Menuju konten utama

Badan Aspirasi DPR, Ide Konyol yang Bikin Anggaran Negara Ludes

Di saat anggaran negara cekak, DPR justru latah ingin membentuk badan baru yang belum tentu dirasakan manfaatnya.

Badan Aspirasi DPR, Ide Konyol yang Bikin Anggaran Negara Ludes
Ilustrasi Gedung DPR. FOTO/ANTARA

tirto.id - Wacana membentuk Badan Aspirasi Rakyat di DPR berpotensi membuat alat kelengkapan dewan (AKD) semakin gemuk. Langkah ini membuat DPR ikut-ikutan rencana pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang diperkirakan akan menambah jumlah kementerian di kabinet mendatang.

Terlebih, Fraksi-fraksi DPR disebut sepakat untuk menambah jumlah komisi di DPR periode 2024-2029. Jika ditambah lagi dengan membentuk Badan Aspirasi Rakyat, dikhawatirkan ini membuat efektivitas kinerja anggota dewan semakin terpecah.

Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, melihat rencana membentuk Badan Aspirasi Rakyat di DPR sebagai usulan mengada-ada. Pasalnya, setiap fraksi DPR dan bahkan setiap anggota dewan, punya masa reses yang dapat difungsikan sebagai waktu menyerap aspirasi rakyat.

“Jika kemudian ada sendiri Badan Aspirasi, maka ini semakin meyakinkan jika DPR adalah sumber masalah,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Rabu (9/10/2024).

Masa reses seharusnya digunakan para anggota dewan di Senayan untuk berjumpa dengan konstituen masing-masing di daerah pemilihan (dapil). Hal ini diperlukan supaya aspirasi masyarakat dikaji anggota DPR untuk kepentingan legislasi.

Menurut Dedi, keberadaan Badan Aspirasi Rakyat di DPR justru menguatkan wacana dari presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang sempat ingin membubarkan DPR. Selain itu, anggota DPR sudah memiliki staf ahli dan memiliki badan keahlian, bahkan ada badan riset di DPR.

Mereka seharusnya secara otomatis menjadi atau melakukan penyerapan aspirasi dalam tiap kajian dan produk kerja parlemen. Sehingga, kata Dedi, Badan Aspirasi Rakyat sama sekali tidak diperlukan, karena DPR sejatinya sudah menjadi badan aspirasi itu sendiri.

Justru DPR perlu melakukan perampingan alat kelengkapan dewan (AKD) internal. Dedi menilai, parlemen cukup membutuhkan lembaga administratif di Sekretariat Jenderal. Lebih dari itu, kata dia, kerja legislasi cukup dengan adanya komisi.

“Bahkan fraksi di DPR seharusnya dihapus, sehingga mereka hanya terikat pada komisi, tidak perlu ada fraksi,” ujar Dedi.

Sebagai informasi, sosok pertama yang menyebut wacana adanya Badan Aspirasi Rakyat adalah Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. Politikus dari Fraksi Partai Gerindra itu mengatakan bahwa badan aspirasi akan menjadi bagian dari penambahan AKD.

"Yang jelas ada pertambahan AKD-nya itu, Badan Aspirasi Rakyat," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2024) lalu.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, memandang DPR sudah memiliki komisi yang punya tugas dalam berbagai sektor, termasuk menyerap aspirasi rakyat terkait bidang-bidang spesifik. Seperti di bidang pendidikan, kesehatan, dan hukum.

Jika dibentuk Badan Aspirasi Rakyat, akan terdapat potensi tumpang tindih fungsi dengan komisi. Pasalnya, tugas utama DPR sendiri memang wajib menyerap dan menyalurkan aspirasi rakyat.

“Jika Badan Aspirasi dibentuk tanpa kejelasan fungsi yang terpisah dari komisi yang sudah ada, besar kemungkinan ada duplikasi pekerjaan, yang justru menurunkan efisiensi,” kata Nisa kepada reporter Tirto, Rabu.

Nisa menilai, tanpa adanya definisi yang jelas, keberadaan Badan Aspirasi di DPR berpotensi memunculkan redundant. Maka kehadiran AKD baru ini diragukan efektivitasnya. Mengingat aspirasi rakyat sudah disalurkan melalui mekanisme yang ada di komisi.

Efektivitas Badan Anggaran Rakyat justru semakin dipertanyakan jika tugas utamanya cuma menyerap aspirasi. Nisa menilai, jika tujuan DPR ingin memperkuat mekanisme penerimaan aspirasi, reformasi atau penguatan komisi-komisi yang ada bisa jadi lebih efisien ketimbang menambah AKD baru.

Sering kali, persoalan dalam penerimaan aspirasi bukan disebabkan kurangnya wadah atau badan tersendiri. Melainkan akibat sistem yang tidak berjalan dengan optimal. Pembentukan AKD baru tak pula menjamin peningkatan kualitas penyerapan aspirasi jika mekanisme dan koordinasinya masih tidak efektif.

“Badan Aspirasi Rakyat justru bisa memperpanjang birokrasi, sehingga proses penyampaian aspirasi rakyat semakin lambat,” tegas Nisa.

Pelantikan DPR MPR 2024

Pelantikan DPR MPR di Gedung Oarlemen Selasa 1/10/2024. youtube/TVR PARLEMEN

Berpotensi Tidak Efektif

Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, menilai Badan Aspirasi Rakyat bisa saja membawa manfaat signifikan, jika alur kerjanya dirancang dengan jelas untuk menghindari potensi tumpang tindih dengan fungsi komisi DPR.

Seperti tugas Badan Legislasi (Baleg) DPR yang punya peran menampung dan mengkaji draf RUU, maka Badan Aspirasi Rakyat juga dapat difungsikan sebagai wadah terstruktur mengumpulkan, menyusun, dan memprioritaskan aspirasi yang masuk dari berbagai komisi.

“Secara ideal, Badan Aspirasi Rakyat bisa berperan sebagai filter awal bagi aspirasi-aspirasi yang diajukan melalui komisi-komisi terkait. Setiap komisi memiliki wewenang menerima dan menanggapi aspirasi sesuai bidangnya,” kata Felia kepada reporter Tirto, Rabu.

Namun, kata dia, tantangan yang mungkin muncul adalah semakin panjangnya alur perintah dan hierarki di DPR. Proses penyaluran aspirasi yang melalui Badan Aspirasi Rakyat bisa memerlukan waktu lebih lama, karena akan dilakukan pemetaan dan penyusunan prioritas sebelum aspirasi sampai di tahap implementasi atau tindak lanjut.

Belum lagi, dinamika politik memengaruhi aspirasi yang akan disalurkan dan diperjuangkan ke tahap selanjutnya. Padahal, memperjuangkan aspirasi seharusnya sudah terinternalisasi dalam setiap anggota dewan terpilih sebagai bagian dari fungsi representasinya.

Felia menambahkan, penambahan AKD baru pasti berdampak langsung pada peningkatan anggaran DPR. Ini tidak hanya mencakup pengeluaran untuk operasional sehari-hari, tetapi juga tambahan sumber daya manusia, infrastruktur, serta berbagai kegiatan penunjang yang terkait.

Mengingat kondisi anggaran negara yang harus dikelola dengan baik dan tantangan kondisi ekonomi saat ini, pembentukan Badan Aspirasi Rakyat perlu dievaluasi secara kritis. DPR juga perlu memperhitungkan dampaknya pada kepercayaan publik.

Jika masyarakat melihat penambahan AKD sebagai langkah formalitas dan rent-seeking tanpa dampak positif nyata, maka legitimasi DPR sebagai representasi rakyat akan semakin menurun.

“Peningkatan anggaran tanpa peningkatan produktivitas atau kualitas kerja DPR tentu menjadi pemborosan, dan akan semakin memberatkan beban fiskal negara,” tutur Felia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR, Cucun Syamsurijal, mengatakan pembentukan Badan Aspirasi Rakyat diperlukan agar aspirasi rakyat yang datang ke DPR bisa ditampung. Badan yang merupakan bagian dari penambahan AKD ini, dijadikan wadah menampung semua aspirasi rakyat.

"Pokoknya kita tampung aspirasi rakyat jangan sampai datang ke sini mereka nggak ada wadah," kata Cucun saat ditemui Tirto di Kompleks DPR-MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2024).

Cucun tak menjelaskan lebih detail ihwal badan itu. Namun, pimpinan DPR RI akan membahas soal pembentukan Badan Aspirasi Rakyat tersebut. Wakil Ketua Umum PKB itu tak khawatir pembentukan badan ini tumpang tindih dengan komisi lainnya di DPR. Pada intinya, kata dia, badan ini akan mendistribusikan semua aspirasi rakyat,

"Enggak ada [tumpang tindih]. Justru yang mendistribusi badan itu," pungkas Cucun.

Baca juga artikel terkait PELANTIKAN DPR RI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fahreza Rizky