tirto.id - Gita Savitri Devi atau lebih dikenal dengan nama Gitasav kembali menjadi perbincangan warganet usai menyebut warganet stunting saat berdebat di kolom komentar Instagram pribadinya.
Sebenarnya itu adalah komentar lama Gitasav di kolom komentar saat menanggapi warganet karena perbedaan pendapat. Namun, komentar Gitasav tersebut kembali diunggah oleh salah satu musisi tanah air Anji melalui akun Twitter pribadinya dan menuai perdebatan.
Dalam tangkapan layar tersebut terlihat komentar Gita, "Gw udah bacot-bacot, point yang lo bisa dapet adalah "Gita emang merasa paling benar" ya sis? Dulu lo stunting kali ya makanya agak lamban,” tulisnya.
Emosi Gita tidak mereda setelah balasan warganet yang menilai bahwa kata-kata Gita membawa stunting harusnya dipikir dulu, karena pernyataan itu bisa saja menyinggung orang lain yang tengah berhadapan dengan masalah stunting.
"Ya diurus dong anaknya jangan malah maen Instagram ngebacain komen di foto orang," tegas Gita.
"Ni orang stunting nambah satu. Freak," ucap Gita.
Perdebatan sengit antara Gita dan warganet menuai reaksi dari salah satu musisi tanah air Anji. Anji memposting tangkapan layar perdebatan Gita dan warganet di kolom komentar pada akun twitter pribadinya.
Pada postingan itu Anji membubuhkan pendapatnya. Menurutnya pilihan untuk childfree atau tidak adalah kebebasan Gita. Namun, menyeret soal stunting membuat Anji sedih.
“Saya rasa pilihan gitasav mau punya anak atau enggak sih terserah dia. Asal gak saling memaksakan pilihan. Tapi komen dia tentang stunting ini lebih membuat gundah perasaan saya. Nyesel juga buka trending. Jadi punya perasaan gak enak pagi ini.. :(,“ tulis Anji.
Lantas apa sebenarnya stunting? Apakah benar membuat orang bodoh? Bagaimana pula penyebab stunting? Berikut penjelasannya.
Pengertian dan penyebab stunting
Stunting adalah masalah kegagalan pertumbuhan akibat nutrisi yang tidak cukup atau kurang gizi pada anak. Periode krusial pemenuhan nutrisi pada anak dimulai dari masa kehamilan sampai usia anak 24 bulan.
Setelah anak berusia lebih dari dua tahun, kondisi stunting mulai terlihat. Stunting akan memberikan efek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia.
Hal utama yang menjadi penyebab terjadinya stunting ialah kekurangan gizi sejak anak berada dalam kandungan dan dengan rentan waktu yang cukup lama.
Dampak stunting adalah pertumbuhan otak dan organ lain pada anak akan terganggu, sehingga mengakibatkan anak lebih berisiko terkena diabetes, hipertensi, dan gangguan jantung.
Di samping itu, pertumbuhan otak yang tidak maksimal juga menyulitkan anak bertanggung jawab atas hidupnya sendiri kelak. Dilansir dari laman P2PTM Kemenkes RI, ciri utama stunting adalah tinggi badan anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Meskipun demikian, kondisi tubuh anak yang pendek ini seringkali disalah artikan oleh para orang tua sebagai faktor keturunan (genetik). Oleh karena itu, masyarakat banyak menganggap perkara ini remeh dan tidak ada pencegahan maupun penanganan lebih lanjut.
Mengutip laman b2p2vrp.litbang.kemenkes dijelaskan bahwa di Indonesia, angka stunting masih tinggi, berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting sebesar 24,4%. Angka tersebut masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024 yaitu 14%.
Benarkah stunting membuat anak jadi bodoh?
Stunting berefek pada perkembangan fisik anak, ini kemudian akan berpengaruh terhadap penurunan performa kerja anak.
Mengutip laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) anak stunting memiliki rerata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal.
Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan berlanjut hingga dewasa.
Sebuah studi dalam jurnal ilmiah yang dilakukan oleh Beena Koshy dkk pada 2022 bertajuk Are early childhood stunting and catch-up growth associated with school age cognition?—Evidence from an Indian birth cohort menunjukkan bahwa stunting yang persisten pada masa kanak-kanak dikaitkan dengan penurunan poin IQ 4-5 pada kognisi masa kanak-kanak pada usia 9 tahun.
Studi tersebut melakukan analisis pada 203 anak dengan rincian 94/203 (46,31%) anak mengalami stunting pada usia 2 tahun, di antaranya 39,36% mengalami kejar tumbuh pada usia 5 tahun, dan 38,30% pada usia 9 tahun. Sekitar 10% dari sample analisis merupakan anak yang tetap stunting tanpa ada proses kejar tumbuh.
Dalam analisis multivariabel, anak-anak yang mengalami stunting pada usia 2, 5 dan 9 tahun memiliki skor IQ verbal dan total intelligence quotient (IQ) yang jauh lebih rendah sebesar 4,6 poin dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mengalami stunting.
Anak-anak dengan kejar pertumbuhan setelah stunting pada usia 2 tahun memiliki skor kognisi yang lebih tinggi daripada mereka yang stunting terus-menerus selama masa kanak-kanak.
Pemulihan dari stunting pada kehidupan awal anak-anak dengan kejar pertumbuhan mencegah penurunan skor kognisi lebih lanjut pada anak-anak dibandingkan dengan anak-anak yang mengalami stunting terus-menerus.
Suplementasi nutrisi selama masa bayi akhir dan awal masa balita serta melanjutkan program suplementasi nutrisi untuk anak prasekolah dan sekolah dapat meningkatkan stunting pada masa kanak-kanak dan kemampuan kognitif pada populasi yang rentan.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Nur Hidayah Perwitasari