tirto.id - Amerika Serikat menggabungkan konsulatnya di Yerusalem untuk misi diplomatik Palestina dan untuk Israel, kata Departemen Luar Negeri, Senin (4/3/2019) di Yerusalem, waktu setempat.
Melansir Associated Press, selama beberapa dekade, konsulat tersebut berfungsi sebagai kedutaan de facto bagi Palestina. Sekarang, terkait hal itu akan ditangani oleh unit khusus Palestina, di bawah komando kedutaan.
“Keputusan ini didorong oleh upaya kami secara global untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas keterlibatan dan operasi diplomatik kami,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Robert Palladino dalam sebuah pernyataan.
“Hal ini tidak menandakan adanya perubahan kebijakan AS tentang Yerusalem, Tepi Barat, atau Jalur Gaza,” katanya lagi.
Ketika pertama kali diumumkan oleh Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo pada bulan Oktober, tindakan tersebut membuat geram warga Palestina, memicu kecurigaan mereka bahwa AS mengontrol Israel atas Yerusalem timur dan Tepi Barat, wilayah yang ditunjuk warga Palestina untuk masa depan negara.
Pihak pemerintah Palestina, Saeb Erekat, menyebut langkah itu sebagai “paku terakhir di peti mati” untuk peran AS dalam menciptakan perdamaian.
Tindakan ini menjadi salah satu dari serangkaian keputusan yang memecah belah oleh pemerintahan Trump yang telah mendukung Israel dan mengasingkan rakyat Palestina, yang mengatakan mereka telah kehilangan kepercayaan pada peran pemerintah AS sebagai pihak yang netral dalam proses perdamaian.
Tahun lalu AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan merelokasi kedutaannya di sana.
Pemerintahan Trump juga telah mengutip keengganan para pemimpin Palestina untuk memasuki negosiasi damai dengan Israel sebagai alasan untuk sebuah sanksi, meskipun AS belum memberikan kesepakatan yang telah dinanti – nantikan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina itu.
Menantu Trump, Jared Kushner, mengumumkan pada bulan lalu, AS akan mengungkap kesepakatan tersebut setelah pemilihan umum di Israel pada bulan April. Sebelumnya, pihak berwenang Palestina menolak rencana itu, menuduh AS bias terhadap Israel.