Menuju konten utama

Aksi Main Hakim Sendiri Berujung Maut, Siapa yang Salah?

Lambatnya respons polisi dalam menindaklanjuti laporan warga menjadi salah satu penyebab kerap terjadinya aksi main hakim sendiri.

Aksi Main Hakim Sendiri Berujung Maut, Siapa yang Salah?
Anggota Polisi Satuan Reserse Kriminal Polres Lhokseumawe memasang spanduk sosialisasi ÒIsu Penculikan Adalah Bohong (Hoax)Ó di pusat keramaian Kota Lhokseumawe, Aceh, Kamis (30/3). Pemasangan 300 spanduk itu bertujuan agar masyarakat tidak main hakim sendiri dan tidak termakan berita bohong atau hoax. ANTARA FOTO/Rahmad/aww/17.

tirto.id - Tindakan main hakim sendiri yang dilakukan bersama-sama dan mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang kembali terjadi. Kali ini terjadi di Pati, Jawa Tengah.

Seorang pemilik rental mobil asal Jakarta, BH tewas dikeroyok di Desa Sumbersuko, Kecamatan Sukolio, Pati, Jawa Tengah setelah dikira mau mencuri mobil.

Padahal mobil yang mau dibawa BH adalah kendaraan rental miliknya. Awalnya BH (52) mengajak tiga temannya yakni SH (28), KB (54), dan AS (37) mengambil mobil rental milikya yang berada di Desa Sumbersuko. Sampai di lokasi, BH membuka mobil dengan kunci cadangan.

Namun nahas, warga yang melihat BH dan ketiga kawannya itu seketika berteriak ‘maling’ karena mengira berniat mencuri. Saat keluar dari mobil, para korban langsung dikeroyok warga setempat. Warga yang tersulut emosi karena terprovokasi itu juga ikut membakar mobil korban.

Ke-4 korban kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kayen, Pati. Namun, nyawa BH tidak tertolong dan akhirnya meninggal dunia.

Setelah kejadian tersebut, polisi kemudian menetapkan tiga pelaku pengeroyokan sebagai tersangka. Ketiganya adalah EN (51), BC (37), dan AG (35).

Tersangka EN berperan mengejar dan menghadang mobil yang dibawa korban serta memukul juga menginjaknya. Kemudian, tersangka BC berperan melakukan pengejaran, menghadang, memukul, dan menginjak korban. Sedangkan AG berperan melindas korban dengan roda dua mengenai lengan kanan, dada, sampai lengan kiri, kemudian juga memukul korban.

"Saudara AG awalnya jadi saksi, lalu dilakukan pemeriksaan hingga akhirnya ditingkatkan menjadi tersangka," kata Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Satake Bayu, dalam konferensi pers daring, Senin (10/6/2024).

Siapa yang Salah?

Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Yogo Tri Hendiarto, mengatakan dalam kasus main hakim sendiri yang menewaskan bos rental, BH di Pati, bisa dilihat dari dua skenario. Pertama, itu terjadi karena respons spontan dari masyarakat yang melihat bahwa pemilik mobil akan mengambil kendaraanya.

Fakta tersebut kemudian ditangkap oleh masyarakat yang melihat tanpa ada komunikasi terlebih dahulu kepada korban. Sehingga memprovokasi warga lainnya dan menimbulkan kekerasan fisik atau main hakim sendiri.

“Jadi secara spontan yang pertama,” ujar Yogo saat dihubungi Tirto, Senin (10/6/2024)

Kedua, kata Yogo, bisa dilihat juga apakah kejadian ini sudah direncanakan sebelumnya atau tidak. Karena jika direncanakan, bisa saja ketika BH dan kawan-kawan mengambil kendaraannya para pelaku dan warga desa setempat sudah bekerja sama dengan mengancam korban hingga risiko kematian.

Terlebih dalam kasus ini, ada informasi intelijen bahwa desa atau kampung tersebut sering mengalami kasus kriminal karena merupakan desa penadah.

Banyak kasus mobil rental yang tak dikembalikan dan tidak berhasil keluar dari kecamatan tersebut. Sering juga kasus kendaraan bermotor yang kreditnya macet, namun tidak berhasil dikembalikan kepada dealer.

“Ada banyak kemungkinan etnologi penyebab kenapa terjadi tindakan kekerasan pada orang yang diduga sebagai pencuri padahal pemiliknya, kenapa tidak bicara dengan orang yang meminjam mobil tersebut. Jadi banyak yang harus diperhatikan dan hati-hati,” ujar dia.

Mobil Dituduh Maling

Pemilik Mobil Dianiaya Gara-Gara Dituduh Maling di Pati. foto/Kabid Humas Polda Jateng

Jika ditarik ke belakang, kasus main hakim sendiri sebenarnya bukan kali ini terjadi. Kasus di Pati, menambah daftar panjang peristiwa main hakim sendiri yang berujung maut.

Kematian pria berinisial MA alias Zoya, di Babelan, Bekasi pada 2017 membuat hati miris. Dalam kasus yang sempat mencuat di media tersebut, MA dibakar hidup-hidup oleh warga karena diduga mencuri amplifier dari sebuah mushola.

MA alias Zoya yang bekerja sebagai tukang reparasi elektronik telah dituduh mencuri amplifier milik Musala Al Hidayat di Desa Hurip Jaya kecamatan Babelan kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (1/8/2017). Zoya dikeroyok dan dibakar oleh massa yang menuduh sebagai pencuri amplifier tersebut.

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mencatat terdapat 1.114 insiden kekerasan kolektif di Indonesia selama periode 2022. Berdasarkan klasifikasinya, CSIS mencatat kekerasan kolektif paling banyak didominasi oleh main hakim sendiri sebanyak 486 kejadi

Tak Lagi Percaya Polisi Salah Satu Penyebabnya

Lebih lanjut, Yogo menuturkan, fenomena tindak kekerasan main hakim sendiri umumnya terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah tidak percayanya masyarakat terhadap sistem penegakan hukum yang ada di Tanah Air.

“Jadi karena tidak percaya dengan kebijakan kepolisian atau keamanan maka tindakan ini dianggap satu pilihan alternatif yang dianggap bisa memuaskan,” ujar Yogo.

Menurut dia, ini adalah bom waktu dari sikap masyarakat atas berbagai kasus kejahatan tidak direspons dengan cepat oleh aparat penegak hukum. Jadi, ketika ada suatu fenomena pelaku pencurian motor atau mobil tertangkap misalnya emosional masyarakat diluapkan menjadi sebuah bentuk respons.

“Respons traumatik dari peristiwa pencurian motor atau mobil direspon secara negatif pada masyarakat secara kolektif,” ujar dia.

Dalam teori abuse of power, kata Yogo, setiap orang punya kecenderungan alamiah untuk mencari dominasi atau kuasa atas orang lain. Kecenderungan ini memanifestasikan bentuk sosialnya lewat kelompok sosial.

Ketika amarah muncul, maka secara alamiah ingin menunjukkan dominasi kepada penyebab kemarahan. Hal ini terutama terjadi ketika teritori kita diganggu oleh orang asing. Inilah yang kemudian menyebabkan massa tersulut amarahnya karena merasa teritorinya dilanggar (walaupun dugaan tersebut belum tentu benar).

“Sebaliknya peningkatan hukum ini juga tidak semua pelaku kemudian dipidanakan. Jadi kalau ada satu-satunya orang mungkin dipenjarakan nanti yang dianggap yang provokasi, yang menikmati kekerasan,” ujar dia.

Pakar hukum pidana Universitas Mulawarman (Unmul), Orin Gusta Andinia, mengatakan fenomena main hakim sendiri marak terjadi karena memang banyak faktor. Beberapa diantaranya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pribadi dan lingkungan.

Misalnya, kata Orin, ketika kondisi sedang sulit dan tidak kondusif atau tidak stabil, orang-orang yang melihat perbuatan jahat cenderung impulsif dan spontan. Sehingga seringkali dalam hal ini terjadi perbuatan yang di luar batas.

“Ini secara subjektif sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat,” ujar Orin kepada Tirto, Senin (10/6/2024).

Faktor lainnya adalah kurang paham atau tidak tahu tentang akibat hukum atas perbuatannya. Sebab, jika masyarakat paham hukum tapi tetap melakukan, bisa jadi karena tidak percaya bahwa penegakan hukum akan adil dan cepat menyelesaikan.

“Dalam konteks kasus di Pati kemungkinan karena dua hal pertama tadi,” ujar dia.

Maka, yang bisa dilakukan untuk meminimalisir terjadinya fenomena main hakim sendiri dengan cara mengedukasi masyarakat. Institusi kepolisian dan pemerintah dalam hal ini berperan besar untuk menerangkan kepada masyarakat bahwa perbuatan main hakim sendiri memiliki akibat hukum.

“Kemudian terkait kasus di Pati, harus diberi efek jera para pelaku yang melakukan penganiayaan apalagi sampai menyebabkan kematian. Dengan begitu, maka pelaku tidak akan ulangi perbuatannya dan menjadi contoh bagi yang lain,” ujar Orin.

Sejalan dengan Orin, Yogo menekanan bahwa pentingnya pendidikan hukum hukum edukasi ke masyarakat untuk meminimalisir terjadinya main hakim sendiri.

Pendidikan hukum ini harus diikuti dengan jaminan bahwa hukum harus adil. Jangan lagi tajam ke bawah, namun tumpul ke atas.

"Jadi harus ada pendidikan hukum dan penyuluhan hukum ke masyarakat," imbuh dia.

Baca juga artikel terkait AKSI MAIN HAKIM SENDIRI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto