Menuju konten utama

Apakah Naikkan Gaji Solusi Cegah Suap di Polri?

Usulan naik gaji polisi dianggap solusi cegah suap. Namun, pengawasan lemah dan kesejahteraan non-gaji juga jadi sorotan pengamat.

Apakah Naikkan Gaji Solusi Cegah Suap di Polri?
Sejumlah anggota Polri melakukan pengamanan saat eksekusi pengosongan bangunan di Jalan Dr Soetomo No 55, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (19/6/2025). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/YU

tirto.id - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp63,7 triliun untuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran 2026. Padahal mereka menjadi instansi dengan jatah anggaran terbesar kedua pada tahun 2025, di bawah Kementerian Pertahanan (Kemhan).

Asisten Utama Kapolri Bidang Perencanaan dan Anggaran (Astamarena) Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi, Wahyu Hadiningrat, menjelaskan bahwa angka itu merupakan selisih anggaran yang belum Polri terima dari pagu indikatif yang ditetapkan pemerintah. Hal ini Wahyu sampaikan dalam rapat kerja membahas anggaran dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/7/2025),

Wahyu menjabarkan, pagu indikatif Polri tahun anggaran 2026 yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar Rp109,6 triliun, sehingga terdapat selisih kekurangan anggaran sebesar Rp63,7 triliun dari usulan awal.

“Guna mendukung rencana kerja Polri tahun 2026, Polri telah mengusulkan kebutuhan anggaran kepada Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas melalui surat Kapolri sebesar Rp173,4 triliun,” ujar Wahyu.

Dia mengungkap kalau tambahan anggaran tersebut digunakan untuk kebutuhan belanja pegawai sebesar Rp4,8 triliun, belanja barang sejumlah Rp13,8 triliun, dan belanja modal senilai Rp45,1 triliun.

Belanja pegawai diutamakan untuk gaji dan kenaikan tunjangan personel Polri dan aparatur sipil negara (ASN).

Sementara belanja barang diprioritaskan untuk meningkatkan operasional kepolisian serta pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).

Lalu belanja modal bakal dialokasikan untuk pemenuhan kendaraan listrik, kapal pemburu cepat di perbatasan, peralatan pendukung penangkapan kasus tindak pidana narkoba dan siber, layanan ruang pelayanan khusus, pembangunan mako polsek, serta pembangunan rumah dinas anggota Polri.

Ajuan itu pun mendpat tanggapan positif dari Komisi III DPR RI. Komisi yang membidangi hukum ini pun mengatakan akan “memperjuangkan” usulan tambahan yang diajukan Polri sebesar Rp63,7 triliun.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI fraksi PAN, Safiruddin Sudding, menyoroti gaji Personel Polri. Dia membandingkan pendapatan polisi-polisi di negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam.

Menurutnya, gaji polisi Indonesia yang jauh tertinggal membuka ruang yang besar terhadap potensi penyalahgunaan, jika mau disebut gamblang, “suap-menyuap”. Hal itu, menurut Sudding, akhirnya dilakukan polisi untuk mencukupi kebutuhan.

“Untuk mencapai efektivitas dan reformasi di institusi kepolisian secara optimal memang perlu ada perbaikan dari struktur pendapatan anggota,” kata Sudding dalam kesempatan itu.

(lompat ke garis waktu 1:36:19, untuk menuju pernyataan lengkap Sudding)

Berapa Gaji Polisi Saat Ini?

Sebenarnya, gaji polisi disebut pengamat tak terlalu buruk. Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengungkap selain gaji pokok, polisi juga mendapat remunerasi alias kompensasi imbalan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 49 tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024, tercantum mengenai tunjangan biaya makan yakni, “uang lauk pauk bagi anggota Polri/TNI,” sebesar Rp60.000 per hari.

Untuk gaji pokok polisi sendiri, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 2024 atas Perubahan Ketiga Belas atas Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian RI, Golongan I Tamtama memperoleh gaji paling rendah Rp1.775.000 dan paling tinggi Rp3.197.700

Sementara gaji Golongan II Bintara berada di kisaran Rp2.272.100 - Rp4.355.400, Golongan III Perwira Pertama Rp2.954.200 - Rp5.163.100 dan Golongan IV Perwira Tinggi merentang dari Rp3.553.800 - Rp6.405.500.

Namun, selain gaji pokok, polisi juga mengantongi tunjangan kinerja sesuai kelas jabatannya. Berdasarkan PP RI No. 103 tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kepolisian RI, kelas jabatan 1 mendapatkan tunjangan sebesar Rp1.968.000 dan Wakapolri memperoleh Rp34.902.000.

Jika dijumlahkan semua komponen itu, golongan dan kelas jabatan paling rendah dalam struktur Polri, seharusnya mendapat pemasukan sekitar Rp5 juta. Nilai ini berselisih sekitar Rp300 ribu dengan dengan UMR wilayah DKI Jakarta.

Peningkatan Kesejahteraan Anggota Polisi

Oleh karena itu, Bambang menilai, isu yang lebih krusial bukan menaikkan gaji, melainkan meningkatkan pelayanan publik dan memperbaiki penegakan hukum. Ia beranggapan kalau pernyataan kenaikan gaji akan mengatasi suap terlalu mensimplifikasi. Gaji rendah seharusnya tidak dijadikan alasan untuk melanggengkan praktik-praktik korupsi dalam tubuh Polri.

“Yang lebih urgen sebenarnya bukan penghasilan ya, tapi saya melihat memang perlu meningkatkan kesejahteraan bagi anggota. Kesejahteraan ini bukan hanya sekadar gaji, tetapi juga tempat tinggal. Kalau masalahnya saya melihat beberapa kali parlemen itu meningkatkan anggaran Polri, tetapi tidak menyentuh aspek kesejahteraan personel. Malah lebih fokus pada penambahan belanja modal,” ungkap Bambang lewat sambungan telepon, Kamis (10/7/2025).

HUT Ke-79 Bhayangkara

Sejumlah robot yang akan membantu tugas Polri saat gladi kotor acara Hari Bhayangkara ke-79 di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat. (FOTO/Dokumentasi Polri)

Ia khawatir belanja modal hanya dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang belum tentu dibutuhkan masyarakat, demonstrasi robot-robot polisi yang dipamerkan saat HUT Bhayangkara ke-79, misalnya.

“Daripada meningkatkan belanja modal, lebih baik negara mendorong polri untuk meningkatkan kesejahteraan anggota maupun meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Pun kenaikan anggaran untuk belanja pegawai tidak terlalu signifikan,” kata Bambang menggarisbawahi rincian alokasi tambahan anggaran yang diusulkan Polri.

Pentingnya Penguatan Pengawasan di Tubuh Polri

Lagipula penambahan gaji bukan berarti jaminan tak ada penyelewengan. Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad, bilang kalau meningkatkan gaji polisi bukan berarti bikin polisi bisa bekerja dengan baik. Sebab, ada masalah lain yang menjadi faktor; fungsi pengawasan.

Dia mengatakan sejauh ini kepolisian belum punya mekanisme pengawasan yang efektif dan ketat. Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia memang menyebut adanya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Tapi perannya kian terbatas.

"Tapi seperti kita tahu Kompolnas itu tidak punya kewenangan yang kuat, tidak punya kewenangan untuk memanggil anggota, tidak punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan, atau bahkan misalnya melakukan pemecatan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran,” ungkap Hussein kepada jurnalis Tirto, Kamis (10/7/2025).

Pada intinya, menurut dia, gaji rendah sangat berpotensi untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum, tapi itu bukan satu-satunya faktor. Penambahan anggaran baiknya dimulai dengan evaluasi terlebih dahulu; apakah selama ini realisasinya sudah tepat?

Nah, memang ada kebutuhan di Polri untuk kemudian ada penambahan (anggaran) itu. Tetapi kami masyarakat juga tidak melihat adanya penggunaan anggaran yang tepat guna di kepolisian. Penambahan anggaran itu mestinya dialokasikan misalnya dalam hal penegakan hukum, penyelidikan,” kata Hussein, serumpun dengan pernyataan Bambang dari ISESS.

Menaikkan gaji jangan dipakai untuk dalih tunggal untuk menghindari suap, sebab masih banyak masalah sistemik yang bercokol. Meski kesejahteraan polisi harus diperhatikan, penting pula untuk memastikan pengawasan efektif terhadap institusi tersebut untuk mencegah praktik-praktik korupsi.

REVISI UU TERORISME KOMPOLNAS

Anggota Kompolnas Andrea H. Poeloengan (kiri), Bekto Suprapto (kedua kiri) Poengky Indarti (kedua kanan) dan Benedictus Bambang Nurhadi (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan tentang revisi UU Teroris, Pelibatan TNI dan Peran BNPT serta isu lainnya di Kantor Kompolnas, Jakarta, Jumat (2/6). ANTARA FOTO/Reno Esnir

Hussein dari Imparsial, mendorong revisi UU Polri yang tidak bicara soal penguatan kewenangan Polri. Fokus seharusnya ke arah penguatan pengawasan, baik di level internal lewat Kompolnas dan eksternal melalui DPR.

“Nah itu harus ada penguatan, ada perubahan yang lebih signifikan, terutama dalam penguatan kewenangan Kompolnas. Di mana-mana lembaga pengawas itu tidak boleh hanya sifatnya rekomendasi. Kalau sifatnya rekomendasi, ya artinya boleh dilakukan, boleh tidak dilakukan. Kompolnas harus memiliki daya paksa,” ungkapnya.

Hussein juga menekankan soal komitmen soal akuntabilitas dari pimpinan Polri. Hal-hal yang bermasalah harus diadili secara terbuka. DPR pun harus berkaca diri bahwa ini juga akibat dari lembaganya sebagai pelulus kebijakan, yang tidak mampu menyelesaikan masalah sistemik ini.

Baca juga artikel terkait GAJI POLISI atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - News Plus
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Alfons Yoshio Hartanto