Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Jenis Penyakit Hati dalam Islam yang Perlu Diwaspadai

Penyakit hati dalam Islam, penyakit hati menurut Islam, obat penyakit hati, dan macam-macam penyakit hati dalam Islam.

Jenis Penyakit Hati dalam Islam yang Perlu Diwaspadai
Ilustrasi Orang Sombong. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Dalam Islam, terdapat sejumlah penyakit hati yang berbahaya bagi individu yang mengidapnya.

Penyakit hati ini berdampak buruk pada keimanan dan ketakwaan seorang muslim, bahkan dapat mengantarkannya pada dosa yang dibenci Allah SWT.

Pada dasarnya, penyakit hati yang dimaksud Islam berbentuk figuratif atau tidak menyasar maksud sebenarnya.

Penyakit hati yang dimaksud bukanlah penyakit liver, hepatitis, dan lain sebagainya, tetapi lebih kepada sakit spiritual-emosional.

Artinya, jika seseorang mengidap penyakit hati, maka keadaan tersebut akan terjewantah pada perilaku atau akhlak tercela individu bersangkutan.

Dasarnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW:

“Ketahuilah, di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, baiklah tubuh seluruhnya, dan apabila daging itu rusak, rusaklah tubuh seluruhnya. Ketahuilah olehmu, bahwa segumpal daging itu adalah kalbu [hati],” (H.R. Bukhari).

Dalam uraian "Induk-induk Akhlak Tercela" yang diterbitkan Kementerian Agama RI, dijelaskan mengenai macam-macam penyakit hati yang perlu diwaspadai sebagai berikut:

1. Cinta Dunia

Penyakit hati dalam bentuk cinta dunia dilakukan dengan menganggap harta benda adalah segalanya.

Keadaan ini lahir dari kurangnya iman sehingga ia menganggap bahwa dunia adalah tujuan akhir dari kehidupan. Karenanya, kesenangan dunia adalah hal yang ia perjuangkan dan akhirat menjadi lalai terlupakan.

Penyakit cinta dunia ini adalah pangkal kemunduran umat Islam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

“ ... 'Akan datang suatu masa umat lain akan memperebutkan kamu ibarat orang-orang lapar memperebutkan makanan dalam hidangan,' Sahabat bertanya, 'Apakah lantaran pada waktu itu jumlah kami hanya sedikit, Wahai Rasulullah?'. Dijawab oleh beliau, 'Bukan, bahkan sesungguhnya jumlah kamu pada waktu itu banyak, tetapi kualitas kamu ibarat buih yang terapung-apung di atas laut, dan dalam jiwamu tertanam kelemahan jiwa,' Sahabat bertanya, 'Apa yang dimaksud kelemahan jiwa, Ya Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Cinta dunia dan takut mati'," (H.R. Abu Daud).

Cinta dunia dapat membuat seseorang lalai pada Allah SWT, menganggap remeh ibadah dan syariat-syariat Islam.

Hal ini disebabkan cinta dunia merupakan pangkal dari penyakit-penyakit hati lainnya, seperti sifat rakus, tamak, bangga, angkuh, sombong, dan lain sebagainya.

2. Iri Dengki atau Hasad

Sifat iri dengki ini merupakan penyakit emosional yang harus diwaspadai. Bagaimanapun juga, orang yang punya sifat ini selalu memandang bahwa yang dimiliki orang lain lebih baik dan menarik dari yang dimilikinya.

Akibatnya, bukannya bersyukur, ia malah mengeluh dan berpandangan negatif pada orang lain.

Sebenarnya, dilansir dari laman UIN Malang, sifat iri ini tidak selamanya buruk karena terbagi menjadi dua, yaitu iri yang melahirkan kompetisi sehat (al-munafasah) dan iri yang melahirkan kompetisi tidak sehat (al-hiqd wal hasad).

Yang menjadi penyakit hati adalah sikap iri yang kedua karena dapat menimbulkan persepsi buruk pada orang lain (suudzon) dan merenggangkan persaudaraan umat Islam.

Nabi Muhammad SAW mewanti-wanti umatnya agar menjauhi sifat iri dengki ini berdasarkan sabdanya:

“Jauhilah olehmu sifat dengki, sesungguhnya dengki itu akan memakan kebajikan sebagaimana api memakan kayu bakar,“ (H.R. Abu Daud)

3. Sombong dan Membanggakan Diri

Sifat sombong dan membanggakan diri ini asalnya adalah sifat Iblis. Hal ini tergambar dalam Alquran surah Al-A'raf ayat 12:

"[Allah] berfirman, 'Apakah yang menghalangimu [sehingga] kamu tidak bersujud [kepada Adam] ketika Aku menyuruhmu?' Iblis menjawab, 'Aku lebih baik dari pada dia, Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah," (Q.S. Al-A'raf [7]: 12).

Sifat sombong dan membanggakan diri ini punya konsekuensi buruk, di antaranya adalah membatalkan pahalanya di sisi Allah SWT. Hal ini disebabkan Allah SWT tidak menerima amalan kebajikan kecuali dengan niat ikhlas karena-Nya.

Sifat membanggakan diri sendiri ini punya kaitan erat dengan sikap narsistik. Ketika seseorang merasa bahwa ia lebih baik dan sempurna dalam segalanya, maka akibatnya, ia menolak kritik dari orang lain.

Jikapun ia gagal, maka ia akan melempar alasan kegagalannya itu kepada orang lain, rekan, atau keadaan yang tak bisa dihadapinya.

4. Riya atau Suka Pamer

Penyakit hati yang lain adalah sifat riya atau suka pamer. Jika berkaitan dengan amal ibadah, maka sifat riya ini muncul dari maksud memperoleh pujian atau pandangan baik dari orang lain.

Secara umum, riya terbagi menjadi dua bentuk, yaitu riya dalam niat dan riya dalam perbuatan.

Pertama, riya dalam niat dilakukan dengan maksud yang tidak ikhlas kepada Allah SWT atau karena mengharapkan pandangan positif dari orang lain.

Orang riya ini melakukan perbuatan yang disisipi harapan agar dilihat, didengar, atau memperoleh pamor baik di mata orang lain.

Akibatnya, esensi perbuatan atau ibadah yang dilakukan menjadi pincang dan amal perbuatannya ditolak, serta malah diganjar dengan dosa. Hal ini bersandar pada sabda Nabi Muhammad SAW:

“Sesungguhnya sahnya segala perbuatan itu bergantung pada niatnya,” (H.R. Muslim).

Kedua, riya dalam perbuatan yang dilakukan dengan mengharapkan perhatian dari orang lain melalui tindak-tanduk terlihat atau terdengar oleh orang lain.

Sebagai misal, jika ia mengimami salat, maka bacaannya diperbagus sedemikian rupa agar orang lain memujinya.

Riya perbuatan juga dapat dilakukan dengan menunda suatu ibadah, misalnya memasukkan uang ke kotak amal hanya dilakukan jika ada orang lain yang melihat, sedangkan jika dilakukan di tempat sepi, ia tidak akan beramal.

Saking ditegaskan agar umat Islam waspada terhadap riya, Nabi Muhammad SAW mengategorikan riya ini sebagai syirik kecil dalam sabdanya sebagai berikut:

"... 'Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil,' Sahabat bertanya: 'Apakah syirik kecil itu Rasulullah?' Rasulullah SAW menjawab: 'Riya’," (H.R. Ahmad).

Riya disebut syirik kecil karena menyalahi tujuan ibadah yang hanya dilakukan untuk mengharap rida Allah SWT. Sedangkan pelaku riya menyimpang dari tujuan tersebut, yaitu melakukan ibadah dengan harapan dipuji orang lain.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT HATI atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno