Menuju konten utama

Apa Isi Perjanjian Nuklir AS-Rusia: Dikritik Biden dari Putin?

Berikut isi perjanjian nuklir New Start antara Amerika Serikat dengan Rusia. 

Apa Isi Perjanjian Nuklir AS-Rusia: Dikritik Biden dari Putin?
Presiden Rusia Vladimir Putin mengangkat tangan saat berpidato dalam sidang pleno Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Rusia, Jumat (3/9/2021). ANTARA FOTO/Alexander Zemlianichenko/Pool via REUTERS/HP/djo

tirto.id - Presiden Vladimir Putin mengumumkan bahwa Rusia menangguhkan partisipasi perjanjian kontrol senjata nuklir utama New Start, antara Amerika Serikat dan Rusia. New Start merupakan sebuah perjanjian pengendalian senjata nuklir oleh dua kekuatan nuklir terbesar di dunia, AS dan Rusia.

Seperti diberitakan NBC News, pada 21 Februari 2023, Putin mengatakan, Rusia tidak akan menjadi yang pertama menggunakan senjata nuklir. Hanya saja, Amerika dan sekutunya sebagai pihak yang memulai perang Rusia dengan Ukraina.

"Dalam hal ini, saya terpaksa menyatakan bahwa Rusia menangguhkan partisipasinya dalam perjanjian kontrol senjata nuklir New Start," ucap Putin dalam pidatonya dikutip The Guardian.

Deklarasi Putin yang menanggungkan perjanjian kontrol nuklir langsung dikecam oleh Presiden AS Joe Biden. Hal itu disampaikan ketika tiba di Istana Kepresidenan Polandia di Warsawa.

"Itu sebuah kesalahan besar" kata Biden sebelum pertemuan dengan para pemimpin negara-negara Eropa Timur yang tergabung dalam Bucharest Nine dan Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg.

Isi Perjanjian Senjata Nuklir antara AS dengan Rusia

Perjanjian nuklir itu ditandatangani oleh Presiden AS Barack Obama dan mitranya dari Rusia, Dmitry Medvedev, pada tahun 2010. Perjanjian New Start membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dapat digunakan oleh AS dan Rusia.

Sebab, Amerika Serikat dan Rusia memiliki 90 persen senjata nuklir dunia. Seperti dikutip The Washington Post, perinciannya adalah, Amerika Serikat mempunyai 1.420 hulu ledak dan 659 sistem peluncuran strategis yang dikerahkan pada 1 September 2022, demikian menurut Departemen Luar Negeri AS.

Sementara Rusia mempunyai 1.549 hulu ledak yang dikaitkan dengan 540 peluncur strategis yang dikerahkan. Jika digabungkan, kedua negara itu menyumbang sekitar 90 persen senjata nuklir dunia.

Dengan dominannya kepemilikan senjata nuklir tersebut, maka untuk mengontrol senjata nuklir dibuatlah sebuah perjanjian dari dua negara tersebut. Adapun isi perjanjiannya adalah:

  • Pada masa pemerintahan Barack Obama dan mitranya dari Rusia, Dmitry Medvedev, pada tahun 2010, perjanjian New Start membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dapat digunakan oleh AS dan Rusia.
  • Pada masa pemerintahan Donald Trump, Amerika Serikat menarik diri dari Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF), yang ditandatangani pada tahun 1987 oleh Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev. Serta perjanjian Open Skies, di mana lebih dari 30 negara saling memberikan akses ke wilayah udara untuk mengumpulkan informasi tentang kegiatan militer.
  • Masa pemerintahan Biden memutuskan untuk tidak masuk kembali ke dalam Perjanjian Open Skies karena khawatir Moskow tidak mengambil langkah-langkah untuk mematuhi perjanjian tersebut. Namun, perjanjian New Start yang dimulai pada tahun 2010 terus dilanjutkan. Perjanjian itu diperpanjang hingga tahun 2021, setelah Joe Biden menjabat.
Di bawah perjanjian New Start, Moskow dan Washington berkomitmen untuk mengerahkan tidak lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir strategis dan maksimum 700 rudal dan pesawat pengebom jarak jauh.

Masing-masing pihak dapat melakukan hingga 18 inspeksi situs senjata nuklir strategis setiap tahun untuk memastikan bahwa pihak lain tidak melanggar batas-batas perjanjian.

Pada tahun 2020, perjanjian tersebut ditunda karena pandemi Covid-19. Pembicaraan antara Moskow dan Washington melanjutkan untuk memperpanjang perjanjian kontrol senjata nuklir dijadwalkan akan berlangsung pada November 2022 di Mesir.

Tetapi Rusia menundanya. Sampai sekarang, perjanjian kontrol senjata nuklir New Start belum dibahas kembali. Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov, mengatakan pada awal Februari bahwa negaranya tetap berkomitmen pada tujuan perjanjian New START.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Sulthoni

tirto.id - Politik
Kontributor: Sulthoni
Penulis: Sulthoni
Editor: Alexander Haryanto