tirto.id - Jalan raya bukan hanya sebagai akses untuk menuju tujuan, tetapi juga kerap dijadikan tempat bermain bagi anak-anak di perkotaan karena tidak adanya lahan bermain bagi mereka.
Sayangnya, anak-anak yang sering bermain dan tumbuh di jalan memiliki kemungkinan dua kali lipat mendapat skor lebih rendah pada tes keterampilan komunikasi dibandingkan dengan mereka yang tinggal lebih jauh.
Hal tersebut diungkapkan oleh penelitian baru-baru ini yang diterbitkan di Jurnal Environmental Research.
"Kita tahu bahwa hidup dekat dengan jalan raya utama, jalan raya antar negara bagian atau jalan raya negara bagian dikaitkan dengan polusi udara yang tinggi," kata Sandie Ha, penulis penelitian dan seorang profesor di Departemen Kesehatan Masyarakat di Universitas California.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di dekat jalan utama saat lahir memiliki IQ nonverbal, IQ verbal dan kemampuan motorik visual yang lebih rendah pada pertengahan masa kanak-kanak dibandingkan dengan teman sebayanya yang tinggal di lingkungan yang jauh dari jalan.
Banyak anak di Amerika Serikat tinggal di dekat jalan raya utama, perkiraan menunjukkan bahwa 30 persen hingga 45 persen orang yang tinggal di kota-kota besar di Amerika Utara hidup dalam jarak 0,3 mil dari jalan raya.
Ha dan rekan-rekannya menganalisis lebih dari 5.000 anak yang terlebih dahulu menjalani penyaringan berulang dengan Ages and Stages Questionnaire, yang kemudian dievalusasi dalam lima bidang perkembangan: keterampilan motorik halus, keterampilan motorik besar, komunikasi, fungsi sosial pribadi, dan kemampuan memecahkan masalah.
Para peneliti kemudian mengukur kedekatan anak-anak itu dengan jalan raya (bukan jalan lokal, lingkungan atau pedesaan).
"Closer" atau kedekatan didefinisikan sebagai kurang dari 500 meter (sekitar 0,3 mil atau setengah kilometer), dibandingkan dengan mereka yang tinggal lebih dari satu kilometer (atau 0,6 mil) dari jalan utama.
Hasilnya, Sekitar 23 persen dari anak-anak atau sekitar 1.329 anak-anak gagal dalam salah satu evaluasi yang diberikan.
Para peneliti juga memperkirakan paparan masing-masing anak terhadap ozon dan partikel halus yang dapat terhirup yaitu sebesar PM2.5, dua polutan yang dihasilkan oleh lalu lintas mobil.
Ozon dapat mempengaruhi paru-paru, menyebabkan otot-otot di saluran udara mengerut. Partikel halus yang terhirup, yang ukurannya 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia, menyebabkan iritasi paru-paru dan dalam beberapa kasus menyebabkan masalah pernapasan dan jantung.
"Kami menemukan bahwa tinggal lebih dekat ke jalan raya utama seperti jalan raya antar negara bagian atau jalan raya negara dikaitkan dengan hampir dua kali risiko keterlambatan komunikasi pada saat bayi berusia 3 tahun," kata Ha.
"Kami juga menemukan bahwa paparan konsentrasi polusi udara yang tinggi, terutama ozon, selama kehamilan serta selama awal kehidupan juga terkait dengan risiko keterlambatan perkembangan," tambah Ha.
Bayi yang terpapar dengan konsentrasi ozon yang lebih tinggi memiliki risiko 3,3 persen lebih tinggi untuk gagal dalam domain apa pun dari skrining (deteksi dini penyakit) perkembangan pada 8 bulan, risiko 17,7 persen lebih tinggi dari kegagalan skrining keseluruhan pada 24 bulan dan risiko 7,6 persen lebih tinggi dari kegagalan skrining keseluruhan pada 30 bulan.
Dilansir CNN, Breda Cullen, dalam penelitiannya sendiri telah menemukan bahwa paparan yang lebih tinggi terhadap bahan partikular luar ruangan dan gas nitrogen oksida dikaitkan dengan penurunan kinerja yang sangat kecil pada tes waktu reaksi dan memori di antara orang dewasa paruh baya dan yang lebih tua.
Polusi memang tidak bisa dihindarkan dari kota-kota besar di dunia. Jadi menurut Cullen kemungkinan masih banyak efek yang bisa ditemukan selain dalam penelitian itu.
"Mereka (polusi) tidak dapat dipertukarkan, bagaimanapun, karena kota-kota cenderung memiliki banyak sumber polusi udara selain dari lalu lintas jalan." Sumber polusi lain termasuk pembakaran limbah dan asap tembakau.
Editor: Yandri Daniel Damaledo