Menuju konten utama

Anggaran Jumbo Pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali

Klaim mendongkrak pariwisata dan investasi, yang belum tentu akurat, selalu jadi gula-gula dari pertemuan tahunan ini.

Anggaran Jumbo Pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali
Anggota satuan pengamanan berjaga di sekitar kawasan yang akan menjadi tempat berlangsungnya pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Senin (1/10/2018). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/kye/18.

tirto.id - Indonesia sedang berduka. Dua gempa besar di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah meluluhlantakkan segala rupa bangunan serta kehidupan ribuan orang. Banyak yang kehilangan rumah, harta benda lain, dan orang-orang yang dikasihi.

Kontras dari itu, di Bali, mulai hari ini hingga 14 Oktober, pemerintahan Joko Widodo menggelar pertemuan internasional mentereng yang membicarakan persoalan kemiskinan, pembangunan, dan isu-isu global lain.

Beberapa pihak—sebagian besar adalah politikus—ingin acara ini dibatalkan, atau setidaknya diundur. Akan lebih baik bila uang yang dipakai untuk acara tersebut buat penanganan dan pemulihan bencana, demikian komentar tipikal. Namun, pertemuan tetap digelar. Uang sudah dianggarkan dan dibelanjakan sejak jauh-jauh hari; hotel-hotel sudah dipesan; wajah Bali kembali dipercantik.

Pertemuan itu adalah IMF-World Bank Annual Meeting 2018.

Peserta konferensi tahunan yang pertama kali diselenggarakan pada 1947 ini adalah orang-orang penting, dari menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 189 negara, CEO industri keuangan, hingga anggota parlemen.

Dua tahun setelah ditetapkan sebagai tuan rumah pada 10 Oktober 2015 lewat proses seleksi, pemerintah segera menyiapkan pasukan khusus untuk mempersiapkan segalanya. Banyak menteri dilibatkan dalam susunan panitia nasional, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2017.

Presiden Joko Widodo yang langsung jadi pengarah; sementara ketua panitianya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN juga masuk dalam jajaran pengurus. Mereka bertanggung jawab untuk urusan pengamanan.

Acara ini disokong anggaran yang tak bisa dibilang sedikit. Setidaknya, menurut klaim terakhir, uang yang dialokasikan buat pertemuan ini mencapai Rp855,5 miliar; terdiri anggaran tahun 2017 sebesar Rp45.415.890.000 dan anggaran tahun 2018 sebesar Rp810.174.102.550.

Tak semua uang sebanyak itu berasal dari APBN. Sebesar Rp137 miliar adalah kontribusi dari Bank Indonesia. Sisanya, Rp672,59 miliar, dari saku Kemenkeu (APBN). Pagu yang ditetapkan BI berkurang setelah pada Agustus 2018 ada rencana mengalokasikan hingga Rp243 miliar.

"Uang Kemenkeu dari APBN. BI ya uang BI sendiri [uang BI tidak berasal dari APBN]. Tapi realisasinya tergantung harga yang dikeluarkan," kata Peter Jacobs, Ketua Satuan Tugas Bank Indonesia untuk Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia tersebut, kepada Tirto, Mei lalu.

Rp855,5 miliar jadi nominal teranyar yang dikutip banyak media. Sebelumnya, muncul banyak versi: ada yang mengutip angka Rp841 miliar, Rp817 miliar, Rp868 miliar, dan bahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pernah menyebut angka Rp1,1 triliun. Itu hanya untuk biaya operasional. Belum termasuk untuk keperluan lain semisal uang untuk memperbaiki dan membuat infrastruktur.

Susiwidjiono, Ketua Pelaksana Harian Annual Meeting IMF-World Bank, mengatakan kepada Tirto bahwa perbedaan nominal tersebut wajar-wajar saja. Sebab, semua memang serba cepat dan berubah-ubah. Penyebabnya: panitia sendiri menyesuaikan biaya perkiraan dengan kondisi di lapangan seperti harga pasar; atau, karena diminta oleh tim IMF-Bank Dunia yang secara reguler memantau persiapan pertemuan dengan mengecek langsung ke Indonesia.

"Ada yang mengutip awal-awal perkiraan anggaran. Itu belum diskusi. Tim besar mereka datang. [Setelah evaluasi dan diskusi] berubah lagi konsepnya," kata Susiwidjiono, yang juga menjabat staf ahli di Kemenkeu.

Sulit menemukan mata anggaran yang menyebut secara spesifik mengenai pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali dalam APBN.

Mata anggaran yang tertera di sana masih gelondongan seperti "program pengawasan", "program pendidikan dan pelatihan", dan sejenisnya. Pun ketika menukik ke dokumen Laporan Realisasi Anggaran Tingkat Kementerian Negara/Lembaga. Mata anggaran juga masih kasar semisal "belanja gaji dan tunjangan", "belanja barang operasional," dsb. Begitu juga bila melihat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Mengenai ini, Susiwidjiono menyebut bahwa komponen biayanya memang dirinci dalam beberapa bagian yang terpisah, semisal mata anggaran "belanja jasa" dan "belanja modal".

"Beberapa bagian yang besar disatukan," katanya.

Lebih dari yang Dikatakan

Data yang dapat diakses publik adalah pagu anggaran yang ditetapkan dalam proyek yang ditender, atau dengan kata lain: melibatkan pihak ketiga. Realisasi anggaran kemungkinan besar bakal berada di bawah pagu yang ditetapkan tersebut.

Informasi mengenai ini terekam dalam situs Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Kementerian Keuangan (dan panitia nasional secara umum) bukan pihak yang secara langsung mengorganisir pertemuan. Kemenkeu menyerahkannya pada event organizer (EO) bernama PT Pactoconvex Niagatama. EO inilah yang mengurus tetek bengek pertemuan hingga detail yang paling kecil.

Kemenkeu mengalokasikan anggaran sebesar Rp633.929.991.600 pada pagu 2017-2018.

EO Pactoconvex menang setelah mengalahkan 69 peserta tender lain, yang ditetapkan pada 10 April 2017 setelah mengikuti seleksi selama satu bulan sejak 17 Maret 2017.

Pactoconvex bukan perusahaan tanpa cela, meski sering menggelar acara bertaraf internasional. Tahun 2014, perusahaan ini disebut-sebut dalam kasus korupsi yang dilakukan Sudjadnan Parnohadiningrat, mantan Sekjen Departemen Luar Negeri. Sudjadnan bertanggung jawab atas selisih nilai dari pengeluaran yang sebenarnya dalam laporan pertanggungjawaban 12 konferensi internasional. Sudjadnan dihukum 2 tahun 6 bulan atas perbuatannya.

Pactoconvex, dalam kasus ini, adalah salah satu penyelenggara konferensi. Manajer Pactoconvex Niagatama Iffa Kusuma Putri berkata para pejabat Kemenlu, terutama bawahan Sudjadnan, "sering minta kuitansi kosong setelah acara."

Jadi, apa yang dianggarkan Kemenkeu untuk Pactoconvex?

Dalam dokumen Rapat Ringkasan Kebutuhan Anggaran yang dibahas pada 3 Maret 2017 yang diterima Tirto, uang itu diperkirakan bakal dialokasikan untuk sebelas keperluan.

"Dokumen itu adalah angka yang dibahas di DPR. Pagu itu maksudnya maksimalnya segitu," kata Chief of Organisational Transformation Officer Kemenkeu Adi Budiarso sekaligus sekretaris tim harian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 kepada Tirto.

Anggaran terbesar digunakan untuk membuat ruang acara dan ruang publik, termasuk di seluruh Nusa Dua, semenarik mungkin. Juga peralatan kantor dan ruangan pers. Jumlahnya mencapai Rp403.334.481.000.

Kemudian ada lagi untuk branding, termasuk membikin umbul-umbul, papan pengumuman, dan lain-lain, sebesar Rp32.322.631.000.

Ada pula perkiraan anggaran untuk iklan sekaligus menyewa konsultan komunikasi sebesar Rp15.703.428.000; Voyage to Indonesia—acara, lokakarya, dan konferensi berseri sebesar Rp2.764.000.000; transportasi (hanya untuk biaya angkutan ke tempat-tempat yang telah dipersiapkan, tidak termasuk pergi ke tempat lain) Rp24.002.990.000; liaison officer (termasuk seragam, pelatihan, transportasi, perlengkapan, konsumsi dan akomodasi) sebesar Rp29.2909.800.000.

Anggaran untuk jamuan makan malam dialokasikan Rp54.057.092.100; kesekretariatan (termasuk konsumsi dan akomodasi panitia) Rp18.294.750.000; biaya pengamanan dan keadaan darurat Rp31.058.050; kesehatan Rp15.246.000.000; koordinasi dengan sekretaris bersama pertemuan Rp3.066.870.000; serta terakhir logistik dan kartu identitas sebesar Rp4.788.899.500.

Selain untuk penyelenggara acara PT Pactoconvex Niagatama, Kemenkeu mengalokasikan dana Rp43.549.779.000 pada APBN 2018 untuk proyek yang dinamakan "Dukungan Konektivitas serta Infrastruktur TIK Pertemuan Tahunan IMF-WB TA 2018". Lelang yang berakhir pada 11 April 2018 itu dimenangkan PT Telekomunikasi Indonesia.

Dalam keterangan tertulisnya, Adi Budiarso mengatakan ada anggaran lagi untuk "Pengadaan Perangkat Infrastruktur Jaringan Kemenkeu". Jumlah pagunya Rp16.534.447.000.

Dengan demikian, anggaran yang dialokasikan Kemenkeu untuk tiga proyek yang dilelang mencapai Rp694.014.217.600.

Ini belum termasuk anggaran yang tidak dilelang untuk keperluan sekretariat Tim Perencanaan Indonesia sebesar Rp161,57 miliar (selisih total alokasi anggaran dan pagu untuk proyek pihak ketiga).

Jumlah panitia yang bakal datang ke Bali sekitar 200 sampai 250 orang. Selain untuk kebutuhan panitia, uang yang dialokasikan dari Bank Indonesia secara spesifik bakal digunakan untuk sewa tempat bagi rapat-rapat dalam pertemuan itu.

Sementara untuk tempat tinggal selama pertemuan, para peserta bakal mengurusnya sendiri. Panitia dari Indonesia, kata Adi Budiarso, "hanya memfasilitasi menetapkan hotel resmi", yang jumlahnya sebanyak 21 hotel.

Maka, total uang dari kementerian keuangan dan bantuan Bank Indonesia, antara proyek yang ditender dan non-tender, mencapai Rp855.589.992.550

Apa berhenti sampai situ? Tidak.

Pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali ini melibatkan banyak instansi. Selain Kemenkeu dan BI, kementerian pariwisata dan kementerian perhubungan mengalokasikan anggarannya.

Ada tiga proyek yang dilelang kementerian pariwisata untuk memuluskan pertemuan dengan total pagu anggaran Rp4.982.248.000. Proyek pertama sebesar Rp2,3 miliar untuk "Promosi Pariwisata Indonesia di Washington DC". Uang ini dipakai untuk mendirikan booth 'Wonderful Indonesia' dan segala perlengkapannya di Spring Meeting IMF-WBG 2018 di Washington pada 16-22 April 2018.

Ada lagi alokasi anggaran untuk "Pembuatan Film Promosi IMF 2018" sebesar Rp1 miliar dari Pagu APBN 2017.

Terakhir, ada anggaran untuk "Belanja Jasa Lainnya Promosi Paket Wisata" sebesar Rp1.682.248.000. Uang ini bakal dipakai untuk menyiapkan promosi paket wisata ke lebih dari tujuh destinasi unggulan Indonesia. Juga bakal dipakai untuk menyajikan "atraksi demo batik dan menyajikan kopi Indonesia" saat pertemuan berlangsung.

Anggaran selanjutnya ditemukan di Kementerian Perhubungan. Pada laman LPSE Dephub, tertera satu proyek yang ditender berkaitan dengan pertemuan IMF-Bank Dunia tersebut. Nama proyeknya, "Dukungan Kegiatan Penyelenggaraan Pertemuan Tahunan IMF." Alokasi anggarannya di APBN 2018 sebesar Rp17 miliar. Pemenangnya PT CIPTA ESA UNGGUL, perusahaan jasa konsultan, dengan harga terkoreksi jauh lebih rendah: Rp2.727.738.200.

"Kami juga menyiapkan 50 unit bus untuk mobilitas peserta, kemudian menyiapkan dermaga penyeberangan dan manajemen lalu lintas sehingga pergerakan delegasi dari hotel ke tempat sidang akan lancar," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiadi kepada Tirto.

Selain yang telah disebutkan itu, ada pula pembangunan pelbagai infrastruktur di Bali, termasuk menyelesaikan proyek patung Garuda Wisnu Kencana, yang disebut-sebut untuk menyukseskan pertemuan.

Luhut Binsar Pandjaitan, pada 18 Agustus, berkata infrastruktur ini memang dipercepat jelang pertemuan tapi "sekaligus untuk dipakai seterusnya."

Beberapa infrastruktur yang dimaksud adalah pembangunan underpass Simpang Tugu Ngurah Rai (dengan pagu Rp209.710.000.000); rekonstruksi Jalan Jimbaran-Uluwatu (Rp19.200.000.000); rekonstruksi Jalan Klungkung-Penelokan-Ulundanu (Rp25.900.000.000); dan rekonstruksi Jalan Batas Kota Singaraja-Mengwitani (Rp21.900.000.000).

Semua dana itu dialokasikan dari pos Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Jadi, total pagu anggaran pada APBN 2017 dan 2018 berdasarkan informasi yang ditemukan pada LPSE dan biaya yang tak dilelang pada pos Kemenkeu-BI mencapai Rp944.781.950.550.

Jumlah ini bakal melambung jika memasukkan anggaran untuk "mempercantik" tujuh destinasi wisata utama Indonesia. Angkanya mencapai Rp5,38 triliun, menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya pada 4 September 2017.

Infografik HL Indepth IMF WB

Klaim-Klaim Pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani paham bahwa bakal ada yang tidak sepakat dengan pertemuan, atau minimal menganggap anggarannya terlalu besar. Ia mencoba menarik simpati publik. Salah satunya mengatakan berkali-kali bahwa dana yang dikeluarkan pemerintah lebih kecil dibandingkan dari anggaran negara lain yang pernah menyelenggarakan pertemuan yang sama.

Ia menyebut empat negara: Peru, penyelenggara pertemuan tahunan IMF-Bank pada 2015; Jepang (2012), Turki (2009); dan Singapura (2006).

Menurutnya Peru menghabiskan uang hingga Rp2,29 triliun (termasuk mendirikan lima pusat pertemuan), Jepang sebesar Rp1,1 triliun; Turki sebesar Rp1,25 triliun (hanya untuk pembangunan Istanbul Congress Center); dan Singapura sebesar Rp994,4 miliar.

"Kalau dibanding Indonesia, ini [Peru] dua kali lipat," ujar Sri Mulyani, 4 Oktober 2017.

Sri Mulyani tak menyebut dari mana sumber datanya. Ia tidak menjelaskan apakah nominal itu dikonversi dengan kurs sekarang atau tidak.

Namun, jika angka anggaran itu memang benar, perbandingan kasar seperti itu sebetulnya kurang tepat. Bagaimanapun, kondisi keuangan masing-masing negara jelas berbeda. Tanpa melihat kondisi keuangan negara masing-masing, maka perbandingan itu bakal anakronistik.

Akan lebih adil bila biaya pengeluaran untuk pertemuan dipersentasekan dengan jumlah belanja pada tahun yang sama.

Agar seragam, mari asumsikan kurs yang dipakai adalah kurs pada 1 Januari pada tahun penyelenggaraan yang tertera di sini dan di sini. Maka, biaya yang dihabiskan jika dikonversi ke dolar AS menjadi: Peru US$183,2 juta, Jepang US$121 juta, Turki US$111,25 juta, dan Singapura US$102,03 juta.

Sementara, menurut data Bank Dunia, anggaran pendapatan dan belanja negara Peru pada tahun penyelenggaraan pertemuan sebesar US$24,942 miliar, Jepang US$1,256 triliun, Turki US$101,662 miliar, Singapura US$15,221 miliar, dan Indonesia (khusus anggaran 2018) Rp2.220,7 triliun.

Jika melihat persentase anggaran tahunan dan jumlah uang dikeluarkan untuk pertemuan, khususnya dari pos Kemenkeu-BI (Rp810,1 miliar), maka bisa disimpulkan bahwa pernyataan Sri Mulyani bahwa anggaran Indonesia lebih kecil dari negara lain tak sepenuhnya tepat.

Anggaran pemerintah Indonesia untuk pertemuan mencapai 0,036 persen dari total APBN 2018. Angka ini memang lebih rendah dari Peru (0,735 persen), Singapura (0,67 persen), dan Turki (0,109 persen). Namun, jika dibandingkan Jepang, anggarannya lebih tinggi. Jepang hanya mengalokasikan 0,009 persen dari total anggaran negara untuk pertemuan.

Argumen lain untuk menepis pihak yang kontra terhadap pertemuan adalah janji-janji mengenai keuntungan yang bakal diperoleh.

Dokumen Indonesia sebagai Tuan Rumah Penyelenggaraan Annual Meetings IMF-World Bank 2018 (PDF) menyebut beberapa keuntungan Indonesia sebagai tuan rumah: promosi pencapaian Indonesia dalam menerapkan reformasi dan demokrasi; promosi ketahanan nasional dan kemajuan ekonomi Indonesia pasca krisis Asia; dan menunjukkan kepemimpinan dan komitmen Indonesia dalam pembahasan isu global.

Tiga hal itu sebetulnya sulit dikuantifikasi.

Salah satu yang bisa diukur adalah pariwisata. Dokumen itu menyebut pertemuan dapat meningkatkan jumlah wisatawan. Klaim ini jelas belum terbukti, tapi bisa dilihat dari apa yang dialami negara lain. Klaim bahwa jumlah turis bakal meningkat setelah pertemuan juga dikatakan pemerintah negara yang pernah menyelenggarakan pertemuan.

Statistik Bank Dunia menunjukkan, meski mengalami peningkatan satu tahun sebelum pertemuan hingga satu tahun setelah pertemuan, angkanya tak signifikan.

Contohnya Singapura. Pada 2005 atau satu tahun sebelum pertemuan, jumlah wisatawan mancanegara mencapai 7,079 juta orang. Ketika pertemuan, angkanya naik jadi 7,588 juta orang. Namun, satu tahun setelahnya, hanya 7,957 orang, alias kenaikannya lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Demikian juga Turki. Pada 2008, wisman mencapai 29,792 juta orang. Angkanya naik jadi 30,187 orang pada 2009 dan 31,364 orang setahun setelahnya. Meski naik, tapi angkanya masih kalah signifikan dibandingkan kenaikan pada 2007. Pada tahun itu wisman yang berkunjung ke Turki mencapai 26,122 juta, naik signifikan ketimbang tahun sebelumnya (18,916 juta orang).

Lagi pula, tren wisata empat negara tersebut memang positif dalam 10 tahun terakhir (2006-2016), kecuali Turki yang pariwisatanya anjlok pada 2016, kemungkinan besar karena pada tahun itu terjadi kudeta militer.

Bagaimana dengan Indonesia?

Tahun 2006 jumlah wisman baru mencapai 4,871 juta, tapi dua tahun lalu telah tembus 11,519 juta orang.

Capaian positif pariwisata Indonesia berbanding lurus dengan Bali. Sejak peristiwa Bom Bali II tahun 2005, jumlah wisman selalu naik tiap tahun. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik menyebut pada 2017 angkanya mencapai 5,69 juta (rata-rata 15.800-an orang per hari, setengah dari jumlah delegasi yang bakal berada di sana selama tujuh hari), atau naik 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Klaim lain soal investasi. Menkeu Sri Mulyani berkata pertemuan ini bakal berdampak pada investasi Indonesia. Bank Dunia juga mengatakan hal serupa. Sekretaris Media Bank Dunia David Theis mengatakan pada Februari 2018 bahwa pertemuan ini kesempatan baik terbaru bagi Indonesia untuk mencari investor baru.

Masalahnya, mencari investasi tak semudah membalikkan telapak tangan. Dan, jadi tuan rumah pertemuan internasional tidak lantas membuat negara-negara atau institusi lain langsung tertarik menanamkan uang. Dalam hal ini, Peru dan Turki adalah contoh terbaik.

Menurut data Bank Dunia, investasi asing langsung Peru ketika menyelenggarakan pertemuan sebesar 4,372 persen dari total GDP. Namun, setahun setelahnya, alih-alih naik, justru turun jadi 3,571 persen.

Begitu pula dengan Turki. Dari 1,573 persen dari GDP pada 2009 menjadi 1,427 persen pada 2010. Malah, setahun kemudian, kembali turun jadi 1,404 persen. Sementara Jepang dan Singapura, sebaliknya, mengalami kenaikan.

Dari apa yang telah dialami oleh negara-negara lain, agaknya pemerintahan Jokowi terlalu berlebihan menaburkan gula-gula demi menutupi suara yang skeptis atas pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali.

Baca juga artikel terkait PERTEMUAN IMF atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Fahri Salam