Menuju konten utama

Apa Itu Halal Bihalal, Tujuan dan Awal Mula Istilahnya?

Halal bihalal adalah silaturahmi dan memiliki makna saling maaf-memaafkan yang umumnya dilakukan pada momen setelah Ramadan atau Hari Raya Idulfitri.

Apa Itu Halal Bihalal, Tujuan dan Awal Mula Istilahnya?
Ilustrasi Halal Bihalal. Foto/iStock

tirto.id - Halal bihalal adalah istilah yang kerap digunakan oleh sebagian besar orang ketika ingin mengadakan pertemuan usai perayaan Hari Raya dan umumnya sering dikaitkan dengan Hari Raya Idulfitri.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah halalbihalal artinya adalah hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan yang biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang dan merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia atau disebut juga silaturahmi.

Halal Bihalal Adalah Silaturahmi

Sebagian orang mungkin menganggap istilah halalbihalal berasal dari bahasa Arab, padahal berdasarkan sebagian besar cerita, istilah ini lahir dari spontanitas KH Wahab Hasbullah.

KH Abdul Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama yang berpandangan modern dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Disebutkan bahwa istilah halalbihalal adalah kreasi kolaborasi Kiai Wahab Hasbullah dengan Bung Karno pada tahun 1948 ketika mereka sedang berdiskusi untuk mencari solusi ancaman disintegrasi bangsa oleh kelompok DI/TII dan PKI.

Saat itu, Kiai Wahab memberi usulan untuk mengadakan silaturahmi nasional, dan ini dianggap Bung Karno sebagai ide bagus, hanya saja istilahnya harus dimodifikasi agar bisa menjadi ekstravaganza, yang kemudian muncul ide untuk menyebutnya sebagai halalbihalal.

Maksud dan arti yang ingin dirujuk adalah masing-masing pribadi saling memberikan kehalalan atas kesalahan-kesalahan yang terlanjur sudah diperbuat.

Tujuan Halal Bihalal

Dalam ajaran Islam, halalbihalal ini merupakan ajaran yang menekankan sikap persaudaraan, kebersamaan, persatuan dan saling berbagi kasih sayang terutama sesudah Hari Raya Idulfitri.

Dalam momen halalbihalal, biasanya orang akan saling maaf memaafkan, baik secara individu maupun kelompok yang tujuannya antara lain untuk menghormati sesama manusia dalam bingkai silaturahmi.

Quraish Shihab dalam "Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" seperti dikutip laman NU Online, menyebutkan tiga aspek pemahaman halalbilahal yang diusulkan Wahab Hasbullah.

Pertama, dari segi hukum fikih, halalbihalal menurut tinjauan hukum fikih menjadikan sikap yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi jika para pelaku halalbihalal secara lapang dada dapat saling maaf-memaafkan.

Kedua, dari sisi bahasa atau linguistik, istilah halalbihalal antara lain bermakna menyelesaikan masalah atau meluruskan benang kusut atau mencairkan sesuatu hal yang membeku.

Dalam hal ini, seorang akan memahami tujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus menjadi tersambung kembali ketika ada peristiwa saling maaf-memaafkan, yang umumnya terjadi saat Lebaran, sehingga seseorang menemukan hakikat Idulfitri.

Serta ketiga, halalbihalal dalam tinjauan Qur’ani, menurut Quraish Shihab, merupakan tuntutan halal yang thayyib, yang baik, dan menyenangkan.

Dengan kata lain, Al-Qur’an menuntut agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap Muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak.

Halalbihalal dimaksudkan tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan orang lain, tetapi juga lebih dari itu yakni berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya.

Secara keseluruhan halalbihalal menuntut para pelaku yang terlibat di dalamnya agar menyambung hubungan yang putus, mewujudkan keharmonisan dari sebuah konflik, dan berbuat baik secara berkelanjutan.

Menurut jurnal "Makna Halal Bihalal" yang ditulis Astrida, halalbihalal termasuk salah satu tradisi muslim Indonesia yang bermakna Islam adalah agama toleransi, yang mengedepankan pendekatan hidup rukun dengan semua agama.

Halalbihalal memiliki pesan agar semua orang dapat selalu selalu berbuat baik dengan mau memaafkan kesalahan orang lain yang pernah berbuat kesalahan padanya, sehingga tercipta suasana rukun dan damai.

Meski demikian, silaturahmi dalam halalbihalal yang dilakukan sebaiknya tidak hanya sebatas simbol kepedulian dan ajang pencitraan untuk memenuhi agenda tahunan Idulfitri, tapi memang perlu diniatkan dan ikhlas dalam melakukannya.

Baca juga artikel terkait HALAL BIHALAL atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Addi M Idhom