tirto.id - Dewan Pers meminta wartawan yang meminta amplop kepada narasumber agar dilaporkan ke polisi. Pernyataan itu disampaikan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, ketika disinggung Anggota Komisi I DPR RI, Rizki Natakusumah, ihwal adanya wartawan di daerah yang mengintimidasi narasumber.
Semual, Rizki mengaku frustrasi perihal banyaknya wartawan di daerah yang mengancam kepala sekolah mengatasnamakan institusi pers yang diwakilinya.
“Mengancam seakan-akan ingin memenjarakan atau ingin mengadili si kepala sekolah atau pendidik tersebut dengan mengatasnamakan institusi pers. Apakah ini juga menjadi concern ibu ketua Dewan Pers terkait media media substainability itu, karena ini marak sekali di Indonesia,” tanya Rizki di ruang rapat Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Ninik lantas menjawab terkait media substainability itu, salah satunya Dewan Pers ingin memastikan bahwa para perusahaan pers itu adalah perusahaan yang terverifikasi.
Namun, Rizki mengatakan dirinya tidak menanyakan ciri perusahaan pers, tetapi apakah menjadi konsen Dewan Pers dalam menyikapi wartawan seperti itu. Ninik mengatakan Dewan Pers bekerja sama dengan institusi kepolisian untuk menindak wartawan yang memeras narasumber.
“Kalau memang perilaku wartawan seakan-akan dia nyaru jadi LSM, mengintimidasi minta-minta duit, itu bukan kegiatan kewartawanan. Karena wartawan tidak akan melakukan begitu, kalau dia melakukan begitu, kami meminta kepada pihak untuk segera melapor ke polisi,” jawab Ninik.
Rizki lantas bertanya perihal kewenangan Dewan Pers. Sebab, ia menilai Dewan Pers tak kunjung menyelesaikan permasalah wartawan yang merusak citra jurnalis dengan memeras bahkan mengintimidasi narasumber.
“Selain tentu memberi kewenangan kepala sekolah tersebut yang dihantui, apa kewenangan spesifik Dewan Pers tersebut selama ini yang enggak kunjung-kunjung selesai, apa?" tanya Rizki.
Ninik mengatakan Dewan Pers adalah lembaga etik pemberitaan. Dewan Pers, kata dia, telah tiga kali mengeluarkan surat edaran kepada perusahaan pers serta institusi kementerian/lembaga, termasuk provinsi untuk tidak membiarkan praktik-praktik intimidatif wartawan.
“Selain edaran ada atau tidak Bu Ketua? Selain mengedarkan surat bahwa jangan mengancam pejabat, ya, jangan mengancam kepala sekolah, ada atau tidak, selain surat edaran?" tanya Rizki lagi yang tak puas dengan jawaban Ninik.
Ninik menjawab ada selain surat edaran, yakni melalui uji kompetensi wartawan. Menurut Ninik, ranah penegakan hukum diserahkan ke polisi.
“Enggak mungkin kami melakukan (penegakan hukum) kecuali kalau dia terbukti melakukan tindakan intimidasi, kami bisa mencabut surat,” tutur Ninik.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz