tirto.id - Keluarga Afif Maulana (AM), bocah 13 tahun yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, Padang, mendesak polisi mengabulkan permohonan ekshumasi dan autopsi ulang.
Pihak keluarga serta pendamping hukum dari LBH Padang bersama sejumlah lembaga dan organisasi masyarakat sipil berharap autopsi ulang dapat membuka tabir kejanggalan kasus kematian Afif.
Rencana autopsi ulang sudah disepakati pihak keluarga Afif setelah bertemu dengan Komnas HAM. Proses ekshumasi dan autopsi ulang dikawal oleh LNHAM atau Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia yang terdiri dari KPAI, LPSK, Komnas HAM, dan Kompolnas.
Mereka bersepakat tetap melakukan investigasi agar membuat terang kasus ini. Teranyar, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) AP PP Muhammadiyah menyatakan siap bergabung untuk memastikan proses autopsi ulang jenazah Afif dilakukan dengan independen.
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBH AP PP Muhammadiyah, Gufroni, menyatakan autopsi ulang jenazah Afif yang melibatkan unsur di luar polisi bakal meningkatkan profesionalitas. Menurutnya, pihak keluarga sudah memberi kuasa kepada LBH AP PP Muhammadiyah untuk ikut mencari titik terang penyebab kematian Afif.
“Tentu harapannya bisa terungkap, sebetulnya apa yang menjadi latar belakang anaknya (Afif) meninggal dunia,” kata Gufroni kepada Tirto, Selasa (23/7/2024).
Afif ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024), dengan tubuh penuh luka. Pihak keluarga dan LBH Padang sebagai pendamping hukum menduga Afif disiksa oleh anggota polisi sebelum tewas. Hal itu didasari investigasi LBH Padang dan temuan sejumlah luka yang janggal di tubuh Afif.
Sementara itu, Polda Sumatra Barat (Sumbar) bersikukuh Afif tewas karena melompat dari jembatan. Afif dituding hendak melakukan tawuran sehingga panik ketika diamankan polisi. Namun, temuan LBH Padang, Afif dan sejumlah korban anak lainnya diduga disiksa oleh polisi yang mengamankan mereka.
Gufroni memandang, ekshumasi dan autopsi ulang akan menyibak fakta ada penyiksaan atau tidak terhadap Afif Maulana. Selain itu, autopsi ulang akan memberikan penjelasan lebih mengenai pernyataan Polda Sumbar bahwa Afif Maulana melompat dari jembatan.
“Apakah akibat penyiksaan yang dilakukan oknum aparat atau memang karena kecelakaan, ya dia terjatuh atau dia melompat dari jembatan Kuranji,” kata Gufroni.
Keluarga Afif, kata Gufroni, berharap autopsi ulang jenazah Afif akan memberi kejelasan dan hak korban jika memang terjadi kematian yang tidak wajar. Gufroni menyatakan bahwa LBH AP PP Muhammadiyah memiliki pengalaman terlibat dalam autopsi ulang, misalnya dalam kasus Siyono.
Siyono merupakan terduga teroris yang ditangkap polisi pada 2016 silam. Dia tewas sehari setelah dibawa oleh polisi. Komnas HAM dan PP Muhammadiyah melakukan autopsi ulang karena keluarga korban merasa janggal dengan kematiannya.
Belakangan, hasil autopsi ulang mendapati bahwa Siyono tewas karena benturan benda tumpul di bagian dada. Tidak pula ditemukan fakta bahwa Siyono berontak dan melawan saat ditangkap sebagaimana penjelasan pihak kepolisian sebelumnya.
“Sama seperti kasus Siyono dan kasus Brigadir J, harapannya dengan adanya otopsi ulang ini bisa mengungkapkan apa yang menjadi latar belakang kematian dari almarhum Afif Maulana,” jelas Gufroni.
LBH AP PP Muhammadiyah sudah mendatangi Mabes Polri, Senin (22/7/2024), untuk menyurati Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, soal permohonan dilakukannya ekshumasi terhadap jenazah Afif Maulana. Selain itu, ini bentuk penagihan janji kepada Kapolri yang sempat menyatakan bakal menggandeng pihak luar jika diperlukan autopsi ulang jenazah Afif.
Menurut Gufroni, bila hasil autopsi ulang menunjukkan ada tindak penyiksaan yang menyebabkan Afif meninggal, maka anggota polisi yang terlibat harus segera diproses hukum. Ini akan menjadi pertaruhan profesionalisme dan transparansi polri dalam menindak anggota mereka yang terlibat hukum pidana.
“Saya kira oknum-oknum yang melakukan tindakan penganiayaan, penyiksaan atau kekerasan yang mengakibatkan AM meninggal dunia tentu harus diseret ke pengadilan,” tegasnya.
PP Muhammadiyah, kata Gufroni, siap menghadirkan dokter forensik yang bisa membantu dalam proses autopsi ulang dan ekshumasi. Terpenting, Polri tidak melanggar janji untuk membuka ruang autopsi ulang dan melibatkan pihak luar.
“InsyaAllah kami dari PP Muhammadiyah akan menyiapkan tenaga-tenaga ahli dari dokter-dokter forensik yang siap untuk melakukan ekshumasi atau autopsi ulang,” ujar Gufroni.
Menguji Klaim Polisi
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini, menyatakan pihaknya sudah meminta Polri melakukan ekshumasi dan autopsi ulang jenazah Afif Maulana sebab dari awal tidak transparan: pihak keluarga tidak dilibatkan bahkan tidak diberitahu hasil lengkap autopsi awal dari RS Bhayangkara.
“KPAI bersama keluarga dan lembaga lain, termasuk PP Muhammadiyah, melihat ada kejanggalan atas penemuan jasad almarhum Afif. Karena ada beberapa luka ya di jasad almarhum, kalau itu jatuh dari jembatan kok itu rasanya tidak demikian ya,” kata Diyah kepada Tirto, Selasa.
Menurut Diyah, ekshumasi dan autopsi ulang akan memberikan kejelasan ihwal klaim yang disebut polisi menjadi penyebab kematian Afif. Lebih lanjut, hasil autopsi ulang diharapkan akan menghentikan simpang siur yang menyelimuti kasus kematian Afif.
“Kasus anak meninggal dunia, yang meninggalnya kita masih meragukan apa persoalannya, seperti anak meninggal tanpa diketahui [sebabnya] itu memang SOP-nya KPAI meminta agar ada autopsi diketahui keluarga. Agar tidak terjadi prasangka atau dugaan yang tidak beralasan,” jelas Diyah.
Melibatkan pihak dari luar polisi, kata Diyah, juga akan menjaga transparansi dan kredibilitas hasil autopsi ulang. Diyah berharap setelah ada autopsi ulang, gelar perkara hasil temuan tim dapat segera ditindaklanjuti oleh Polri.
“Memang Kapolri pernah berjanji ya tidak menutup kasus AM dan akan mengadakan autopsi ulang, dan ini kami harap betul-betul terlaksana ya dan meminta agar kasus ini menjadi atensi Mabes Polri,” ucapnya.
Diyah menerangkan, KPAI sudah berkoordinasi dalam perkara ini dengan Komnas HAM dan LPSK. Selain itu, dia sendiri sudah menemui pihak keluarga untuk menggali informasi mengenai kasus kematian Afif. Diyah berharap kasus Afif segera menemui titik terang dengan cara Polri segera izinkan permohonan ekshumasi dan autopsi ulang pihak keluarga dan pendamping hukum.
“Karena dalam UU Perlindungan Anak Pasal 59a perlindungan kasus anak itu harus cepat termasuk di dalamnya proses penyidikan, dan seharusnya memang dalam penyelidikan ini selama.. sudah satu bulan ya ini.. tapi belum ada kejelasan terhadap kasus AM,” ujar dia.
Komisioner KPAI lainnya, Dian Sasmita, berharap ekshumasi dan autopsi ulang menjadi bentuk pengungkapan kebenaran yang seharusnya hak keluarga korban. Selain itu, proses ini akan menjadi bagian dari memberikan rasa keadilan terhadap korban dan publik.
“Diharapkan dapat memberi informasi fakta yang sebenar-benarnya tentang penyebab kematian anak AM,” ujar Dian kepada Tirto, Selasa.
Menurut Dian, KPAI juga turut menjalin komunikasi dengan Kompolnas dan Ombudsman untuk mengawal proses ekshumasi dan autopsi ulang. Juga berkoordinasi dengan LBH AP PP Muhammadiyah soal pelaksanaan ekshumasi yang akan melibatkan ahli independen.
“Pada intinya, kami bersama-sama mendesak Kapolri untuk segera melakukan ekshumasi. Semakin lama respons Kapolri terhadap permintaan ekshumasi, berpotensi besar cederai hak atas keadilan bagi korban anak,” terang Dian.
Dihubungi terpisah, Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, memandang sejauh ini Polri menyambut baik permohonan autopsi ulang dari pihak keluarga Afif.
Menurutnya, Keluarga Afif dan pendamping hukumnya memang tidak mempercayai hasil autopsi awal RS Bhayangkara.
“Keluarga dan tim pengacara meminta dilakukannya autopsi ulang yang dilakukan dokter independen. Autopsi ulang tersebut pernah dilakukan dalam penanganan kasus meninggalnya Brigadir Joshua Hutabarat yang kemudian dilakukan oleh dokter-dokter dari PDFI (Persatuan Dokter Forensik Indonesia),” jelas Poengky kepada Tirto, Selasa.
Autopsi ulang dengan dokter independen diharapkan mampu menjawab penyebab kematian Afif. Hasilnya, kata Poengky, bisa tidak berbeda jauh dengan autopsi awal RS Bhayangkara atau bahkan bisa ada fakta temuan baru.
“Autopsi ulang ini nantinya akan digunakan oleh para penyidik kasus ini untuk mengetahui penyebab kematian anak AM. Kami berharap autopsi ulang dapat segera dilaksanakan, mengingat kondisi jenazah jika sudah terlalu lama dimakamkan akan menyulitkan,” ujar Poengky.
Sebelumnya, Direktur LBH Padang, Indira Suryani, mengaku bahwa pihak keluarga tidak mempercayai hasil autopsi yang sudah dilakukan di RS Bhayangkara. Apalagi hingga saat ini bukti autopsi tersebut hanya dijanjikan untuk diberikan kepada keluarga AM.
“Dalam pertemuan bersama Kapolda, Kompolnas, Komnas HAM, dan keluarga sebelumnya, dokter forensik mengatakan Afif Maulana meninggal karena kepleset. Dalam aksi yang kami gelar di depan Polda Sumbar, Kapolda menjanjikan akan memberikan hasil autopsi itu, tapi sampai sekarang nyatanya tidak juga diberikan,” ungkap Indira.
Ia menegaskan, hingga hari ini pihak keluarga dan LBH Padang tidak pernah goyah sedikitpun bahwa ada dugaan penyiksaan yang mengakibatkan AM meninggal dunia. Apalagi, melihat kondisi ketinggian dari jembatan ke sungai tempat jasad ditemukan.
“Pernyataan kami tetap sama, ada dugaan penganiayaan yang terjadi pada Afif Maulana," tutur Indira.
Merespons permohonan ekshumasi dan autopsi ulang, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol, Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan penyidik bakal mempelajari dahulu permintaan tersebut. Keputusan nanti tetap berada di tangan penyidik yang menangani kasus kematian Afif Maulana.
“Tentu ada mekanismenya, dan kalaupun ada harapan seperti itu (ekshumasi), itu menjadi bagian dari penyidikan. Kembali lagi, nanti penyidik akan mempelajari konteks ekshumasi yang merupakan bagian daripada proses penyidikan itu,” kata dia di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (22/7/2024).
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi