tirto.id - Label Halal Indonesia yang ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag dan berlaku secara nasional menuai pro dan kontra di media sosial.
Kata Halal bahkan sempat menjadi trending topik di Twitter pada Minggu (13/2/2022). Melalui laman Instagramnya, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas juga menegaskan bahwa nantinya secara bertahap label halal milik Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak berlaku lagi di Indonesia.
"Di waktu-waktu yang akan datang, secara bertahap label halal yang diterbitkan oleh MUI dinyatakan tidak berlaku lagi. Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan Undang-undang, diselenggarakan oleh Pemerintah, bukan lagi Ormas," ujar Menag.
Penerapan Label Halal Indonesia ini tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal sebagai pelaksanaan amanat Pasal 37 UU Nomor 33 Tahun 2014.
Penetapan ini juga menjadi bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH. Surat Keputusan tersebut ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022, ditandatangani oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dan berlaku efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.
"Melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka BPJPH menetapkan label halal dalam bentuk Label sebagaimana yang secara resmi kita cantumkan dalam Keputusan Kepala BPJPH," ungkap Aqil Irham di Jakarta, Sabtu (12/3/2022).
Lantas apa arti dan makna filosofi dari Label Halal baru tersebut?
Arti dan Filosofi Logo Halal Indonesia
Aqil Irham menjelaskan, logo Halal Indonesia secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan. Menurutnya, bentuk dan corak yang digunakan pada Label Halal Indonesia merupakan artefak-artefak budaya yang memiliki ciri khas yang unik berkarakter kuat dan merepresentasikan Halal Indonesia.
"Bentuk Label Halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk Gunungan dan motif Surjan atau Lurik Gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas. Ini melambangkan kehidupan manusia," kata Aqil Irham seperti dilansir dari laman Kemenag.
"Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf arab yang terdiri atas huruf Ḥa, Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata Halal," lanjutnya menerangkan.
Ia menabhakna, bahwa bentuk tersebut menggambarkan semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa, dan Karya dalam kehidupan, atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.
Kemudian untuk motif Surjan juga disebut pakaian takwa mengandung makna-makna filosofi yang cukup dalam. Di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman. Selain itu motif surjan/lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda/pemberi batas yang jelas.
"Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk," imbuh Aqil Irham.
Label Halal Indonesia ini menggunakan ungu sebagai warna utama label dan hijau toska sebagai warna sekundernya.
"Ungu adalah warna utama Label Halal Indonesia. Warna ungu merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi. Sedangkan warna sekundernya adalah Hijau Toska, yang mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan," jelas Aqil Irham.
Aturan Penggunaan Label Halal Indonesia
Sekretaris BPJPH Muhammad Arfi Hatim menjelaskan bahwa label Halal Indonesia berlaku secara nasional. label ini sekaligus menjadi tanda suatu produk telah terjamin kehalalannya dan memiliki sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH.
Sehingga, pencantuman label Halal Indonesia wajib dilakukan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk.
"Label Halal Indonesia ini selanjutnya wajib dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk." kata Arfi Hatim.
Menurutnya, sebagai penanda kehalalan suatu produk, maka tempat atau lokasi pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat atau konsumen. Pencantuman label halal juga dipastikan tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, dan dilaksanakan sesuai ketentuan.
"Sesuai ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 33 tentang Jaminan Produk Halal, pencantuman label halal merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal, di samping kewajiban menjaga kehalalan produk secara konsisten, memastikan terhindarnya seluruh aspek produksi dari produk tidak halal, memperbarui sertifikat Halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir, dan melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH," tegas Arfi.
Meski begitu, Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal Mastuki mengatakan bahwa ada proses penyesuaian (adaptasi) dalam penggunaannya label tersebut.
"Penyesuaian diperlukan karena saat ini banyak produk yang beredar dengan label halal yang sebelumnya diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Bahkan, ada juga perusahaan atau pelaku usaha yang masih menyimpan stok kemasan dengan label halal MUI", jelas Mastuki di Jakarta, Minggu (13/3/2022), seperti dilansir dari laman Kemenag.
Menurutnya, penyesuaian itu setidaknya dilakukan dalam dua kategori, yaitu,
1. Produk yang telah mendapat sertifikat halal dari BPJPH per 1 Maret 2022, maka wajib bagi pelaku usaha mencantumkan label Halal Indonesia pada kemasan produk bersamaan dengan nomor sertifikat halal.
“Karena Keputusan Kepala BPJPH berlaku sejak 1 Maret, semua produk yang baru mendapat sertifikat halal bari BPJPH per tanggal itu, harus langsung gunakan label Halal Indonesia,” tegas Mastuki.
2. Untuk produk yang mendapat sertifikat halal dari BPJPH sebelum 1 Maret 2022, maka ada dua ketentuan bagi pelaku usaha, yaitu:
- Jika belum membuat kemasan produk, langsung gunakan label Halal Indonesia
- Jika sudah membuat kemasan produk, habiskan stok kemasan, dan selanjutnya segera gunakan Label Halal Indonesia.
Ketentuan ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Pasal 169 PP ini mengatur bahwa bentuk logo halal yang ditetapkan MUI tetap dapat digunakan paling lama lima tahun terhitung sejak peraturan pemerintah ini diundangkan pada Februari 2021.
Komponen dan Kode Warna Label Halal
Sekretaris BPJPH Arfi Hatim mengatakan, Label Halal Indonesia terdiri dari dua komponen, yaitu Labelgram dan Labeltype. Labelgram berupa bentuk gunungan dan motif surjan. Sedang Labeltype berupa tulisan Halal Indonesia yang berada di bawah bentuk gunungan dan motif surjan. Dalam pengaplikasiannya, kedua komponen label ini tidak boleh dipisah.
Secara detil, warna ungu Label Halal Indonesia memiliki Kode Warna #670075 Pantone 2612C. Sedangkan warna sekunder hijau toska memiliki Kode Warna #3DC3A3 Pantone 15-5718 TPX.
“Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal dan panduan teknis tentang penggunaan label halal selanjutnya dapat diakses di laman resmi BPJPH Kemenag www.halal.go.id/infopenting,” jelas Arfi.
Editor: Iswara N Raditya