tirto.id - Isu mengenai penggunaan hak angket DPR RI dan pemakzulan Presiden Jokowi mulai dibunyikan usai kisruh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap sebagai karpet merah untuk Gibran Rakabuming Raka maju Pilpres 2024.
Anggota DPR RI fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, mengusulkan penggunaan hak angket terhadap MK pada Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II MPR/DPR/DPD RI di Senayan, Jakarta pada Selasa, 31 Oktober 2023.
Masinton mengatakan bahwa keputusan MK pada 16 Oktober lalu merupakan tragedi yang dialami oleh konstitusi. Keputusan MK itu, Masinton bilang, adalah tirani konstitusi. Padahal, kata dia, hukum dasar konstitusi adalah roh dan jiwa semangat sebuah bangsa.
Masinton juga dengan tegas mengatakan bahwa pendapatnya bukan atas kepentingan partai politik dan dia tidak sedang bicara soal calon presiden dari kubu mana pun.
Di hadapan ketua umum DPR RI, Puan Maharani, Masinton berpendapat bahwa mereka harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh DPR RI, dia dengan lantang mengajukan hak angket terhadap MK. Lantas, apa sebenarnya hak angket itu?
Apa Itu Hak Angket yang Dimiliki DPR RI?
Mengutip laman resmi DPR RI, hak angket merupakan hak yang dimiliki DPR RI untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak angket merupakan hak DPR RI untuk menjalankan fungsinya. Adapun fungsi DPR RI yaitu diatur dalam Pasal 20A UUD 1945 Ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan, Ayat (2), berbunyi:
“Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.”
May Lim Charity dalam Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 14 No. 03 - September 2017 : 245 - 254 menjelaskan, penggunaan hak angket berkaitan dengan proses penyelidikan ketatanegaraan bukan penyelidikan sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP, meskipun menggunakan nomenklatur yang sama. Tentu dengan mempertimbangkan rumusan secara sistematis dari maksud penggunaan hak angket tersebut.
Jika melihat maksud dari pada penggunaan hak angket dapat dilihat dalam Pasal 164 ayat (4) huruf b dan c Peraturan Tata Tertib No 1 Tahun 2014 menyatakan, hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPR RI untuk menyatakan pendapat atas tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum, baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Isu Pemakzulan Presiden Jokowi
Isu pemakzulan atau pemberhentian Presiden Jokowi saat dalam masa jabatannya pertama kali disinggung oleh anggota DPR RI dari fraksi PKS, Mardani Ali Sera, pada Selasa, 31 Oktober 2023, dia menyebutkan bahwa jika Presiden Jokowi terbukti turut ikut campur tangan dalam Pilpres 2024, maka menurut Mardani, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi.
Lebih lanjut, Mardani mengatakan bahwa cawe-cawe Presiden Jokowi berbahaya sekali karena menabrak banyak hal. Cawe-cawe alias campur tangan yang berlebihan ini, kata Mardani, bisa membuat banyak hal menjadi tidak jurdil, padahal syarat Pemilu adalah jurdil.
Menanggapi isu pemakzulan Presiden Jokowi itu, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, mengatakan pada Sabtu, 4 November 2023 bahwa pemakzulan Presiden adalah urusan politik di DPR.
Jimly juga mengatakan bahwa Presiden boleh saja dimakzulkan, banyak sekali alasan Presiden dimakzulkan. Namun demikian Jimly mengingatkan bahwa pemakzulan Presiden itu sangat sulit untuk dilakukan.
Dia bilang, pemakzulan itu lebih sulit dari perubahan UUD, kourumnya harus 2/3, kemudian keputusannya 3/4. Maka, tidak mungkin pemakzulan dilakukan menjelang Pemilu.
Polemik Putusan MK yang Memantik Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi
Diberitakan sebelumnya, dalam putusan pada Senin, 16 Oktober 2023, MK mengubah klausul “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” menjadi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”
Dengan demikian, batu sandungan utama Gibran terkait usia sudah tersingkir, dia yang saat ini masih berusia 36 tahun namun sedang menjabat sebagai Wali Kota Surakarta bisa bertarung dalam Pilpres 2024.
Keputusan MK tersebut menuai komentar negatif dari berbagai pihak. Pasalnya, tidak sedikit yang beranggapan bahwa keputusan uji materi itu tidak lain merupakan karpet merah yang sengaja dipersiapkan agar Gibran bisa maju sebagai Cawapres.
Tudingan permainan relasi kuasa pun tidak bisa dielakkan, sebab seperti diketahui, Ketua MK Anwar Usman merupakan Paman dari Gibran atau ipar dari Presiden Joko Widodo.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menuding ada skenario besar di balik putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi usia capres-cawapres. Mu'ti mengaku tidak terlalu kaget dengan keputusan itu karena ada unsur lain di luar hukum yang mempengaruhi putusannya.
"Keputusan MK sudah saya dengar, saya secara personal tidak begitu kaget karena sepertinya sudah ada skenario besar yang pada akhirnya gugatan untuk perubahan itu tidak akan dikabulkan tetapi akan diambil ‘jalan tengah’, yang penting dia punya pengalaman memimpin, itu sudah saya duga sejak lama," kata Mu'ti dalam keterangannya secara daring pada Selasa, 17 Oktober 2023.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto