Menuju konten utama

Ayat dan Hadits tentang Utang-Piutang Beserta Penjelasannya

Dasar hukum utang piutang menurut Islam telah diatur sedemikian rupa. Berikut ayat dan hadits tentang hutang piutang.

Ayat dan Hadits tentang Utang-Piutang Beserta Penjelasannya
Ilustrasi ayat dan hadits tentang hutang piutang. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wsj.

tirto.id - Pinjam-meminjam harta atau utang-piutang merupakan salah satu jenis muamalah yang kerap dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat. Islam mengatur perkara utang-piutang ini dengan rinci, baik itu melalui nas Al-Qur'an maupun hadis.

Seseorang yang berutang biasanya sedang terdesak atau membutuhkan. Karena itu, memberikan utang atau bersedekah kepada yang bersangkutan dinilai sebagai perbuatan baik karena menolong orang yang membutuhkan.

Di sisi lain, utang termasuk tanggung jawab yang besar. Orang yang berutang wajib melunasi utang tersebut, sekecil apa pun nilainya. Utang yang tak dilunasi akan tercatat sebagai dosa dan menjadi penghalang masuk surga.

Lalu, bagaimana dasar hukum utang piutang menurut Al Quran? Jawaban terkait itu dapat ditemukan dalam penjelasan berikut, yang membahas ayat dan hadits tentang hutang piutang.

Ayat dan Hadits tentang Utang-Piutang

Semua hukum Islam diatur dalam Al-Qur'an dan hadis, termasuk terkait utang-piutang. Ada beberapa ayat dan hadits tentang hutang piutang. Di antaranya juga ada yang mengatur tentang dosa tidak membayar hutang.

A. Ayat tentang hutang

Ayat Al-Quran yang dibahas di sini adalah surah Al-Baqarah ayat 280-283 tentang utang-piutang, mulai dari anjuran mencatat, pemberian jaminan, hingga keutamaan mengikhlaskan utang.

1. Surat Al Baqarah ayat 280

Berikut ayat tentang hutang dalam surah Al-Baqarah ayat 280 bahasa Arab, Latin, terjemahan, serta tafsir singkatnya.

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Bacaan latinnya: Wa ing kāna żụ 'usratin fa naẓiratun ilā maisarah, wa an taṣaddaqụ khairul lakum ing kuntum ta'lamụn

Artinya: “Dan jika [orang yang berutang itu] dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan [sebagian atau semua utang] itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui,” (QS. Al Baqarah [2]: 280).

Orang yang memberi utang dianjurkan untuk menyedekahkan utangnya, baik itu sebagian atau seluruhnya, sebagaimana tergambar dalam Al-Baqarah ayat 280. Pemberian itu dinilai sebagai sedekah yang berpahala besar di sisi Allah Swt.

2. Surat Al Baqarah ayat 281

Salah satu surat tentang hutang piutang adalah Al-Baqarah, tepatnya ayat 281. Berikut lafal lengkapnya dalam bahasa Arab, Latin, terjemahannya.

وَٱتَّقُوا۟ يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى ٱللَّهِ ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Bacaan latinnya: Wattaqụ yauman turja'ụna fīhi ilallāh, ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamụn

Artinya: "Dan peliharalah dirimu dari [azab yang terjadi pada] hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya [dirugikan]," (QS. Al Baqarah [2]: 280).

3. Surat Al Baqarah ayat 282

Berikut isi ayat tentang hutang yang tidak dibayar dalam Al-Baqarah ayat 282 bahasa Arab, Latin, terjemahannya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِٱلْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُۥ بِٱلْعَدْلِ ۚ وَٱسْتَشْهِدُوا۟ شَهِيدَيْنِ مِن رِّجَالِكُمْ ۖ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَٱمْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحْدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَىٰهُمَا ٱلْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُوا۟ ۚ وَلَا تَسْـَٔمُوٓا۟ أَن تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدْنَىٰٓ أَلَّا تَرْتَابُوٓا۟ ۖ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوٓا۟ إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِن تَفْعَلُوا۟ فَإِنَّهُۥ فُسُوقٌۢ بِكُمْ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

Bacaan latinnya: "Yā ayyuhallażīna āmanū iżā tadāyantum bidainin ilā ajalim musamman faktubụh, walyaktub bainakum kātibum bil-'adli wa lā ya`ba kātibun ay yaktuba kamā 'allamahullāhu falyaktub, walyumlilillażī 'alaihil-ḥaqqu walyattaqillāha rabbahụ wa lā yabkhas min-hu syai`ā, fa ing kānallażī 'alaihil-ḥaqqu safīhan au ḍa'īfan au lā yastaṭī'u ay yumilla huwa falyumlil waliyyuhụ bil-'adl, wastasy-hidụ syahīdaini mir rijālikum, fa il lam yakụnā rajulaini fa rajuluw wamra`atāni mim man tarḍauna minasy-syuhadā`i an taḍilla iḥdāhumā fa tużakkira iḥdāhumal-ukhrā, wa lā ya`basy-syuhadā`u iżā mā du'ụ, wa lā tas`amū an taktubụhu ṣagīran au kabīran ilā ajalih, żālikum aqsaṭu 'indallāhi wa aqwamu lisy-syahādati wa adnā allā tartābū illā an takụna tijāratan ḥāḍiratan tudīrụnahā bainakum fa laisa 'alaikum junāḥun allā taktubụhā, wa asy-hidū iżā tabāya'tum wa lā yuḍārra kātibuw wa lā syahīd, wa in taf'alụ fa innahụ fusụqum bikum, wattaqullāh, wa yu'allimukumullāh, wallāhu bikulli syai`in 'alīm"

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai [berutang] untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan [apa yang akan ditulis itu], dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah [keadaannya] atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki [di antaramu]. Jika tak ada dua orang lelaki, maka [boleh] seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan [memberi keterangan] apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak [menimbulkan] keraguanmu. [Tulislah muamalahmu itu], kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, [jika] kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan [yang demikian], maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” (QS. Al-Baqarah [2]: 282).

Pada ayat 282, Allah Swt. memerintahkan orang yang bertransaksi utang-piutang untuk melakukan pencatatan agar tidak lupa. Manfaat pencatatan utang lainnya adalah untuk mengklaim apabila salah satu pihak mangkir dari utang tersebut.

Untuk menghindari hal-hal tak diinginkan, transaksi utang juga sebaiknya mendatangkan dua saksi laki-laki. Jika tidak ada, saksinya dapat berupa satu laki-laki dan dua perempuan untuk bersaksi atas proses utang-piutang tersebut.

4. Surat Al Baqarah ayat 283

Berikut ayat tentang hutang dalam surah Al-Baqarah ayat 283 bahasa Arab, Latin, terjemahannya.

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Bacaan latinnya: "Wa ing kuntum 'alā safariw wa lam tajidụ kātiban fa rihānum maqbụḍah, fa in amina ba'ḍukum ba'ḍan falyu`addillażi`tumina amānatahụ walyattaqillāha rabbah, wa lā taktumusy-syahādah, wa may yaktum-hā fa innahū āṡimung qalbuh, wallāhu bimā ta'malụna 'alīm"

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan [dan bermuamalah tidak secara tunai] sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang [oleh yang berpiutang]. Akan tetapi jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya [utangnya] dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu [para saksi] menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. Al Baqarah [2]: 283).

Ayat 283 menjelaskan jika utang itu tak ditulis, hendaknya ada barang jaminan yang diberikan kepada orang yang berpiutang. Apabila dalam waktu tertentu utang itu tak dikembalikan, barang jaminan menjadi hak milik orang berpiutang.

B. Hadis tentang utang-piutang

Dalil hutang piutang juga dijelaskan dalam hadis Rasulullah. Berikut beberapa hadis yang menjadi dalil hutang piutang.

1. Hadis riwayat Baihaqi

Orang yang berutang lazimnya dalam kondisi sulit. Dengan demikian, pemberi utang dilarang meminta tambahan pembayaran atau bunga dalam pelunasan utang. Bunga utang tergolong sebagai riba.

Hal itu tergambar dalam sabda Rasulullah saw., “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat atau semacamnya termasuk dari beberapa macam ribā,” (H.R. Baihaqi).

2. Hadis riwayat Ahmad dan Tirmidzi

Jika orang yang berutang memberi tambahan sebagai rasa terima kasih karena sudah ditolong, hal itu diperbolehkan.

Misalnya, seseorang yang berutang Rp100.000, kemudian ia mengembalikannya sebanyak Rp110.000 tidak tergolong riba. Tambahan pemberian ini harus dengan syarat sukarela dan bukan dalam bentuk paksaan.

Dalil bolehnya memberi dengan ikhlas saat pengembalian utang tergambar dalam sabda Nabi Muhammad saw., “Sesungguhnya sebaik-baik kamu ialah ketika membayar utang [dengan tepat waktu]."

Abu Hurairah kemudian berkata: ”Rasulullah saw. telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih besar dari hewan yang beliau utang itu". Rasulullah bersabda: 'Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik,'" (H.R. Ahmad dan Tirmidzi).

3. Hadis riwayat Ibnu Majah

Dilansir Dompet Dhuafa, utang adalah perkara berat tanggung-jawabnya dalam Islam. Saking beratnya, seseorang yang meninggal masih memiliki utang, keluarganya harus melunasi utang tersebut untuk meringankan hisabnya di akhirat.

Dalam hadis riwayat Ibnu Majah disebutkan: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya [di hari kiamat nanti] karena di sana [di akhirat] tidak ada lagi dinar dan dirham,” (H.R. Ibnu Majah).

4. Hadis riwayat Tirmidzi

Dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda: “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya,” (H.R. Tirmidzi).

5. Hadis riwayat Ibnu Majah

Orang yang sejak awal berutang berniat untuk tidak melunasinya, maka ia dikategorikan sebagai pencuri karena mengambil harta yang bukan haknya.

“Siapa saja yang berutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah [pada Hari Kiamat] dalam status sebagai pencuri,” (H.R. Ibnu Majah).

6. Hadis riwayat Ibnu Majah

Berikut penjelasan hadis tentang tiga perkara yang harus bebas dari diri seorang muslim saat meninggal, termasuk utang.

"Barangsiapa ruhnya berpisah dari jasad sedangkan ia terbebas dari tiga perkara ini, ia pasti akan masuk surga. Ketiga hal tersebut adalah terbebas dari sombong, khianat, dan utang," (H.R. Ibnu Majah).

Apa Azab dan Dosa Orang yang Tidak Bayar Utang?

Membayar utang merupakan suatu kewajiban bagi muslim yang berutang. Dalam surat Al Baqarah ayat 282 dijelaskan, transaksi utang piutang sebaiknya dicatat, sekecil apapun nominalnya. Lalu, apa azab orang yang tidak bayar utang?

Dosa orang yang tidak membayar hutang salah satunya adalah disulitkan saat di akhirat. Hal ini merujuk pada penjelasan hadis riwayat Ibnu Majah di atas.

Ibnu Majah juga menjelaskan hadis Rasulullah yang menyebut terkait dosa tidak membayar hutang. Dijelaskan bahwa orang yang tidak membayar utang akan dipertemukan dengan Allah Swt. di hari kiamat dalam status sebagai pencuri.

Hadis lain dari riwayat Ibnu Majah di atas juga menjelaskan, orang yang meninggal sebaiknya terbebas dari tiga perkara agar masuk surga. Salah satunya adalah utang.

Baca juga artikel terkait HUKUM ISLAM atau tulisan lainnya dari Cicik Novita

tirto.id - Edusains
Kontributor: Cicik Novita
Penulis: Cicik Novita
Editor: Abdul Hadi
Penyelaras: Fadli Nasrudin