tirto.id - Pernyataan pengamat ekonomi Jake Van Der Kamp dalam kolom Morning Post barangkali akan membuat panas kuping. Van Der Kamp dalam tulisan opininya yang berjudul Sorry President Widodo, GDP rankings are economists’ equivalent of fake news, menyatakan bahwa Indonesia bukan berada di peringkat tiga dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi.
Kolom tersebut merespons dari beberapa pernyataan Presiden Jokowi yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik ketiga di dunia. "Kita termasuk ketiga tertinggi dunia setelah Cina, India," kata Jokowi, dalam sambutan saat silaturahmi dengan peserta Rapat Pimpinan Nasional PAN di Hotel Bidakara Pancoran Jakarta Selatan, Minggu (13/11/2016).
Pernyataan tersebut kembali diutarakan Jokowi saat berada di luar negeri. Di Darling Harbor Theatre International Convention Center Sydney, Australia, Minggu (26/2/2017). Jokowi sempat membandingkan Indonesia dengan negara lain. Pertumbuhan ekonomi Indonesia disebutnya jauh lebih baik karena ada negara yang anjlok hingga 100 persen.
"Ini patut disyukuri karena masih di atas lima persen," katanya.
Lalu, di manakah sebenarnya posisi ekonomi Indonesia?
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF), dilihat secara total global, Indonesia berada di posisi ke-32 dunia untuk tingkat pertumbuhan ekonomi 2016. Nauru menempati posisi pertama dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 10,36 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2015, tingkat pertumbuhan ekonomi Nauru sebesar 2,81 persen dibandingkan 2014.
###Grafik 35 Negara
Indonesia menempati posisi ke-32 dengan tingkat pertumbuhan ekonomi pada 2016 adalah 5,02 persen. Sedangkan, peringkat ke-3 dunia untuk tingkat pertumbuhan ekonomi ditempati oleh Ethiopia dengan nilai 7,96 persen.
Namun, agar lebih setara, membandingkan pertumbuhan ekonomi antara negara dapat dilihat berdasarkan tingkat pendapatan (income-level). Berdasarkan penggolongan yang dilakukan IMF, Indonesia masuk dalam kategori Emerging and Developing Asia. Pada kategori ini saja, Indonesia bahkan tidak berada di peringkat ke-3. Indonesia hanya menempati posisi ke-11 dalam hal pertumbuhan ekonomi 2016.
Untuk kategori ini, posisi pertama ditempati oleh Kamboja dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,02 persen dibandingkan 2015. Sedangkan, posisi ke-3 ditempati oleh Bangladesh dengan tingkat pertumbuhan 6,92 persen untuk periode yang sama. Posisi Indonesia sendiri berada dibawah Vietnam yang memiliki tingkat pertumbuhan 2016 sebesar 6,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Bila dibandingkan dengan negara yang masuk dalam kategori emerging economy, yaitu Brazil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, atau yang dikenal dengan nama BRICS, Indonesia memang menempati posisi ke-3. Posisi pertama ditempati oleh India dengan pertumbuhannya sebesar 6,83 persen pada 2016.
Sedangkan, posisi terakhir ditempati oleh Brazil yang mencatatkan pertumbuhan negatif 3,60 persen pada 2016. Tak hanya Brazil, Rusia pun mencatatkan pertumbuhan negatif 0,25 persen pada periode yang sama.
Membandingkan pertumbuhan ekonomi dapat juga dilakukan melalui pendekatan population-based. Berdasarkan negara yang memiliki karakteristik dengan jumlah penduduk besar, dalam hal ini lebih dari 200 juta penduduk, Indonesia juga menempati posisi ke-3 pada 2016. Posisi pertama ditempati oleh India dan diikuti oleh Cina pada posisi ke-2 dengan pertumbuhan sebesar 6,70 persen pada 2016.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada 2016 mencapai 5,02 persen, mengalahkan Amerika Serikat. Pada 2016, tingkat pertumbuhan di Amerika tercatat hanya 1,62 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meski demikian, Amerika Serikat bagaimana pun masuk sebagai negara maju.
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya digunakan untuk melihat peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan suatu negara. Di atas kertas, jika pertumbuhan ekonomi tumbuh positif, maka kesejahteraan di negara tersebut semakin meningkat. Namun, di sisi lain, karena pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan persentase perubahan nilai produk domestik bruto (PDB) dari tahun sebelumnya, maka nilai ini sebenarnya belum mampu menggambarkan peningkatan maupun penurunan kesejahteraan secara riil yang terjadi di masyarakat.
Khususnya di Indonesia dengan kondisi geografis dan sosial yang sangat berbeda di setiap daerahnya, pertumbuhan ekonomi ini masih tidak sejalan dengan ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Karenanya, sudah saatnya pemerintah tak lagi membandingkan pertumbuhan ekonomi dengan negara lain melainkan melihat perbandingan indikator kesejahteraan yang lebih detail, seperti tingkat pengangguran, kemiskinan, dan daya beli masyarakat.
Meskipun pertumbuhan Indonesia lebih tinggi dari Amerika Serikat, Jepang bahkan Singapura, bukan berarti Indonesia lebih sejahtera dibandingkan negara tersebut.
Penulis: Dinda Purnamasari
Editor: Suhendra