tirto.id - Dayeon Lee bukanlah sekadar pecinta musik K-pop.
Perempuan berusia 20 tahun asal Korea Selatan ini juga mencintai Bumi dan gigih memperjuangkan kelestariannya.
Berkat itulah, nama Dayeon diumumkan dalam 100 Women pilihan BBC pada 21 November silam. Setiap tahun sejak 2013, BBC merilis daftar berisi seratus perempuan yang dipandang inspiratif dan berpengaruh.
Apresiasi BBC terhadap Dayeon berkaitan dengan perannya sebagai juru kampanye Kpop4planet, platform aktivisme digital bagi penggemar K-pop untuk meningkatkan kesadaran tentang krisis iklim dan menyerukan perlindungan iklim.
Sebagai satu-satunya warga Korea Selatan dalam daftar 100 Women BBC, Dayeon tak pernah menganggap pencapaiannya bersifat personal atau terbatas untuk negaranya.
“Aku percaya ini adalah pencapaian seluruh penggemar K-pop—ini untuk aktivisme iklim oleh para penggemar K-pop,” ujar Dayeon dalam wawancara dengan Tirto pada Senin (27/11).
Dayeon menjelaskan, “Tidak mungkin aku mencapainya tanpa kerja keras dan bantuan dari para juru kampanye Kpop4planet, termasuk Nurul.”
Nurul Sarifah (24), penggemar boy band EXO asal Jakarta, juga aktif sebagai juru kampanye Kpop4planet.
Sebelum platform ini didirikan pada 2021, Dayeon kerap berkomunikasi secara daring dengan Nurul.
Tersemat pertanyaan dalam obrolan mereka, kenapa belum ada organisasi khusus iklim di kalangan penggemar K-pop?
“Akhirnya lahirlah Kpop4planet untuk menjembatani isu iklim dengan penggemar K-pop,” jelas Nurul saat dihubungi terpisah.
Dayeon, mahasiswa tahun kedua jurusan International Society Studies di Tokyo University of Foreign Studies, tak menampik selama ini sudah berlangsung sederet aktivisme dari komunitas penggemar K-pop.
Misalnya, penggemar K-pop yang terlibat dalam proyek perlindungan hutan, seperti berdonasi atau menanam pohon, bahkan mengadopsi satwa liar. Aksi itu semua dilakukan atas nama idola kesayangan.
Dayeon menyebut pula popularitas boy bandBTS dan komunitas penggemarnya, ARMYs, yang vokal mendukung Black Lives Matter, gerakan sosial menentang diskriminasi rasial yang menggoyang publik Amerika Serikat.
Selain itu, tak lama setelah grup girl bandBlackpink merilis video di YouTube sebagai duta konferensi iklim PBB atau COP26, Dayeon kian tergugah untuk memulai aktivisme.
“Setelah menyaksikan gerakan-gerakan yang sudah ada, kami yakin, apabila kami mengumpulkan seluruh daya, kami juga dapat berkontribusi banyak untuk meringankan krisis iklim,” kata Dayeon.
Apakah seluruh kerja keras Dayeon dan organisasinya membuahkan hasil?
Yup, terjadi sejumlah perubahan setelah kampanye ‘No K-pop on a Dead Planet’, gerakan paling awal yang ia nakhodai untuk menyerukan keberlanjutan iklim dalam industri K-pop.
Tuntutan dalam kampanye ini ditujukan pada industri musik Korea Selatan agar mulai beralih memproduksi “green album” (lagu berformat digital yang diperjualbelikan melalui unduhan), mengurangi kemasan plastik pada album fisik dan merchandise, sampai menyelenggarakan konser dengan emisi karbon rendah.
Seiring itu, bintang K-pop favoritnya semakin vokal menyuarakan isu iklim.
“Salah satu idolaku, Mark NCT, tampil di outlet media terbesar di Korea Selatan, JTBC Newsroom, untuk membahas tentang krisis iklim,” jelas Dayeon.
Grup idola kesukaan Dayeon lainnya, aespa, pernah berpidato tentang pembangunan berkelanjutan di High-Level Political Forum untuk PBB pada 2022. Masih di level PBB, perlindungan iklim dan lingkungan turut digaungkan oleh idola besar K-pop seperti Blackpink dan BTS .
“Ada juga lagu tentang perlindungan lingkungan dari SM Entertainment, dinyanyikan oleh sejumlah artis dari beberapa grup idola, berjudul The Cure,” demikian Dayeon mencontohkan kontribusi lain dari industri hiburan Korsel.
Dalam kampanye ‘Streaming Heating Melting’, Dayeon dan kawan-kawannya menyorot emisi karbon yang tinggi dari aktivitas streaming atau layanan musik daring.
Sejumlah perusahaan musik di Korsel, termasuk platform streaming terbesar, Melon, kelak menjawab dengan keseriusan untuk memindahkan pusat data ke layanan yang disokong energi terbarukan dalam beberapa tahun ke depan.
Aktivisme Dayeon juga melibatkan kolaborasi dengan BTS ARMY Indonesia (BTS AHC). Tahun ini, mereka bersama-sama merekomendasikan pada salah satu industri otomotif besar di Korsel agar menggunakan bahan logam aluminium yang diproduksi dengan sumber energi ramah lingkungan.
Kampanye lainnya, baru dirilis bulan Agustus kemarin, berkaitan dengan sederet jenama fesyen mewah yang mengangkat anggota Blackpink sebagai dutanya.
Industri fesyen, yang menargetkan kaum muda sebagai pasar, dipandang belum berupaya maksimal dalam perlindungan iklim.
“Kami bangga Blackpink menjadi global ambassador untuk jenama-jenama mewah terkenal. [Namun] kami ingin melihat lebih dari itu—makanya kami minta jenama mewah ini untuk berusaha lebih baik, supaya kita semua dapat terus memperjuangkan masa depan yang lestari,” ujar Dayeon dikutip dari Vogue Business.
Ada kalanya Dayeon merasa kewalahan dalam menjalankan aktivitasnya. Sebagai penghiburan, dia akan membaca ulang pesan-pesan dukungan di media sosial dari para penggemar K-pop.
Satu waktu dia juga berusaha mengingat momen menyenangkan bersama artis K-pop Kim Donghyuk dari boy band iKon.
Beberapa tahun lalu saat mengkampanyekan ‘No K-pop on a Dead Planet’, Dayeon mengisi acara radio bersama Donghyuk, yang menyatakan apresiasinya terhadap usaha keras fans K-pop dalam menyuarakan isu-isu lingkungan dan iklim.
Merefleksikan kembali kegiatannya selama ini, Dayeon mengakui kuatnya stereotip terhadap kalangan penggemar K-pop karena kecenderungan masyarakat untuk melihat fandom K-pop sebagai sebatas aktivitas fangirling.
Meskipun penggemar K-pop tidak bisa disebut “seragam” lantaran berasal dari beragam latar belakang budaya, etnis, dan bahasa—demikian juga masing-masing dengan idola favoritnya—Dayeon menegaskan mereka semua disatukan oleh satu hal.
“Kami tahu, semua penggemar K-pop peduli pada artis-artis K-pop. Dengan berbagi kesamaan tersebut, kami juga punya satu karakteristik spesifik, yaitu menganggap masalah orang lain sebagai masalah kami juga.”
“Maka dari itu,” lanjut Dayeon, “Kami tidak ragu-ragu untuk menyuarakan pendapat terhadap isu-isu sosial.
Ia menyinggung karakter digital savvy di kalangan penyuka K-pop, yang tak hanya aktif mengikuti berita tentang K-pop di Twitter dan Instagram, namun juga tanggap pada isu-isu sosial lainnya.
Mungkin kamu ingat jejak penggemar K-pop dalam aksi demonstrasi #Reformasi Dikorupsi pada 2019 silam, atau ketika mereka berbuat iseng pada acara kampanye Donald Trump tahun 2020, bahkan membanjiri tagar-tagar anti-gerakan Black Lives Matter dengan fancam atau meme artis K-pop.
“Kami sangat reaktif dan solider,” jelas Dayeon lagi.
Dayeon optimis bahwa gerakan dari kalangan penggemar K-pop akan punya masa depan cerah—mengaitkannya dengan soft power kebudayaan K-pop yang semakin menyebar luas.
“Dulu, sewaktu aku masih SD, budaya K-pop hanya dinikmati oleh orang Korea Selatan. Seiring soft power dari K-pop menguat, semakin banyak orang di luar sana yang mengerti tentangnya.”
Menurutnya, K-pop akan semakin populer seiring aktivisme penggemarnya kian berdampak untuk masyarakat. Apa alasannya?
“Aktivitas Kpop4planet dilandasi oleh kepedulian dan cinta… Itulah sebabnya, menurutku, kami dapat memperjuangkan kerja-kerja kami secara berkelanjutan,” pungkas Dayeon.
Editor: Lilin Rosa Santi