tirto.id - Penolakan warga masih bergema pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Gunung Talang, Sumatra Barat.
Beberapa alasan yang melatarinya yakni meliputi soal pembukaan lahan, kekurangan air bersih, hingga mengancam pengurangan lahan pertanian warga setempat.
Peneliti Auriga Nusantara, Iqbal Damanik mengatakan, polemik energi bersih ini harus diselesaikan tanpa menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat.
Ia juga menambahkan masih tersedia banyak plihan energi baru terbarukan (EBT) lainnya yang dapat dibangun dibanding panas bumi dinilai punya dampak lingkungannya.
"Dari sisi energi ada banyak pilihan, energi terbarukan lain untuk dibangun di Sumatra Barat. Ada potensi tenaga angin. Jadi ada pilihan pembangunan yang tidak harus berkonflik dengan masyarakat," dalam konferensi pers "Klarifikasi Terbuka Gerakan #Bersihkan Indonesia" di Gedung YLBHI, Jumat (5/4/2019).
Iqbal juga mengatakan, peralihan energi fosil yang tergolong kotor ke EBT, sudah seharusnya dimulai. Ia pun mengaku mendukung konsep transisi itu.
Hanya saja, ia tak sependapat dalam proses penyediaannya, justru menimbulkan konflik dengan masyarakat.
Ia pun menyayangkan bila dalam kasus penyediaan energi bersih di Sumatra Barat ini, masyarakat justru merasa tertindas dan tidak diperlakukan tidak adil.
"Pembangunan yang kami dorong itu ya yang berkadilan. Tidak ada perampasan hak-hak hidup dan tidak ada kriminalisasi orang-orang yang tertindas," kata Iqbal.
Iqbal menyarankan agar pemenuhan ketersediaan energi terlebih dahulu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat.
Sebab, kata dia, masyarakat akan menjadi yang pertama kali menikmatinya termasuk yang menerima dampaknya.
"Kalau untuk pembangunan dilakukan sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat yang hidup dan tinggal di situ. Kan mereka yang pertama kali terdampak," ujar dia.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali