Menuju konten utama

Ambisi Cina Menapaki Bulan dan Menjelajah Luar Angkasa

Ambisi ini bisa menjadi kolaborasi dengan AS, atau malah kompetisi.

Ambisi Cina Menapaki Bulan dan Menjelajah Luar Angkasa
Foto yang diambil Rabu, 7 November 2018, China Chang'e IV Relay Satellite (kanan) dan Lunar Probe Consists ditampilkan saat Pameran Penerbangan dan Dirgantara Internasional China ke-12, juga dikenal sebagai Airshow China 2018, di kota Zhuhai, provinsi Guangdong Cina selatan. AP PHOTO / Kin Cheung

tirto.id - Ambisi dan upaya Cina untuk jadi negara digdaya tak sekadar muncul di bumi saja tapi juga sampai luar angkasa.

Kamis (3/1), pesawat luar angkasa milik Cina, Chang’e, berhasil menorehkan pencapaian positif: mendarat di titik terjauh bulan sekaligus menjadikan mereka sebagai negara pertama yang melakukannya—melampaui Rusia dan Amerika Serikat.

Badan Antariksa Cina (CNSA) meluncurkan Chang’e pada 8 Desember di China Xichang Satellite Launch Center. Chang’e masuk ke lintasan elips bulan pada akhir pekan, sekitar 15 km dari permukaan. Chang’e berperan sebagai pendarat, penjelajah, dan satelit yang menyampaikan sinyal ke bumi.

Dilansir dari The Guardian, misi pendaratan Chang’e adalah untuk mempelajari detail pengukuran kandungan mineral dan struktur permukaan sisi terjauh bulan serta pengamatan astronomi frekuensi radio.

Mengapa misi pendaratan Cina di bulan kali ini terasa istimewa?

Dalam artikel yang dipublikasikan di Wired dijelaskan bahwa misi pendaratan Cina di bulan punya potensi untuk mendedah bagaimana tata surya terbentuk. Tak cuma itu, misi pendaratan juga membuka kembali wacana pemilihan bulan sebagai tempat tinggal manusia.

“Mereka telah mendarat di salah satu lembah terbesar di bulan dengan memotong sangat dalam ke bagian permukaan. Kami pikir, dari situ, mereka mungkin sampai menembus ke dalam mantel bulan,” kata pengajar ilmu bumi dan planet di Imperial College London, Matthew Genge. “Mempelajari tentang bagaimana planet-planet terpisah ke dalam berbagai lapisan merupakan hal yang penting.”

Untuk melancarkan misi ini, pendaratan dilengkapi dengan kamera panorama dan radar penembus tanah yang berfungsi untuk menggali informasi mengenai komposisi permukaan bulan. Pengamatan rinci mengenai permukaan tersebut diperkirakan mampu membantu para astronom Cina menentukan bagaimana salah satu rangkaian peristiwa penting terbentuknya tata surya bisa terjadi.

Titik terjauh bulan, yang menjadi tempat mendaratnya pesawat Cina, merupakan bagian dari bulan yang begitu menjanjikan untuk diteliti lebih lanjut. Selain hal-hal yang sudah disebutkan di atas, di titik terjauh—atau titik tergelap (“Dark Side of the Moon”)—astronom bisa memperoleh informasi mengenai sinar kosmik dari medan lain sampai kondisi matahari.

Tantangan misi ini, menurut para ahli astronomi, terletak pada suhu yang ekstrem. Dalam beberapa minggu terakhir, suhu di bulan bisa mencapai 200 derajat di bawah titik beku.

Lambat tapi Pasti

Sama seperti AS dan Rusia, keterlibatan Cina dalam misi luar angkasa sudah muncul sejak 1950-an manakala mereka mengembangkan rudal balistik. Mereka, waktu itu, dibantu Uni Soviet. Dua dekade berselang, Cina meluncurkan satelit pertamanya.

Usai Mao Zedong meninggal dan digantikan Deng Xiaoping, terjadi pergeseran pemahaman tentang kebijakan luar angkasa. Menurut Xiaoping, Cina, yang notabene saat itu masih berstatus negara berkembang, tak perlu ambil bagian dalam perlombaan di ruang angkasa.

Gantinya, Cina akan lebih berfokus pada pengembangan satelit untuk keperluan komersial serta komunikasi. Kendati begitu, ambisi Cina untuk berjaya di angkasa tetap bergelora. Pada 1992, mereka mulai memunculkan wacana untuk membangun stasiun ruang angkasa.

Memasuki milenium, niat Cina untuk digdaya di angkasa semakin bergemuruh. Ini dibuktikan ketika pada 2004, pemerintah resmi membikin program dan kebijakan khusus ruang angkasa. Implementasi dari kebijakan ini diawali dengan peluncuran Chang'e 1 tiga tahun kemudian, sekaligus membuka babak baru Cina dalam rencana rencana eksplorasi bulan.

Ada tiga fase yang ingin dilewati Cina dalam misinya ke bulan: mengorbit, mendarat dan eksplorasi, serta kembali ke bumi dengan membawa sampel dari bulan. Diprediksi, misi ini baru berakhir pada 2020 mendatang.

Dilihat dari perjalanannya, keterlibatan Cina dalam misi ruang angkasa terbilang lambat jika dibandingkan dengan AS atau Rusia. Namun, seiring waktu, Cina justru mampu mengejar keterlambatan itu dengan upaya-upaya yang masif.

Laporan Namrata Goswami berjudul “The Moon’s Far Side and China’s Space Strategy” yang dipublikasikan The Diplomat mengatakan saat Kongres Partai Komunis Cina (PKC) tahun lalu, Xi Jinping menyatakan bahwa misi Cina di luar angkasa adalah kebijakan prioritas. Ia menilai, ruang angkasa bisa menjadi ladang ilmu pengetahuan dan sumber daya di masa mendatang. Untuk membantu mewujudkan mimpi Cina di angkasa, pemerintah kemudian mengucurkan pendanaan kepada sejumlah pihak, dari badan antariksa sampai universitas-universitas.

Dari sini, kerja-kerja pun dimulai.

BUMN dan lembaga yang bergerak di bidang antariksa seperti China Aerospace Science and Technology Corp (CASTC) dan Badan Antariksa Cina (CNSA) ditugasi untuk membikin peta jalan program ruang angkasa periode 2020 sampai 2045. Beberapa hal yang hendak dicapai antara lain: meneliti Mars (2020), mendarat di Jupiter (2029), hingga membikin pesawat ulang-alik bertenaga nuklir (2040).

Di saat bersamaan, universitas-universitas didorong untuk mengencangkan riset dan penelitian. Universitas Beihang, contohnya, telah menciptakan laboratorium untuk mendukung sistem biogeneratif di bulan bernama Lunar Palace 1 atau Yuegong-1. Keberadaan laboratorium ini ditujukan untuk simulasi kondisi permukaan bulan di bumi.

Langkah yang begitu spartan ternyata dibarengi pencapaian yang cukup memuaskan. Dalam beberapa kesempatan, Cina sukses meluncurkan pesawat tanpa awak: mulai dari Tiangong 1 (2011), Tiangong 2 (2016), hingga Tianzhou 1 (2016).

Keith Hayward, profesor dan anggota Royal Aeronautical Society, lembaga kedirgantaraan global, menyatakan bahwa saat ini, pengembangan program ruang angkasa Cina didorong oleh motivasi yang sama dengan AS dan Rusia.

Pertama, terang Hayward, untuk melengkapi kebutuhan militer. Kedua, memperlihatkan kepada dunia bahwa Cina adalah negara dan kekuatan yang harus diperhitungkan. Howard menyebut, program ruang angkasa Cina merupakan “cara yang baik untuk pamer.” Ketiga, keinginan untuk kaya dari hasil eksplorasi sumber daya yang belum dijamah.

“Eksplorasi [bulan] adalah cerminan dari kekuatan komprehensif suatu negara,” terang salah satu ilmuwan terkemuka Cina, Ouyang Ziyuan. “Ini penting untuk meningkatkan gengsi kita di level internasional serta menebalkan rasa percaya diri rakyat.”

Strategi dan kebijakan luar angkasa Cina, pada akhirnya, bisa dibaca sebagai usaha untuk membangun kapasitas institusinya, menunjukkan kecakapan teknologi, dan tak ketinggalan; kemungkinan untuk menguasai arena luar angkasa dengan menggeser dominasi AS dan Rusia.

Ancaman Bagi Amerika?

Menggeliatnya kebijakan ruang angkasa Cina tak pelak menimbulkan pertanyaan baru: apakah ini menandakan perlombaan ruang angkasa dengan AS?

Jawabannya masih spekulatif; bisa “ya” atau “tidak.”

“Ketika muncul tindakan-tindakan dari pihak lawan yang mengubah ruang angkasa jadi domain perang, maka, Amerika tidak akan segan-segan menerima tantangan itu,” ujar Wakil Presiden AS, Mike Pence.

Infografik Cina Menjejak Bulan

Infografik Cina Menjejak Bulan

Pernyataan Pence muncul dalam konteks menanggapi beberapa kesempatan uji coba ruang angkasa yang dilakukan Cina. Peningkatan kemampuan dan ambisi Beijing di ruang angkasa membikin Washington sangat khawatir. Untuk melawan sepak terjang Cina, Presiden AS, Donald Trump, mengeluarkan wacana pembentukan Pasukan Luar Angkasa, yang dalam perjalanannya nanti masih menjadi bagian dari kesatuan militer AS.

Namun, berbeda dengan Trump dan petinggi Washington lainnya, pejabat lembaga antariksa seperti Scott Pace (Sekretaris Dewan Antariksa Nasional AS) dan Jim Brindenstine (NASA) justru melihat geliat Cina di ruang angkasa sebagai peluang untuk kolaborasi, alih-alih kompetisi. Bahkan, dalam satu kesempatan di Konferensi Astronautika Internasional di Jerman, Jim bertemu dengan kepala program ruang angkasa Tiongkok guna membahas di area mana kedua negara dapat bekerja bersama.

Beruntungnya, dari pendaratan di bulan kemarin, tak ada gelagat-gelagat Cina bakal rese. Namun, kita tak pernah tahu apa yang ada di kepala Xi Jinping. Bisa jadi pendaratan di titik terjauh bulan lalu hanyalah kedok untuk menutupi tujuan yang lebih besar (dan berpotensi mengancam) lainnya. Misalnya, ajakan perang melawan AS.

Dan jika itu memang betulan terjadi, kita bisa menyebutnya sebagai Star Wars.

Baca juga artikel terkait CINA atau tulisan lainnya dari Faisal Irfani

tirto.id - Teknologi
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Nuran Wibisono