Menuju konten utama
Ferdy Sambo Dipecat

Apa Itu PTDH yang Dialami Ferdy Sambo dalam Sidang Kode Etik Polri?

Apa itu PTDH yang dialami Ferdy Sambo dalam sidang Kode Etik Polri terkait kasus kematian Brigadir J?

Apa Itu PTDH yang Dialami Ferdy Sambo dalam Sidang Kode Etik Polri?
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (kanan) bersiap keluar ruangan usai mengikuti sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Divisi Propam Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8/2022) dini hari. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

tirto.id - Irjen Ferdy Sambo dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) oleh Komisi Kode Etik Polri, dalam sidang kode etik yang digelar secara pararel sejak Kamis, (25/8/2022) pukul 09.25 WIB hingga Jumat dini hari pukul 01.50 WIB.

Sambo dipecat dari institusi Polri karena dianggap melakukan pelanggaran berat Kode Etik Profesi Polri, yakni tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Ketua Komisi Kode Etik Polri Komjen Ahmad Dofiri saat membacakan putusan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8/2022) dilansir dari Antara.

Dalam sidang yang digelar selama 12 jam tersebut, terdapat saksi-saksi yang berjumlah 15 orang. Mereka di antaranya adalah perwira Polri yang terlibat pelanggaran kode etik tidak profesional menangani tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga.

Mengutip Antara, sebanyak 13 saksi di antaranya berstatus sedang menjalani penempatan khusus, di antaranya Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Sementara itu, dua saksi lainnya diperiksa dari luar patsus. Atau anggota Polri tidak menjalani penempatan khusus.

Di hadapan komisi sidang, Ferdy Sambo mengakui dan menyesali semua perbuatan yang telah dilakukan. Ferdy juga mengajukan haknya untuk mengajukan banding dan siap dengan segala putusannya.

"Kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang kami. Izinkan kami ajukan banding, apapun putusan banding kami siap menerima," kata Sambo.

Apa Itu PTDH?

PTDH atau pemberhentian dengan tidak hormat adalah sebuah sanksi pemecatan terhadap anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Profesi Polri.

Sebelum dilakukan PTDH bagi anggota kepolisian, maka harus didasari dengan beberapa alasan kuat atau yang sangat tidak bisa ditoleransi.

Menurut Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, salah satu sanksi pelanggaran kode etik yang dijatuhkan kepada anggota polisi yang melakukan pelanggaran adalah pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH. Berikut isi peraturannya.

Pasal 21

(1) Anggota Polri yang dinyatakan sebagai Pelanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi Pelanggaran KEPP berupa:

a. perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;

b. kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;

c. kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan;

d. dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun;

e. dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun;

f. dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang- kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau

g. PTDH sebagai anggota Polri.

(2) Sanksi Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g merupakan sanksi administratif berupa rekomendasi.

3) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dikenakan kepada Pelanggar KEPP yang melakukan Pelanggaran meliputi:

a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri;

b. diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Polri;

c. melakukan usaha atau perbuatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan perbuatan yang menentang Negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia;

d. melanggar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan dan/atau KEPP;

e. meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut;

f. melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas kepolisian, antara lain berupa:

1. kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan sengaja dan berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap sesama anggota Polri, penggunaan kekuasaan di luar batas, sewenang-wenang, atau secara salah, sehingga dinas atau perseorangan menderita kerugian;

2. perbuatan yang berulang-ulang dan bertentangan dengan kesusilaan yang dilakukan di dalam atau di luar dinas; dan

3. kelakuan atau perkataan di muka khalayak ramai atau berupa tulisan yang melanggar disiplin.

g. melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya;

h. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik yang diketahui kemudian telah menduduki jabatan atau menjadi anggota partai politik dan setelah diperingatkan/ditegur masih tetap mempertahankan statusnya itu; dan

i. dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri.

(4) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dapat dikenakan terhadap Terduga Pelanggar yang melakukan Pelanggaran sebagaimana dimaksud pasal 6 sampai dengan pasal 16 peraturan ini.

Adapun dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada pasal 1 disebutkan bahwa:

Pasal 1

(4) Etika Profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap Anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan, dan kepribadian.

(5) Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.

(6) Komisi Kode Etik Polri yang selanjutnya disingkat KKEP adalah suatu wadah yang dibentuk di lingkungan Polri yang bertugas memeriksa dan memutus perkara dalam persidangan pelanggaran KEPP sesuai dengan jenjang kepangkatan.

(7) Sidang KKEP adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh Anggota Polri.

(8) Pelanggaran adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh Anggota Polri yang bertentangan dengan KEPP.

Ferdy Sambo Terancam Hukuman Mati

Dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, kelima tersangka yakni Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, KM, Irjen Pol Ferdy Sambo, dan Putri Candrawathi disebut memiliki peran masing-masing.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyatakan, menurut perannya masing-masing penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

Kemudian berdasar pemeriksaan Tim Khusus (Timsus), tidak ditemukan tembak-menembak antara Brigadir Yosua dan Bharada Richard Eliezer.

Bahkan agar terkesan terjadi baku tembak, Sambo menembak dinding berkali-kali menggunakan senjata milik Yosua. Kejadian itu berlangsung pada Jumat, 8 Juli 2022, di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Baca juga artikel terkait FERDY SAMBO DIPECAT atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Hukum
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Iswara N Raditya