tirto.id - Anggaran untuk Kepolisian Republik Indonesia alias Polri pada tahun depan mengalami peningkatan fantastis. Polri berada di urutan kedua sebagai kementerian/lembaga dengan jumlah anggaran terbesar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Polri mendapat jatah sebanyak Rp126,62 triliun dari total Rp2.701,44 triliun belanja RAPBN 2025.
Anggaran Polri untuk tahun depan memang mengalami peningkatan pesat jika dibandingkan anggaran 2024 dengan jumlah Rp114,76 triliun. Sejumlah pihak mempersoalkan jumbonya anggaran kepolisian di tahun pertama pemerintahan baru. Anggaran gemuk Polri disebut tak sejalan dengan peningkatan profesionalisme dan akuntabilitas performa aparat polisi.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur, menyatakan anggaran jumbo Polri dalam RAPBN 2025 mengundang tanda tanya besar. Pasalnya, kenaikan anggaran untuk institusi kepolisian hampir terus terjadi tanpa ada evaluasi yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Apakah ini rencana menjadikan Indonesia sebagai negara kepolisian (police state)? Jika dibandingkan dengan anggaran lain seperti sektor pendidikan dan kesehatan, itu justru turun dan jauh,” kata Isnur kepada reporter Tirto, Kamis (12/9/2024).
Isnur memandang, seharusnya pemerintah menambah anggaran pendidikan dan kesehatan sebab menjadi sektor yang berdampak langsung terhadap masyarakat. Terlebih, biaya untuk pendidikan dan layanan kesehatan masih cenderung mahal sehingga membebani rakyat.
Dengan pemerintah dan DPR mengerek anggaran polisi, kata Isnur, terlihat jelas bahwa paradigma yang tengah dibangun negara adalah persoalan keamanan. Alhasil, seakan-akan pemerintah memprioritaskan urusan keamanan sebagai pengaturan kehidupan masyarakat ke depan.
“Ini problematik sekali di tengah ancaman kekerasan aparat terjadi di mana-mana,” ujar Isnur.
Cara pandang seperti itu dianggap keliru di tengah persoalan profesionalisme aparat polisi yang masih buram. Isnur memaparkan, saat ini saja pendekatan keamanan yang dilakukan Polri terhadap warga sipil masih sering diiringi brutalitas dan tindakan represif.
Teranyar, polisi mengamankan aksi demonstrasi penolakan revisi UU Pilkada bulan lalu di sejumlah daerah seperti Jakarta, Bandung, Semarang, hingga Makassar dengan cara yang represif. Isnur memandang polisi masih melakukan tindakan kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebih dalam menangani kebebasan berekspresi masyarakat sipil.
Isnur juga menyoroti kasus-kasus polisi yang terlibat tindakan kriminal. Seperti kasus Ferdy Sambo yang tega membunuh anak buahnya serta kasus Teddy Minahasa yang tersandung kasus narkoba. Ditambah kasus tewasnya bocah bernama Afif Maulana di Padang, Sumatra Barat, yang diduga mengalami kekerasan oleh polisi sebelum meregang nyawa.
Semestinya, ujar Isnur, anggaran kepolisian justru dievaluasi dan mendapatkan kontrol ketat sebelum disetujui pemerintah dan DPR. Fungsi DPR dan pemerintah dipandang lesu karena minim mengawasi penggunaan anggaran Polri yang berpotensi tidak tepat sasaran.
“Banyak sekali negara lain cara mengevaluasi kepolisian adalah dengan defund, dengan melakukan cek dan kontrol terhadap anggaran,” tegas Isnur.
Sebelumnya, sinyal anggaran Polri akan mengalami peningkatan sudah muncul saat Juni lalu. Saat rapat dengan Komisi III DPR, Selasa (11/6/2024), Polri mengajukan penambahan bujet Rp60,64 triliun kepada DPR. Alasannya, Polri cuma dapat pagu anggaran pada 2025 sebesar Rp104,67 triliun.
Kala itu, pertimbangan penambahan anggaran kepolisian diajukan dengan dalih sebagai upaya mitigasi perkembangan lingkungan strategis global, regional, dan nasional; peningkatan harkamtibnas, melanjutkan reformasi birokrasi; serta tingginya kejahatan jiwa, harta benda dan perdagangan orang.
Selain itu, sebagai pencegahan dan penanganan peredaran gelap narkotika; tingginya angka kejahatan konvensional dan transnasional; berkembangnya kejahatan siber; penguatan SDM Polri 4.0, dan masih banyak sederet pertimbangan lainnya. Jika ditotal, maka saat itu Polri mengajukan total anggaran untuk tahun 2025 sebesar Rp162,15 triliun.
Evaluasi Penggunaan Anggaran
Peneliti ISESS bidang kepolisian, Bambang Rukminto, menilai penambahan anggaran Polri bukan soal tepat atau tidak tepat dilakukan. Menurutnya, yang harus dikritisi publik justru isu penggunaan anggaran tersebut apakah efektif, efisien, dan mampu dipertanggungjawabkan.
Bambang menyebut, peningkatan anggaran kepolisian sebetulnya tidak menjadi persoalan di tengah bertambahnya kebutuhan.
Misalnya, kata dia, semakin bertambahnya personel polisi tentu semakin bertambah juga kebutuhan untuk mendukung operasionalnya. Sayangnya, Bambang melihat justru masalah utama penggunaan anggaran kepolisian terjadi di sisi efisiensi.
“Anggaran Polri tahun 2024 banyak hal yang harus dievaluasi terutama soal efisiensi anggaran. Contoh misalnya penggunaan anggaran yang masih kedodoran atau tidak efisien ya seperti pembelian almatsus [peralatan material khusus],” kata Bambang kepada reporter Tirto, Kamis.
Efisiensi belanja anggaran Polri seharusnya mendapatkan evaluasi dan kontrol. Bambang mencontohkan, seperti tindakan Polri membeli pesawat bekas berjenis Boeing 727-800 NG dengan nomor registrasi P-730 senilai Rp995 miliar dari Irlandia. Selain itu, kata dia, ada temuan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) soal tertutupnya pengadaan senjata gas air mata.
Sebagai informasi, hasil investigasi ICW dan Trend Asia dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (lpse.polri.go.id) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), didapati bahwa Polri melakukan lima kali pembelian gas air mata antara Desember 2023 dan Februari 2024.
Total pembelian senjata ini mencapai nilai USD12,1 juta atau Rp188,9 miliar dari uang pajak masyarakat. Tersebar di dua unit kerja: Korps Brigade Mobil Polri dan Badan Pemeliharaan Keamanan Polri.
Sejak Agustus 2023 lalu, ICW bersama KontraS dan Trend Asia menuntut Polri membuka kontrak pembelian gas air mata dengan mengajukan permohonan informasi. Namun, Polri menolak membuka informasi itu. Mereka meniai sikap ini mengindikasikan adanya informasi yang ditutupi Polri.
“Saya malah melihatnya penambahan anggaran yang tidak efektif dan efisien tadi malah melahirkan arogansi ya, karena pembelian almatsus seperti senjata gas air mata memunculkan arogansi,” ujar Bambang.
Bambang menilai, peningkatan anggaran Polri masih belum sejalan dengan meningkatnya kinerja aparat kepolisian di tengah masyarakat. Idealnya, kata Bambang, peningkatan anggaran polisi tidak menjadi soal jika dapat dibuktikan dengan berubahnya paradigma dan meningkatnya profesionalitas Polri.
“Jangan untuk beli almatsus tetapi untuk mengubah kultur kepolisian terkait pendidikan kurikulum dan pelatihan kepolisian. Jadi harapannya akan mengubah kultur kepolisian,” sebut Bambang.
Pekerjaan rumah saat ini, kata Bambang, belum ada lembaga tersendiri atau terpisah dari Polri yang mengawasi dan mengontrol anggaran Korps Bhayangkara. Kepolisian melakukan seluruh aspek penganggaran, mulai dari perencanaan, penggunaan sekaligus pengawasan, serta aspek penegakan hukum. Akibatnya terjadi potensi tumpang tindih dan potensi konflik kepentingan.
“Polri kan di bawah presiden, jadi nyaris tidak ada lembaga penyeimbang. Jadi kepolisian bisa merumuskan anggarannya, menggunakan anggarannya, dan sekaligus pengawas anggaran sendiri,” jelas Bambang.
Sementara itu, Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, menilai anggaran Polri tahun depan begitu besar sehingga patut dipertanyakan mengingat banyaknya catatan dugaan pelanggaran hak asasi manusia dilakukan aparat. Polisi, kata dia, kerap melakukan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus.
Catatan KontraS, sepanjang Juli 2023-Juni 2024, terdapat 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri. 645 peristiwa kekerasan tersebut menyebabkan 759 korban luka dan 38 korban tewas.
“Mulai dari tindak penyiksaan hingga penggunaan kekuatan berlebih dalam membubarkan massa aksi,” kata Andi kepada reporter Tirto, Kamis.
Andi menyampaikan bahwa institusi kepolisian seharusnya dievaluasi secara menyeluruh atas kinerjanya selama ini. Faktanya, kata dia, anggaran besar yang dikucurkan selama ini tidak berhasil meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas Polri.
Parlemen, ucap Andi, seharusnya tidak begitu saja meloloskan terus-menerus pengajuan anggaran jumbo Polri. Sebelum diberikan anggaran, perlu ada reformasi mendasar di tubuh Polri agar mengedepankan penegakan hukum yang berkeadilan. Serta, polisi didorong terus mengedepankan akuntabilitas berkaca dari pelanggaran prosedur yang dilakukan aparat.
“Ini mencerminkan masalah sistemik dalam tubuh kepolisian masih belum terselesaikan,” ujar Andi.
Sebelumnya, Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran Polri, Irjen Pol Wahyu Hadiningrat, menyebut bahwa pagu anggaran sebesar Rp126 triliun tersebut sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Polri bakal menjabarkan anggaran tersebut ke dalam lima program antara lain program peningkatan profesionalisme SDM Polri, program penyelidikan tindak pidana, dan program modernisasi alat material khusus (almatsus).
“Tentunya kami mengucapkan terima kasih karena jumlah tersebut mengalami 7,34% dari alokasi anggaran 2024,” kata Wahyu dalam konferensi pers RAPBN serta Nota Keuangan TA 2025 di Aula CBB, kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Pada tahun ini dan tahun depan, ucap Wahyu, pelaksanaan tugas Polri banyak dipengaruhi dinamika strategi global, regional, dan nasional yang semakin kompleks. Sejalan dengan hal itu, harapan dari masyarakat terhadap profesionalisme kepolisian juga semakin tinggi.
Terdapat enam sasaran prioritas Polri ke depan, yakni meliputi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat secara proaktif, menegakkan hukum secara transparan legal, humanis, setara, serta meningkatkan budaya integritas kejujuran pada setiap tugas Polri.
"Tentu anggaran tersebut akan kami gunakan untuk mengawal seluruh program pemerintah dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” pungkas Wahyu.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fahreza Rizky