Menuju konten utama
RUU Penyiaran

Larangan Jurnalisme Investigasi Bakal Hambat Pencegahan Korupsi

Koalisi Masyarakat Sipil menilai larangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi menghambat pencegahan korupsi.

Larangan Jurnalisme Investigasi Bakal Hambat Pencegahan Korupsi
Ilustrasi Kontributor Pers. foto/IStockphoto

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil menilai larangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi yang termaktub dalam Pasal 50 B Ayat 2 butir c pada draft RUU Penyiaran menghambat pencegahan korupsi. RUU tersebut saat ini tengah digodok DPR RI.

Koalisi ini terdiri dari ICW, LBH Pers, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN),Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Greenpeace Indonesia, AJI Indonesia, Watchdoc, dan AJI Jakarta.

"SIS (Standar Isi Siaran) dalam RUU Penyiaran soal liputan investigasi dapat menghambat pencegahan korupsi," tulis mereka dalam keterangan yang diterima Tirto, Jumat (17/5/2024).

Masyarakat Sipil memandang karya liputan investigasi jurnalistik yang ditayangkan di media tidak hanya sekadar pemberitaan. Namun, lebih dari itu, karya tersebut juga bentuk pencegahan korupsi khususnya di sektor publik.

Hasil liputan yang dipublikasikan di media massa akan menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam upaya pencegahan korupsi. Selain itu, para koruptor yang berniat melakukan kejahatan bisa jadi akan makin takut karena khawatir tindakannya terbongkar.

Di sisi lain, mereka menilai ketentuan RUU Penyiaran tumpang tindih dengan regulasi lain khususnya yang menyangkut UU Pers dan kewenangan Dewan Pers. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur kode etik jurnalistik dan kewenangan Dewan Pers.

"Ketentuan dalam RUU Penyiaran bertentangan pasal 4 Ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran," jelas mereka.

RUU Penyiaran itu juga dinilai membungkam kemerdekaan pers dan mengancam independensi media. Dengan larangan penyajian eksklusif laporan jurnalistik investigatif maka pers menjadi tidak profesional dan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pengontrol kekuasaan (watchdog).

Mereka juga mengatakan ketentuan dalam RUU Penyiaran merupakan bentuk ancaman kemunduran demokrasi di Indonesia. Pasalnya, jurnalisme investigasi adalah salah satu alat bagi media independen sebagai pilar keempat demokrasi untuk melakukan kontrol terhadap tiga pilar demokrasi lainnya (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).

"Melarang penayangan eksklusif jurnalisme investigasi sama dengan menjerumuskan Indonesia sebagai negara yang tidak demokratis," kata Masyarakat Sipil.

Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak DPR dan presiden menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi dan upaya pemberantasan korupsi. Lalu, menghapus pasal-pasal yang berpotensi multitafsir, membatasi kebebasan sipil, dan tumpang tindih dengan UU lain.

Selanjutnya, membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Terakhir, menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers.

Baca juga artikel terkait RUU PENYIARAN atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang