Menuju konten utama

Alasan MK Tolak Gugatan Syarat Usia Capres-cawapres

Putusan MKMK, menurut hakim Daniel Yusmic P Foekh, malah menyatakan bahwa putusan 90 berlaku secara final dan mengikat.

Alasan MK Tolak Gugatan Syarat Usia Capres-cawapres
Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memimpin sidang pengucapan putusan Pengujian Materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait syarat usia minimal capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (29/11/2023). MK menolak gugatan uji materi yang menghendaki syarat usia minimal capres-cawapres 40 tahun atau berpengalaman sebagai gubernur atau wakil gubernur yang diajukan pemohon Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 Brahma Aryana, dan putusan tersebut diputus oleh delapan hakim tanpa Anwar Usman. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/Spt.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan atas putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang penyesuaian syarat usia capres-cawapres. Gugatan atas putusan 90 teregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023.

Penolakan ini dibacakan MK saat menggelar sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).

"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo, yang kemudian mengetok palu.

Ia mengatakan, hasil putusan nomor 141 itu dirumuskan oleh delapan hakim konstitusi dari total sembilan hakim MK. Anwar Usman selaku hakim MK tak ikut merumuskan putusan nomor 141.

"Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan hakim oleh delapan hakim konstitusi," sebut Suhartoyo.

Perkara 141 diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia bernama Brahma Aryana.

Dalam gugatannya, Brahma mempersoalkan frasa yang tercantum dalam putusan Nomor 90 atau tepatnya dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Frasa yang dipersoalkan, yakni "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan

kepala daerah."

Pasal 169 huruf q tepatnya berbunyi, "Persyaratan menjadi Calon Presiden dan calan Wakil Presiden adalah:

q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Dalam petitumnya, Brahma meminta agar MK mengizinkan hanya kepala daerah tingkat provinsi yang menjadi capres-cawapres.

Dengan demikian, dalam petitum Brahma, Pasal 169 huruf q diganti menjadi, "Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi".

Sementara itu, hakim MK Daniel Yusmic P Foekh mengungkapkan salah satu alasan mengapa MK menolak gugatan 141.

Menurut dia, pernyataan pemohon perkara 141 soal putusan 90 mengandung intervensi dari luar tak bisa dibenarkan, meski ada putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) soal dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi atas perumusan putusan 90.

Putusan MKMK menyatakan sembilan hakim MK melanggar kode etik hakim konstitusi. Putusan ini yang juga memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.

"Mahkamah berpendapat dalil Pemohon berkenaan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengandung intervensi dari luar, adanya konflik kepentingan, menjadi putusan cacat hukum, menimbulkan ketidakpastian hukum serta mengandung pelanggaran prinsip negara hukum dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman tidak serta merta dapat dibenarkan," urai Daniel.

Ia menyebutkan, putusan MKMK juga tak menilai bahwa putusan 90 mengandung cacat hukum. Putusan MKMK, katanya, malah menyatakan bahwa putusan 90 berlaku secara final dan mengikat.

"MKMK tidak sedikit pun memberikan penilaian bahwa putusan 90 adalah cacat hukum, tetapi justru menegaskan bahwa putusan dimaksud berlaku secara hukum dan memiliki sifat final mengikat," sebut Daniel.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Hukum
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Maya Saputri