tirto.id - Sejumlah mahasiswa dan masyarakat yang menamakan diri sebagai Aliansi Rakyat Bergerak melakukan aksi damai Gejayan Memanggil pada hari ini, Senin 23 September 2019 di Yogyakarta.
Koordinator Aksi, Nailendra mengatakan, ada tiga titik kumpul yang disepakati: Bundaran UGM, depan kampus Sanata Dharma, dan depan Kampus UIN Sunan Kalijaga. Rencananya, massa akan bergerak dari tiga lokasi itu pukul 11.00 WIB ke persimpangan Gejayan atau Jalan Afandi.
“Kami akan berjalan dari tiga titik kumpul yang disepakati. Lalu berorasi di persimpangan Gejayan,” kata Nailendra.
Gerakan ini, kata dia, tak berafiliasi dengan kampus mana pun, sehingga mengusung aspirasi warga terhadap sejumlah persoalan saat ini mulai penundaan RKUHP hingga revisi UU KPK.
“Dalam konsolidasi ada belasan mahasiswa dari berbagai kampus di Yogya. Aksi ini murni dari masyarakat. Ada pelajar dan pekerja. Ini gerakan organik,” ujar dia.
Dalam rilis Aliansi Rakyat Bergerak terdapat sejumlah tuntutan, sebagai berikut:
1. Mendesak adanya penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.
2. Mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
3. Menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elit-elit yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia.
4. Menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja.
5. Menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk penghianatan terhadap semangat reforma agraria.
6. Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
7. Mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor.
Mosi Tidak Percaya ke DPR dan Elite Politik
Aliansi ini juga menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR dan elite politik. Aliansi menggugat RKUHP yang dianggap mengebiri demokrasi.
"RKUHP membungkam demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Salah satunya, melalui pasal yang mengatur soal 'Makar'. Pasal soal makar jelas berisiko menjadi pasal karet yang akan memberangus demokrasi," tulis Aliansi Rakyat Bergerak dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Senin (23/9/2019).
"RKUHP menjelma pasal karet yang jelas bisa digunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi seluruh masyarakat sipil. Dengan demikian, masyarakat telah kehilangan ruang aspirasi."
Tidak hanya soal makar, pasal-pasal dalam RKUHP juga dinilai mengkriminalisasi berbagai bentuk perlakuan masyarakat atas nama zina, hukum yang berlaku di masyarakat (living law)—yang berpotensi menjadi pasal karet, bahkan mengkriminalisasi gelandangan dengan pidana denda satu juta rupiah.
"Pasal tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, dimana fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara."
Aliansi juga mempermasalahkan soal posisi KPK yang diperlemah. Banyak pasal dalam perubahan kedua Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang akan melemahkan posisi KPK.
Selain KPK, Aliansi mengkritik kriminalisasi aktivis, terutama aktivis antikorupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, ada 91 kasus serangan fisik dan kriminalisasi yang dialami aktivis pegiat anti-korupsi sejak tahun 1996 hingga 2019 dengan korban sebanyak 115 orang. Sebagian besar dari total jumlah korban diteror dan diancam untuk dibunuh.
"Artinya, aparat dan preman sering terlibat pada kasus pembungkaman para aktivis anti-korupsi dan aktivis demokrasi."
Isu lingkungan, pembakaran hutan dan tambang, RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada rakyat, problematika RUU Pertanahan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang belum ditetapkan juga menjadi poin-poin penting dalam aksi Gejayan Memanggil hari ini.
Editor: Agung DH