ternyata yang sisanya 7 persen itu belum masuk ke dalam Kementerian Pendidikan.

Inilah yang sedang kita perjuangkan agar betul-betul anggaran 20 persen mandatory spending undang-undang ini betul-betul dilaksanakan oleh pemerintah. Kalau 20 persen ini dilaksanakan maka apa yang menjadi tujuan kita tadi, misalnya ada Badan Guru Nasional, kemudian pembangunan Sarpras sekolah-sekolah kita hari ini, yang betul-betul membutuhkan bantuan untuk rehabilitasi, revitalisasi itu bisa kita optimalkan, seperti itu.

Soal temuan buta huruf di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, yang mencapai ratusan siswa di level SMP hingga SMA. Hal ini sangat memprihatinkan karena pemerintah tengah gencar mendorong pengembangan kecerdasan buatan (AI)?

Jadi ketika kami membaca informasi itu melalui media, tentu ini kita sangat prihatin kan. Kami koordinasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam hal ini Dirjen Dikdasmen, untuk mengecek benar nggak ada tiga ratusan siswa SMP ini, betul-betul kategorinya apakah tidak bisa baca sama sekali, tidak lancar membaca atau dalam kata-kata tertentu dia tidak bisa melafalkan.

Setelah kami cek, ternyata posisi yang tiga ratusan ini memang di daerah terpencil, jadi di Buleleng itu ada juga. Jadi jangan mengira Bali, kemudian dia hingar bingar dengan kemajuan dan sebagainya, jadi ada daerah disitu yang memang lokasinya terpencil, jauh dari kota bahkan di atas bukit itu terisolir.

Jadi memang kondisinya seperti itu. Tidak semua tidak bisa membaca, ada yang sudah bisa membaca tetapi tidak lancar. Ada juga yang mampu membaca tetapi dalam kalimat-kalimat tertentu, dia tidak mampu mengucapkan itu. Tentu ini menjadi keprihatinan bersama, sehingga kami meminta pemerintah provinsi, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk koordinasi.

Ini boleh dibilang sebagai darurat literasi. Ini saya meyakini tidak hanya terjadi di Buleleng, kalau kita terisolir di Sulawesi, coba cek satu persatu, banyak juga hal seperti ini. Sehingga kami di Komisi X minta pada saat itu ke Dirjen Dikdasmen, Pak Dirjen silakan dicek kemudian cari solusi. Teman-teman Kemendikdasmen langsung cek lokasi dan mencarikan solusi, ketika gurunya kurang, tambah gurunya.

Ketika bahan bacaannya kurang, tambah bahan bacaan, bahkan kami meminta agar ada alokasi anggaran khusus untuk peningkatan literasi ini, nah itu yang kita minta dan kementerian sudah menyetujui. Mudah-mudahan ini bisa menjadi salah satu upaya untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi, tidak hanya di Buleleng tetapi di daerah-daerah lain juga, kita maksimalkan agar tidak terjadi lagi.

Bagaimana pandangan DPR terkait temuan dari KPK yang diungkap oleh Mendikdasmen, Abdul Mu'ti, bahwa budaya mencontek siswa dan siswi yang sangat tinggi, terlebih saat ini dalam kondisi UTBK.

Budaya mencontek, budaya menjiplak, budaya plagiat, ini tidak baik dalam dunia pendidikan, pendidikan itu adalah sebagai salah satu upaya. Sebagai salah satu wadah untuk mencegah hal-hal, membentuk karakter-karakter manusia yang berkepribadian tinggi, berkepribadian bagus, punya integritas tinggi.

Termasuk budaya mencontek tadi menjadi salah satu keprihatinan, kalau ini terus dibiarkan, maka budaya ini akan terus menumbuhkan jiwa koruptif. Tugas kita selaku pemangku pendidikan, baik kementerian, DPR terkhusus Komisi X, tentu mencari upaya agar budaya ini tidak terulang kembali.

Inilah yang menjadi PR Kemendikdasmen, PR kami di Komisi X untuk mencari cara bagaimana indeks korupsi ini yang hari ini di atas 50 persen, bahkan 59 persen hampir 60 persen itu masih terjadi. Guru harus introspeksi, murid, kepala sekolah juga harus introspeksi. Itu dari satu sisi.

Di lain sisi, kita dalam pengelolaan anggaran misalnya, pengelolaan BOS, ini juga harus betul-betul dipikirkan, setransparansi mungkin. Temuan dari KPK survei itu masih banyak pengelolaan dana-dana BOS di sekolah kita di luar ketentuan.

Masih banyak perilaku-perilaku koruptif yang 'oleh guru-guru, oleh kepala sekolah, dengan berbagai modus'. Sehingga di daerah-daerah kita, tidak jarang melihat guru dipanggil Kejaksaan, guru dipanggil sekolah ini kan satu hal yang miris. Kami bersyukur KPK merilis survei itu, sehingga kami hari ini di Komisi X, mendorong Kemendikdasmen untuk melakukan pembenahan.

Kabarnya Merdeka Belajar akan diganti, mau diganti menjadi kurikulum seperti apa?

Pertama wacana itu muncul, saya orang pertama yang bicara di media, kaji ulang. Jadi pertimbangkan jangan sampai kesannya, ganti menteri, ganti kurikulum, saya ingatkan betul Pak Mendikdasmen. Tapi setelah saya bicara di media, beliau telepon saya, mengajak diskusi, beliau jelaskan.

Jadi Permendikbud Ristek, waktu di zaman Pak Nadiem itu, nomor 12 Tahun 2024, kalau nggak salah itu nomor 12, atau nomor 24, saya lupa. Ada Permendikbud Ristek, dikeluarkan untuk menghapus penjurusan, nah salahnya, Permendikbud Ristek, tidak mengevaluasi peraturan pemerintah sebelumnya.

Jadi sebenarnya di Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, itu sudah jelas bahwa di kurikulum di SMA itu ada penjurusan, IPA, IPS dan prodi bahasa dan prodi-prodi lainnya. Sebelum undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, dari sejak zaman kita merdeka, mulai dari tahun 50, 51, 52, itu juga penjurusan semua.

Di situ dulu kan ada ilmu pasti, ilmu sosial, ilmu bumi, dulu. Nah tahun 2003, juga sama, disitu ada 90an, kemudian masuk tahun 2000-2003, itu sama. Di situ mulailah yang namanya IPA, IPS, budaya dulu pernah ada, bahasa, masuk 2004, itu penjurusan juga, IPA, IPS dan bahasa.

Di situ jelas, turunan dari Undang-undang Nomor 20 itu kan peraturan pemerintah. Jelas disampaikan bahwa penjurusan di tingkat SMA itu, dibagi menjadi IPA, IPS, bahasa dan prodi lainnya, nah itu ada bahasa prodi lainnya di situ.

Tiba-tiba begitu Menteri Nadiem, dibuatlah kurikulum Merdeka menghapuskan, ini dengan Permendikbud Ristek, tapi salahnya menurut saya ini salahnya harusnya ubah dulu peraturan pemerintah ini. Ini nggak diubah.

Akhirnya menteri yang sekarang berpendapat 'oh iya ini melanggar peraturan pemerintah, yang sudah ada'. Karena ini masih berlaku, dan kenyataan di lapangan, walaupun Kurikulum Merdeka, penjurusan itu ada, masih tetap ada, masih banyak, IPA, IPS, bahasa.

Dulu yang ditakutkan oleh Menteri Nadiem waktu itu ada stigma bahwa anak IPA, lebih hebat, lebih pintar, dari IPS, stigma sosial, semacam itu. Karena dulu penjurusan ini hanya melihat nilai akademik, hanya melihat gengsi, orang tua misalnya, kalau anaknya tidak di IPA berarti anaknya tidak pintar, sehingga strateginya adalah ini penggabungan, sebenarnya. Ini bagus sebenarnya yang dilakukan hari ini penggabungan antara maunya kurikulum merdeka dengan penjurusan yang akan diberlakukan kembali.

Berlakunya kapan ini?

Bagi siswa tahun ajaran 2025-2025 nanti, penjurusannya kapan, nanti di kelas XI di kelas X mengapa? di kelas X mencari minat dan bakat. Walaupun si anak merasa cocoknya di IPA, walaupun dia mengatakan wah saya lebih enak di IPA tapi hasil asesmen bakat dan minatnya ternyata dia di bahasa, nggak bisa dia masuk IPA.

Beberapa waktu lalu, Mendikti Saintek, Brian Yuliarto, mendukung jika TNI masuk untuk mengajar di kampus. Apakah DPR setuju?

Apapun konteks itu entah itu mengajar atau ikut belajar, tapi kan yang pasti mengajar, masa ikut belajar, kan jarang. Iya jadi begini sebenarnya di Undang-undang Nomor 8 Tahun 2022, itu jelas di Pasal 6 ada tentang pendidikan bela negara tidak hanya di dunia kampus tetapi sudah diatur mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, bahkan Perguruan Tinggi. Itu sudah ada. Tentu yang di PAUD tidak mungkin sama dengan SD, tidak mungkin sama dengan SMA, SMP, maupun Perguruan Tinggi.

Ada jenjang-jenjangnya. Kenapa Pak Brian mengatakan kampus adalah tempat terbuka? Betul. Hari ini kampus itu sebagai tempat terbuka, wadah mengekspresikan diri, itu betul. Betul. Hari ini kampus itu sebagai tempat terbuka, wadah mengekspresikan diri, itu betul.

Tapi yang harus kita pikirkan juga, jangan sampai masuknya tentara ini, atau masuknya Polri ke lingkungan kampus, akan menimbulkan stigma negatif. Ini harus ada penjelasan. Tujuannya apa? Tujuannya apakah untuk melakukan pendidikan bela negara, menambah wawasan kebangsaan, kemudian menambah kepribadian, karakter, dan sebagainya, itu oke.

Tetapi kalau tujuannya memata-matai, tujuannya untuk melakukan represif untuk mahasiswa tidak demo misalnya, atau memata-matai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh aktifis-aktifis mahasiswa di kampus, ya tentu itu tidak dibenarkan. Ini harus ada diskusi, harus ada keterbukaan, supaya bola liar ini tidak menggelinding terus menyalahkan TNI maupun polri. Saya rasa kita harus duduk bersama nih, kampus, kementerian, kemudian TNI, Polri harus duduk bareng.

Oke misalnya, pemerintah hari ini menginginkan ada wawasan kebangsaan, menginginkan kemampuan bela negara bagi mahasiswa-mahasiswa kita, ya harus dijelaskan. Jadi tidak, tiba-tiba di beberapa tayangan ini kita belum tahu lah, di beberapa media mengatakan bahwa tiba-tiba ada orang tidak dikenal, mirip TNI duduk ikut acara, nah ini kan harus terklarifikasi semua. Tujuannya disitu apa? Apakah dia diundang? Apakah dia akan memata-matai? Ini perlu klarifikasi.

Selain isu TNI masuk kampus, ada juga Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menjadikan barak militer sebagai area pendidikan bagi anak 'nakal', bagaimana tanggapan Anda?

Saya menyarankan ajak bicara semua pihak, pemangku pendidikan, guru, orang tua, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, agar jangan sampai nanti muncul bahwa Pak Dedi ini menabrak-nabrak aturan. Iya kan? Nah kemudian yang lebih terpenting lagi adalah klasifikasi nakal ini seperti apa?

Kemudian apakah Jawa Barat itu sudah terlalu darurat terhadap hal ini? Ya ini bagus sebenarnya untuk menjadi pilot project bagi daerah lain. Kalau betul-betul dilaksanakan, iya harus jelas.

Nggak usah terburu-buru lah. Coba diskusikan, kalau memang ternyata dapat formula yang baik, ayo kita sama-sama laksanakan dan kita dukung. Saya tidak mengatakan kami di Komisi X menolak, enggak.

Yang penting adalah koordinasi. Koordinasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat. Walau bagaimanapun, anggaran-anggaran pendidikan untuk rehabilitasi, revitalisasi, SMA, BOSnya, akan juga ada di Kementerian Pendidikan Dasar Menengah

Sebagai pertanyaan penutup, bagaimana Anda melihat potensi olahraga terutama sepak bola kita? Apakah kita punya kesempatan untuk masuk dalam laga Piala Dunia?

Sampai hari ini, termasuk yang masih yakin apalagi kita menang lawan Bahrain, tanggal 5 malam takbiran kita akan lawan Cina. Kekuatan-kekuatan doa ini yang membuat saya sampai dengan hari ini masih yakin.

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Anggun P Situmorang