tirto.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan bahwa pihaknya siap melakukan uji coba senjata nuklir lagi. Trump menyebut bahwa dirinya tidak punya pilihan lain karena ada negara-negara lain yang melakukan hal serupa. Salah satu negara yang dimaksud kemungkinan besar adalah Rusia.
"Saya tidak punya pilihan, karena mereka (negara-negara lain) memilikinya," ucap Trump seperti dikutip Antara dari Sputnik, Jumat (15/11/2025).
"Kami akan melakukan uji coba nuklir seperti yang dilakukan negara lain. Kami memiliki lebih banyak senjata nuklir dibanding negara mana pun dan kami harus mengujinya," imbuhnya.
Trump menambahkan, AS adalah negara yang paling banyak punya senjata nuklir. “Rusia nomor dua, dan China jauh di posisi ketiga. Namun, dalam 4 atau 5 tahun, mereka akan sejajar dengan kami.”
Saat ini, Amerika Serikat, lanjut Trump, akan fokus dalam hal pelucutan senjata nuklir atau denuklirisasi. “Yang ingin saya lakukan denuklirisasi," ujarnya.
Pada 29 Oktober 2025 lalu, Trump telah memerintahkan Departemen Perang AS untuk meneruskan uji coba nuklir. Alasannya sama, karena ada negara lain yang sudah melakukan hal serupa. Maka, menurut Trump, AS harus mengikuti perkembangan tersebut.
Respons Rusia: Bertindak Sesuai Apa yang Dilakukan AS
Usai perintah Trump tersebut, Rusia memberikan respons. Juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Vladimir Putin akan "bertindak sesuai" jika Amerika Serikat melanjutkan uji coba senjata nuklirnya.
"Jika kita menganggap ini sebagai konfirmasi bahwa AS menarik diri dari larangan pengujian (nuklir), maka ini menegaskan niat tersebut," sebut Peskov, dikutip Antara dari Anadolu.
"Seperti yang dikatakan presiden kami, dalam hal ini, Rusia akan bertindak secara sesuai," tegasnya melanjutkan.
Putin sudah memberikan perintah baru pada 5 November 2025 lalu. Perintah Putin itu bukan untuk memulai persiapan uji coba nuklir, melainkan untuk mengumpulkan informasi dan "meneliti kelayakan" persiapan tersebut dengan mempertimbangkan langkah-langkah yang diambil oleh Trump.
Hal senada diungkapkan oleh Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Sergei Shoigu. Ia mengatakan bahwa Rusia siap mengembangkan sistem persenjataan dan pertahanan, namun tetap berusaha menahan diri agar tidak terjadi perlombaan senjata nuklir.
"Rusia siap menghadapi perkembangan apa pun, tetapi dalam situasi apa pun tidak akan membiarkan perlombaan senjata baru diprovokasi, betapa pun musuh-musuh kami menginginkannya," tandas Shoigu dalam wawancara dengan RIA Novosti.
Maka dari itu, Rusia berharap AS tetap menghormati kesepakatan yang sudah dijalankan selama ini. AS dan Rusia memang telah menyepakati New START Treaty atau Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru yang berlaku sejak 5 Februari 2011.
Perjanjian ini awalnya berakhir pada 2021, kemudian diperpanjang selama 5 tahun ke depan hingga 5 Februari 2026.
Februari 2023, Rusia menangguhkan partisipasinya dalam perjanjian tersebut. Namun, Rusia masih akan mematuhi batas jumlah hulu ledak yang ditetapkan oleh New START Treaty hingga masa perjanjian berakhir.
Masuk tirto.id

































