Menuju konten utama

Amnesti untuk Hasto: Betulan Proses Hukum atau Bermotif Politik?

Hensat mengingatkan amnesti Hasto bisa beri sinyalemen Prabowo mengorbankan komitmen pemberantasan korupsi demi politik.

Amnesti untuk Hasto: Betulan Proses Hukum atau Bermotif Politik?
Terpidana kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto (kanan) melambaikan tangan setibanya di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/nym.

tirto.id - Gedung DPR RI yang sebelumnya sepi karena ditinggal para anggota dewan reses ke daerah pemilihannya masing-masing mendadak ramai. Musababnya Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, melakukan pertemuan dengan pemerintah yang diwakili Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, dan Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas.

Pertemuan itu membahas mengenai surat presiden mengenai pemberian abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Pemerintah dan DPR juga menyetujui pemberian amnesti kepada 1.116 narapidana, termasuk Hasto Kristiyanto yang sebelumnya didakwa atas kasus korupsi PAW DPR RI 2019-2024 dan perintangan penyidikan.

"Atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong," kata Dasco menjelaskan perihal pertemuan itu dalam konferensi pers di Kompleks MPR/DPR RI, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, lalu membantah bila ada motif politik di balik pemberian amnesti kepada Hasto dan abolisi kepada Tom Lembong itu. Terkhusus untuk Hasto, dia mengaku sudah melakukan uji publik. Pasalnya, amnesti tidak hanya diberikan kepada Hasto seorang, tapi juga kepada 1.115 terpidana lain dengan berbagai macam pertimbangan.

"Khusus kepada yang disebut tadi kepada Bapak Hasto juga Kementerian Hukum yang mengusulkan kepada Bapak Presiden bersama 1.116 dengan berbagai macam pertimbangan yang kami sampaikan kepada presiden," kata Supratman.

Meski pemerintah dan DPR kompak membantah bahwa pemberian amnesti dan abolisi tersebut bermotif politik, publik menilainya berbeda. Pasalnya, beberapa menit usai pengumuman itu, Dasco mengunggah foto pertemuannya dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, bersama Ketua DPP PDIP, Puan Maharani dan Prananda Prabowo, di Instagram.

Di bawah foto tersebut, Dasco hanya memberi keterangan, "Merajut Tali Kebangsaan dan Persaudaraan".

Dia pun tak menerangkan lokasi dan waktu pertemuan tersebut. Tirto telah berupaya menghubungi Dasco untuk menanyakan hal tersebut, tapi tidak ada informasi yang diberikan hingga berita ini diunggah. Tirto juga menghubungi Ketua DPP PDIP, Ganjar Pranowo, untuk mencari informasi lebih lanjut terkait pertemuan tersebut. Namun, dia mengaku tak tahu.

"Saya tahu ini dari media," kata Ganjar saat dihubungi Tirto, Jumat (1/8/2025).

Reaksi PDIP

Para kader dan pengurus PDIP menyambut amnesti untuk Hasto dengan suka cita. Mereka mengklaim bahwa vonis penjara 3,5 tahun yang dijatuhkan pengadilan pada Hasto adalah suatu kekeliruan.

"Sejak setahun yang lalu, di awal kasus ini muncul, kami sudah melihat bahwa kasus ini memang sangat kental motif politik dan Mas Hasto dan siapa pun warga negara di Republik ini tidak boleh menjadi korban kriminalisasi politik hukum," kata Koordinator Tim Penasehat Hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, saat dihubungi Tirto, Jumat (1/8/2025).

Mengenai motif politik di balik pemberian amnesti tersebut, PDIP membantahnya. Ganjar Pranowo menjelaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi adalah hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto.

"Pemberian amnesti dan abolisi adalah hak prerogatif presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Itu saja. Tak lebih, tak kurang karena 1.116 yang diberi," kata Ganjar.

Lalu, mengenai PDIP yang kini telah mendeklarasikan dukungan kepada pemerintahan Prabowo, Ganjar menyatakan bahwa partainya akan terus menjadi penyeimbang dan terus berada di luar kekuasaan. Ganjar menegaskan PDIP akan memberikan catatan maupun koreksi terhadap segala perilaku dan kebijakan pemerintah yang dipimpin Prabowo saat ini.

"PDI Perjuangan sebagai partai penyeimbang dan berada di luar pemerintah akan memberikan masukan dan catatan. Yang baik pasti kami dukung, yang tidak pas pasti kami koreksi," ujarnya.

Sebelumnya, dalam agenda bimbingan teknis (bimtek) seluruh kader dan anggota legislatif PDIP di Bali, Megawati menginstruksikan agar seluruh kadernya mendukung kinerja pemerintahan Prabowo dan segenap menterinya. Hal itu disampaikan Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus.

“Ibu menegaskan bahwa kita mendukung pemerintah—dalam arti mendukung segala upaya yang positif untuk menjaga negara, menghadapi krisis fiskal, defisit, pembayaran utang luar negeri, tantangan geopolitik, hingga tekanan ekonomi global,” kata Deddy di Bali, Kamis (31/7/2025).

Deddy berpesan agar seluruh kader PDIP solid dan saling membantu satu sama lain. Menurutnya, soliditas adalah prasyarat mutlak bagi partai politik untuk bisa menopang negara dengan baik.

“Tidak ada sejarah negara mana pun bisa dibangun dengan kuat jika partai politiknya tidak solid. Karena itu, soliditas internal harus dijaga,” tegasnya.

Pemerintah Harus Transparan

Peneliti ICW, Almas Sjafrina, mendesak Presiden Prabowo dan bawahannya untuk membuka seluruh proses dan hasil verifikasi narapidana yang diberi amnesti, termasuk kepada Hasto. Menurut Almas, pemerintah harus transparan demi mencegah prasangka adanya motif politik di balik pemberian amnesti tersebut.

"Mekanisme dan metode verifikasi tersebut perlu dibuka agar pemberiannya tidak kontraproduktif dengan tujuan penegakan hukum sendiri, terutama pemberantasan korupsi," kata Almas dalam siaran pers ICW, Jumat (1/8/2025).

Almas menjelaskan bahwa pemberian amnesti saat proses hukum Hasto masih bergulir dan putusannya belum inkrah dapat mengganggu penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, hal itu bisa jadi preseden bahwa pemerintah melegalkan intervensi terhadap proses penegakkan hukum yang sedang berlangsung.

"Sekalipun terdapat narasi dan kritik besar terhadap penegakan hukum yang tengah berlangsung, bentuk intervensi penegakan hukum tetap tidak dapat dibenarkan," jelasnya.

Menurut Almas, pemberian amnesti itu sarat muatan politik karena Hasto pada dasarnya masih bisa melakukan upaya hukum lanjutan, yaitu banding hingga kasasi. Hal itu pun terkesan untuk menutup kejanggalan-kejanggalan yang melingkupi penanganan perkara Hasto.

Terlebih, perkara Hasto—juga perkara Tom Lembang—terus mendapat sorotan publik.

"Politisasi penegakan hukum merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Namun, tudingan politisasi belum terdapat bukti konkretnya. Dugaan ini juga perlu diuji dan ditangani dalam koridor hukum," tegasnya.

Sementara itu, analis komunikasi politik dari lembaga Kedai Kopi, Hendri Satrio, menyebut amnesti bagi Hasto merupakan langkah Prabowo untuk mengamankan kekuasaannya. Hal itu pun sudah tersirat melalui pertemuan Dasco dan Megawati.

Menurut Hensat—sapaan akrab Hendri Satrio, langkah anak buah Prabowo tersebut mengandung pesan politik bahwa Prabowo ingin merangkul semua pihak, termasuk lawan politiknya yang masih ada di luar kekuasaan.

“Prabowo sedang membangun narasi bahwa dia adalah pemimpin untuk semua, bukan cuma untuk pendukungnya," terang Hensat.

Terlepas dari hal itu, Hensat mengingatkan bahwa amnesti Hasto—juga abolisi Tom Lembong—dapat dibaca sebagai sinyalemen Prabowo mengorbankan komitmen pemberantasan korupsi demi kepentingan politik.

“Meskipun abolisi dan amnesti adalah hak prerogatif presiden, kelompok antikorupsi dan kritis bisa memandang ini sebagai langkah yang melemahkan keadilan,” kata Hensat.

Baca juga artikel terkait AMNESTI UNTUK HASTO atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi