tirto.id - Tindak kekerasan paling mematikan di Jalur Gaza sejak konflik pada 2014 silam, terjadi saat unjuk rasa pembukaan kedutaan besar (kedubes) AS di Yerusalem, Senin (14/5/2018) waktu setempat.
Para pejabat Palestina mengatakan, sebagaimana dilansir BBC, pasukan Israel telah menewaskan 55 orang dan melukai sekitar 2.700 orang dalam aksi itu.
Beberapa jam setelah AS memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengecam misi baru itu.
"Pada hari ini, pembantaian Israel terhadap orang-orang kami berlanjut di Jalur Gaza serta Tepi Barat. Hari ini adalah salah satu hari paling ganas yang disaksikan oleh orang-orang kami," kata Abbas, seperti dikutip Al Jazeera.
Mengadakan pertemuan darurat di Ramallah menyusul pembukaan tersebut, Abbas menambahkan bahwa kedutaan besar AS sama halnya dengan "pos permukiman terdepan, seperti permukiman Israel.”
Pembukaan kedutaan AS itu, menurutnya, juga merupakan "serangan terhadap kedaulatan kami [Palestina], serangan terhadap hak-hak kami yang telah mapan.”
Abbas menegaskan bahwa Palestina tidak akan terlibat dalam perundingan damai yang dimediasi oleh AS “dengan cara, kondisi, atau bentuk apapun.”
"Dengan langkah ini [pembukaan kedutaan] AS telah mengesampingkan dirinya dari proses perdamaian di Timur Tengah. Ia tidak bisa lagi bertindak sebagai mediator dan perannya tidak lagi berlaku."
Abbas juga menyatakan bahwa Israel telah melakukan “pemalsuan sejarah” karena mengklaim Yerusalem sebagai tanah leluhur mereka.
"Orang Palestina telah hidup terus menerus di tanah ini [Yerusalem]. Orang-orang kami tidak akan menyerah pada demonstrasi damai mereka sampai kami mencapai kemenangan dengan Yerusalem sebagai ibu kota kami,” jelasnya.
Kedutaan AS kini ditempatkan di kompleks yang sebelumnya adalah konsulat AS di Arnona, di tepi selatan Yerusalem. Langkah pemindahan itu dinilai telah mengangkangi perbatasan hasil gencatan senjata pra-1967 yang dikenal sebagai Garis Hijau.
Abbas juga mengutuk respons Israel terhadap kekerasan di perbatasan Gaza, yang menyebabkan sedikitnya 55 demonstran Palestina tewas dalam bentrokan.
"Kami menyerukan kepada masyarakat internasional, dan terutama negara-negara Arab dan Muslim, untuk bertindak cepat" terhadap "pembantaian yang dilakukan terhadap orang-orang damai kami," kata Abbas, sebagaimana dikutip Times of Israel.
Ia juga memerintahkan diberlakukannya pemogokan umum tiga hari untuk berkabung atas warga Palestina yang tewas di Gaza.
Kepala perundingan Palestina Saeb Erekat juga menuduh pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah "mengubur" harapan perdamaian dengan memindahkan kedutaannya.
"Kami menyaksikan hari ini, upacara perdana menteri Israel dan administrasi Presiden Trump mengubur proses perdamaian, mengubur solusi dua negara, membunuh harapan di benak rakyat Timur Tengah secara keseluruhan dengan kemungkinan damai, ”kata Erekat.
Sebelumnya, dia mengecam pemerintah AS menjelang pembukaan kedutaan. Erekat mengatakan Trump telah melanggar janji menunda memindahkan kedutaan untuk memberikan kesempatan pembicaraan perdamaian. Pemerintahan Trump, menurutnya pula, adalah "berdasarkan kebohongan."
Editor: Yuliana Ratnasari