tirto.id - Uly Siregar merasa galau. Warga negara Indonesia yang bermukim di Amerika Serikat ini sedang merasa tak nyaman dengan jumlah teman yang semakin banyak di Facebook. Saat ini, teman Facebook Uly sudah mencapai 1500 dan masih ada lima ratusan permohonan pertemanan yang tak dikonfirmasi.
Persoalannya sederhana. Selain menggunakan Facebook untuk bersuara soal isu-isu terkini, Uly kerap berbagi kisah keseharian serta foto-foto diri dan keluarganya. Mulai dari makanan yang dimasak, keusilan anak-anaknya, suami yang sedang ngambek, sampai cerita tentang si Britney anjing piaraannya, sering menghiasi dinding Facebook-nya. Tapi kini, dengan jumlah teman yang kian banyak, Uly jadi ragu membagikan hal-hal pribadi semacam itu.
“[Akun ini] jadi terlalu besar untuk ruang pribadiku. Aku kepikiran untuk memindahkan pos-pos pribadiku ke Path… atau, apa aku perlu membikin grup kecil yang punya akses terhadap pos-pos personalku? Aku mulai tak nyaman membagi foto-foto anakku pada terlalu banyak orang,” tulisnya.
Unggahan Pribadi Merosot
Uly tak sendirian. Banyak lagi orang yang semakin merasa tak nyaman berbagi hal-hal yang sifatnya pribadi di Facebook. Satu per satu meninggalkan kebiasaan mengunggah status di Facebook. Tentu saja ini menjadi masalah besar bagi Facebook.
Media yang berfokus dalam bidang teknologi, The Information, menunjukkan data rahasia yang dimilikinya perihal penurunan konten personal ini. Jumlah keseluruhan konten Facebook turun sebesar 5,5% mulai pertengahan tahun 2014 hingga pertengahan tahun 2015. Tapi penurunan angka total konten itu belum apa-apa dibanding turunnya status dan unggahan orisinal, yang benar-benar berasal dari pengguna dan bukan kiriman tautan.
Dari data itu, konten orisinal menurun sebanyak 21% mulai pertengahan tahun 2014 hingga pertengahan tahun 2015. Angka tersebut jelas mengkhawatirkan bagi Facebook. Sebab, konten pribadilah yang paling mengundang keterlibatan dari pengguna lain.
Seseorang yang dinding Facebook-nya biasanya adem ayem, hanya sesekali membagi tautan situs dan hanya disinggahi beberapa jempol, tiba-tiba bisa mendapat ratusan reaksi dan komentar. Apa yang dia bagikan? Biasanya: foto anak yang baru lahir, disertai nama lengkap dan nama panggilan si bayi. Atau, foto kala wisuda dengan baju toga atau kebaya atau jas, ditemani pendamping rupawan. Satu lagi yang paling mengundang respons: foto pernikahan.
Unggahan-unggahan semacam itu masih ada, tapi jumlahnya tak sebanyak dulu. Di antara para pengguna Facebook, orang-orang berumur di atas 30 tahunlah yang relatif masih suka berbagi konten personal. Tapi kecenderungan itu kecil di antara mereka yang berumur di bawah 30.
Ini akan jadi perkara besar. Untuk sekarang, Facebook memang masih sangat digdaya. Selain secara bisnis keuntungannya naik terus, sebagai produk pun Facebook masih terus berkembang. News Feed—atau dalam bahasa Indonesia: Berita Baru—masih sangat kuat, apalagi dengan adanya video-video yang dibagikan berulang dan kemudian jadi viral.
Tapi, jika orang makin merasa tak perlu mengeposkan berita kelahiran, pertunangan, pernikahan, kelulusan, dan semacamnya, lama-lama ini akan menjadi ancaman. Bila para pengguna tak mau memproduksi konten sendiri, lama-lama konten yang dianggap menarik akan makin sedikit. Facebook nantinya bisa dianggap semakin tak relevan sebagai media sosial; wahana yang memungkinkan komunikasi di antara penggunanya.
Pilihan Lain
The Information menunjuk bertumbuhnya jumlah pertemanan sebagai faktor yang cukup berpengaruh. Dengan banyaknya teman Facebook, setiap status akan punya kesempatan untuk mendapat tanggapan lebih luas. Tapi, akun Facebook juga jadi terasa kurang intim jika terlalu banyak “teman” yang bukan teman sungguhan atau sekadar kenalan, apalagi kenalnya hanya secara online.
Selain itu, orang cenderung memilih berbagi di kanal pesan seperti Messenger (Facebook), Whatsapp, BBM, ataupun Line. Mereka merasa lebih intim berbagi di kanal pesan tersebut karena biasanya kenal dengan orang-orang di daftar kontak.
Pengguna juga banyak beralih ke media sosial lain, misalnya Snapchat yang sedang jadi idola baru. Selain faktor ketidakpermanenannya—konten hilang setelah 24 jam—Snapchat juga disukai karena layanan filter video yang tak dimiliki platform lain serta dianggap menggemaskan. Para pesohor tak jarang merekam video berikut rupa-rupa filternya. Tak ketinggalan, Presiden AS Barrack Obama pun mencoba-coba bermain Snapchat dalam satu rekaman parodik tentang dirinya.
Fitur Video Siaran Langsung
Saat dimintai tanggapan tentang krisis konten personal ini, seorang juru bicara Facebook berkomentar dengan nada menyepelekan: “Orang tetap membagikan segala macam di Facebook; keseluruhan sharing tak hanya masih kuat, tapi juga masih sama jumlahnya dengan tahun-tahun sebelumnya.”
Meski demikian, dinamika yang terjadi di ruang kerja Facebook menunjukkan ini sama sekali bukan soal sepele. Rupa-rupa taktik dilakukan. Salah satunya: mengakali algoritma supaya yang tersundul pada News Feed adalah konten orisinal, bukan tautan. Setiap masuk aplikasi, pengguna Facebook juga semacam diingatkan untuk mengunggah foto. Belum lagi pertanyaan khas di kolom untuk menulis status, “What’s on your mind?” Apa yang Anda pikirkan?
Semua itu adalah cara agar pengguna tak luput mengunggah sesuatu yang bersifat pribadi, baik berupa teks, foto, juga video. Facebook juga menambah fitur semacam “On This Day/Pada Hari Ini” yang berfungsi seperti pemanggil kenangan: memberi tahu penggunanya hal-hal yang diunggah pada tanggal sama, di tahun-tahun yang lalu.
Tapi, itu semua adalah taktik yang sudah lama berlangsung. Satu siasat paling mutakhir diluncurkan adalah live video atau video siaran langsung, di mana pengguna dapat menyiarkan secara langsung kegiatannya pada teman-teman di Facebook, juga publik. Sejak akhir tahun lalu, fitur ini sudah diujicobakan pada pengguna-pengguna yang terverifikasi.
Salah satu yang kerap memakai layanan ini adalah Febriana Firdaus, wartawan Rappler Indonesia. Febri memberi testimoni bahwa fitur ini sangat membantu pekerjaannya sebagai wartawan. Dengan siaran langsung, Febri cukup membawa ponsel pintar, dan semua kejadian penting pun dapat ia laporkan di laman Facebook-nya, mulai dari kasus penggusuran sampai proses-proses peradilan.
Belakangan, setelah fitur ini diluncurkan secara resmi pada 6 April, Febri bisa menyiarkan rekaman video dari fanpage tempat medianya bekerja. Bagi Febri, interaktivitas sangat penting. Ia pernah dengan spontan menyiarkan penyair Taufiq Ismail yang tiba-tiba datang dan membaca puisi provokatif pada sebuah simposium tentang pembantaian 1965. Video itu setidaknya ditonton 2 ribu kali.
Selain membantu pekerjaan, bervideo secara live juga menyenangkan bagi Febri. “Asyik, bisa tayang sembari jalan-jalan,” katanya. Ia juga bisa langsung mengabari pada teman jika sedang berada berkunjung ke suatu tempat.
Seperti dikatakan Mark Zuckerberg saat siaran langsung peluncuran live video, pihaknya memang antusias karena layanan ini adalah cara baru untuk berbagi secara mentah tanpa diedit, personal, dan spontan. Persis alasan kenapa Febri senang menggunakan fitur ini.
“Kalian sekarang tidak usah mengambil begitu banyak video, foto, memilah-milah mencari mana yang paling sempurna. Kalian bisa langsung live, merasa langsung berada bersama teman-temanmu dan orang-orang di seluruh dunia, dan berinteraksi dengan orang-orang di situ,” ucap Zuckerberg.
Dalam siaran video di lamannya itu, Zuck juga meladeni pertanyaan salah satu pengguna Facebook yang bertanya lewat kolom komentar: “Bagaimana live video ini mengubah dunia?”
Menanggapi itu, ia menjawab dengan cerita bahwa pada dasarnya Facebook adalah wahana untuk berbagi dengan orang-orang dekat. Sepuluh tahun lalu, orang bertukar kabar lewat teks. Tapi kondisi sekarang lain: setiap orang punya kamera di ponselnya, dan internet juga makin visual.
“Ini tidak akan sama dengan video yang kamu lihat di televisi, Youtube, atau di situsweb sebelumnya […] Live video punya kemampuan untuk bisa menyiarkan, hang-out bersama, berada di sana dengan teman-teman, hadir secara langsung. Ini akan menghasilkan momen yang lebih murni dan pribadi. Kurasa untuk inilah komunitas ini ada…menyebarkan pemahaman tentang apa yang benar-benar kita pedulikan,” paparnya.
Meski belum bisa diakses oleh akun pribadi yang belum terverifikasi dan bukan fanpage, Facebook menyiapkan fitur ini nantinya bisa diakses semua pihak. Tim dapur live video ini juga sedang menyiapkan filter seperti pada Snapchat. Sambil tertawa, Zuckerberg bercerita ia pernah menguji coba filter Iron Mask.
Akan berhasilkah upaya fitur live video ini dalam mendongkrak jumlah unggahan pribadi? Menilik hasil polling YouGov dan Huffington Post, tampaknya siasat ini tak terlalu menjanjikan. Hanya 7 persen pengguna Facebook yang katanya akan menyiarkan video secara langsung. Sedikit lebih besar dari itu, sebanyak 16 persen, tak yakin akan memakainya. Sisanya, mayoritas responden sejumlah 77 persen menyatakan dengan tegas: tidak akan menggunakan fitur live video.
Agaknya, terlepas dari gilang-gemilangnya bisnis Facebook, Zuck masih harus mencari siasat lain untuk mengatasi bahaya laten yang satu ini.
Penulis: Maulida Sri Handayani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti