tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada 18 anak yang sempat ditangkap Polda Sumatra Barat (Sumbar) karena hendak tawuran.
Direktur LBH Padang Indira Suryani menyampaikan, perlindungan itu perlu dilakukan sebelum pemeriksaan oleh penyidik Polda Sumbar. Sebab, dalam kasus ini hanya anak A yang dimintai keterangan oleh penyidik.
"18 orang yang diamankan, mereka harus diberikan perlindungan terlebih dahulu oleh LPSK sesegera mungkin. Setelah mereka diberikan perlindungan, baru lah mereka memberikan pernyataannya, memberikan pernyataannya ke Kepolisian terkait apa yang terjadi. Kami juga tidak ingin orang-orang yang tidak bersalah diputus bersalah," kata Indira di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (1/7/2024).
LBH Padang pun mendampingi pihak keluarga korban meninggal dunia, AM (13), untuk dimintai keterangan oleh Komnas HAM hari ini. Dalam pertemuan itu, Indira menegaskan bahwa secara detil, keluarga sudah merunut kronologi peristiwa yang mereka alami hingga tahu anaknya meninggal dunia.
Indira mengaku, pihak keluarga juga meminta Komnas HAM tetap melakukan investigasi hingga tuntas untuk kasus ini. Salah satunya, melakukan pengecekan CCTV di sekitar lokasi.
"Waktu aksi unjuk rasa itu Kapolda bilang dengan yakin ada CCTV-nya dan kami juga bilang kami akan lakukan audit karenakan LBH merasa ada proses pengaburan fakta-fakta yang terjadi," ucap Indira.
Tidak hanya itu, Indira juga menegaskan bahwa pihaknya menduga ada obstruction of justice dalam penanganan perkara. Sebab, keluarga sebelumnya diminta menandatangani surat tidak menuntut dan sulitnya pelaksanaan autopsi.
"Rumah keluarga Afif Maulana juga diawasi orang-orang tidak dikenal, tapi karena sekitar 30-an orang yang merupakan keluarga tinggal berdekatan, maka ini cukup melindungi orang tua Afif," ungkap Indira.
Lebih lanjut Indira mengaku, untuk proses di Propam Polda Sumbar, pihaknya sudah dimintai keterangan oleh penyidik. Diharapkan, Propam dapat bertindak profesional mengusut dugaan tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh 18 anggota juga menyebabkan AM meninggal dunia.
"Kami oleh Propam diminta untuk melengkapi sejumlah bukti-bukti," tutur Indira.
Sebelumnya, LBH Padang juga telah mendatangi kantor LPSK pada Rabu (26/6/2024) pekan lalu guna meminta perlindungan terhadap enam saksi terkait kasus dugaan penganiayaan anak oleh anggota Shabara Polda Sumatra Barat.
Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi tak mau mengungkapkan identitas ke-6 orang tersebut. Pengajuan perlindungan ke LPSK dilakukan lantaran merasa takut adanya ancaman dari pihak kepolisian.
LBH Padang sendiri, menduga beberapa intimidasi juga sudah terjadi belakangan ini kepada sejumlah saksi.
"Sejak kami temui memang korban merasa ketakutan karena ini proses penegakan hukum dan pihak korban atau saksi merasa takut dengan proses-proses hukum, karena mereka tidak mengenal juga bagaimana proses hukum ini," tutur Diki.
Dalam pertemuan dengan pihak LPSK, kata Diki, permohonan ini dijanjikan akan segera diputuskan karena berkaitan dengan anak. Namun, secara standar operasional prosedur (SOP) waktunya 30 hari.
Di sisi lain, Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas, menyatakan bahwa dari permohonan itu akan dilakukan peninjauan terlebih dahulu. Asesmen pun akan langsung dilakukan terhadap enam orang tersebut.
"Kalau di dalam SOP kita itu bisa menelaah sampai 30 hari kerja, tetapi dalam hal tertentu bisa diperpanjang sesuai kebutuhan. Tetapi, misalnya belum 30 hari itu kami mendapatkan kesimpulan dan mendapatkan yang kita butuhkan berkaitan syarat perlindungan, maka bisa diputuskan," ungkap dia.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto