tirto.id - Hari Raya Idul Fitri sering kali dimaknai dengan momen berkumpul bersama keluarga. Di Indonesia misalnya, terdapat tradisi yang akrab disebut dengan mudik. Dengan geografis Indonesia yang tersebar menjadi banyak wilayah, pulang ke kampung halaman menjelang hari raya Lebaran sudah sangat melekat dan menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya.
Akan tetapi, di masa pandemi ini, banyak masyarakat Indonesia yang tidak bisa melakukan mudik. Selain mudik, Indonesia juga mengenal tradisi halalbihalal dan saling memaafkan. Dalam hal ini, tradisi yang dilakukan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri oleh seluruh umat muslim di berbagai penjuru dunia, berbeda-beda.
Tradisi Idul Fitri di Berbagai Negara
Tradisi perayaan Idul Fitri di berbagai negara lain juga unik. Seperti misalnya di Cina, tradisi dalam merayakan hari lebaran dilakukan dengan membersihkan makam leluhur dan menghidangkan makanan seperti mi khas Cina, Mi La Mian di area tersebut.
Sementara itu, umat muslim di Afrika Selatan terbiasa melakukan tukar kado dengan sanak saudara atau kerabat dekat. Makanan khas Afrika Selatan yang dihidangkan pada hari lebaran bernama Samosas dan Tagin/Tagines.
Di negara-negara Arab, tradisi yang berbeda juga dilakukan. Arab Saudi tradisi yang biasa dilakukan yaitu mengadakan pertunjukkan seni dan menghias rumah. Selain itu acara makan bersama kerabat dekat dengan segala olahan daging domba atau dengan makanan khas bernama Ouzi.
Serupa dengan Arab Saudi, Abu Dhabi juga sangat kental dengan kegiatan kesenian. Selain itu mereka juga memanfaatkan waktu cuti bersama dengan berwisata ke tempat hiburan, melakukan kuliner, dan pesta. Umat muslim di Abu Dhabi biasanya merayakan Idul Fitri sepanjang hari hingga malam di taman bermain dan wahana musik biasanya para pengunjung juga diberikan akses gratis untuk masuk ke area wahana tersebut.
Perayaan Idul Fitri di Turki tidak jauh berbeda dengan negara muslim lainnya. Pada Hari Raya Idul Fitri, semua umat muslim Turki akan melakukan salat Id di Masjid Sultan Ahmed atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Biru. Di Turki, anak-anak akan berkeliling mengunjungi rumah-rumah warga sekitar untuk mendapatkan kudapan manis dari pemilik rumah. Makanan khas dalam perayaan ini adalah Baklava.
Dalam laman Insipriration Rehlat, dijelaskan pula orang Turki memiliki tradisi yaitu menyebut seluruh festival yang dirayakan secara nasional sebagai "bayram". Mereka biasanya menyapa satu sama lain dengan "Bayraminiz mübarek olsun" ("Semoga Bayram Anda diberkati") atau "Bayraminiz kutlu olsun" ("Semoga Bayram Anda diberkati").
Sementara itu, di lansir dari laman Egypt Today, di Mesir selepas salat Id seluruh umat muslim menantikan balon warna warni yang dijatuhkan dari atas di Masjid El-Seddik, Kairo. Di Mesir, kunjungan keluarga dianggap suatu keharusan pada hari pertama dan dua hari lainnya untuk mengunjungi tempat-tempat hiburan, seperti bioskop, teater, atau pantai. Sharm El Sheikh dianggap sebagai tempat favorit untuk menghabiskan liburan di Mesir.
Sejarah Perayaan Hari Idul Fitri
Pada hakikatnya, pelaksanaan meriah pada saat Hari Raya Idul Fitri ini ada kaitannya dengan kemenangan umat muslim di perang Badar. Karen Amstrong dalam karyanya, Muhammad: Biography of the Prophet menjelaskan, kemenangan umat muslim dalam perang ini dilihat dari jumlah pasukan yang timpang.
Dampak dari perang ini juga cukup besar, yaitu Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin yang selama ini menjadi sasaran cemoohan, berbalik mendapat kepercayaan diri dan kehormatan dari berbagai kalangan. Meskipun beberapa pendapat juga mengatakan bahwa perayaan pada Idul Fitri sejatinya tidak hanya lahir dari latar historis kemenangan Perang Badar.
Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa jauh sebelum ajaran Islam turun, masyarakat Arab sudah memiliki dua hari raya yang berasal dari zaman Persia Kuno, yakni Nairuz dan Mahrajan. Perayaan tersebut dilakukan dengan melakukan pesta.
Seiring turunnya kewajiban menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan pada tahun ke-2 Hijriah. Kemudian turun pula hadis Nabi, “Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.”
Maka perayaan idul Fitri dapat pula diartikan sebagai kemenangan setelah melaksanakan ritual puasa di bulan suci Ramadhan dan keberhasilan di Perang Badar.
Penulis: Nika Halida Hashina
Editor: Agung DH