Menuju konten utama

6 Rekomendasi IDI untuk Menekan Penyebaran Cacar Monyet

Hanny Nilasari mengatakan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit cacar monyet (Monkeypox/Mpox) sangat rendah.

6 Rekomendasi IDI untuk Menekan Penyebaran Cacar Monyet
Ilustrasi Monkeypox. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Ketua Satgas Mpox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Hanny Nilasari mengatakan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit cacar monyet (Monkeypox/Mpox) sangat rendah. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap Mpox membuat penyebaran penyakit ini begitu cepat.

"Banyak masyarakat yang masih belum mengetahui gejala Mpox dan mungkin tidak tahu cara melindungi diri dari penyakit tersebut," demikian pernyataan tertulis Hanny dikutip Tirto, Senin (30/10/2023).

Kurangnya informasi tentang Mpox menyebabkan masyarakat lambat mencari pertolongan medis. Itu dapat mengakibatkan kondisi yang lebih parah.

"Selain itu sering terjadi kesalahpahaman mengenai penyakit ini, bahwa Mpox bukanlah penyakit serius atau tidak umum terjadi. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kepedulian terhadap penyakit ini dan keengganan mengambil tindakan untuk melindungi diri dari infeksi," tutur Hanny.

Selain itu, banyak penderita Mpox memiliki gejala ringan yang mungkin tidak cukup parah. Hal ini membuat pasien cenderung mengabaikan penyakit ini dan berasumsi bahwa gejalanya tidak serius dan akan sembuh dengan sendirinya.

Selain itu Mpox sering kali mendapat prioritas rendah dari berbagai isu prioritas dibandingkan penyakit lain, seperti HIV/AIDS, tuberkulosis, atau malaria.

Namun, kasus Mpox yang ringan justru menyebabkan penyebaran penyakit, serta berakibat fatal terutama pada pasien dengan imunitas rendah.

Hanny pun mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap bahaya Mpox serta meningkatkan kesadaran akan gejala-gejala penyakit ini.

"Kita harus mendidik masyarakat tentang cara melindungi diri dari infeksi Mpox. Dengan demikian kita dapat mengurangi penyebaran penyakit ini dan meningkatkan hasil bagi yang sudah terinfeksi,” kata Hanny.

Selain itu, PB IDI mendorong penelitian lebih lanjut untuk pengendalian Monkeypox.

"Banyak pemerintah di kawasan Asia Tenggara yang kurang memperhatikan masalah penelitian. Hal ini menyulitkan organisasi layanan kesehatan untuk menerapkan langkah-langkah pengendalian yang efektif dan melakukan penelitian yang diperlukan mengenai pengobatan dan vaksin," ucap Hanny.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi, memastikan PB IDI akan terus mengawal perkembangan kasus cacar monyet (monkeypox/mpox) di Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh PB IDI adalah dengan membentuk Satgas Mpox.

“Kami terus bersinergi dengan pemerintah untuk memberikan penanganan terbaik bagi para pasien dan masyarakat," kata Adib.

Menurut Adib, agar dapat mengatasi wabah Mpox secara efektif, diperlukan upaya berkelanjutan dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah, organisasi layanan kesehatan, dan organisasi internasional.

"Kita juga perlu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini, meningkatkan akses terhadap pengobatan yang efektif, meningkatkan pendanaan untuk penelitian dan upaya pengendalian, serta pembentukan respons terkoordinasi yang melibatkan partisipasi semua negara terutama di Asia Tenggara,” urai Adib.

PB IDI menyampaikan, Mpox dapat menular dari manusia ke manusia, tidak hanya dari hewan ke manusia. Lebih dari 90 persen kasus Mpox di dunia dilaporkan pada populasi khusus yaitu homoseksual dan biseksual.

Cepatnya penyebaran Mpox secara global dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti tingginya jumlah orang yang bepergian dan perdagangan internasional hewan seperti monyet. Selain itu, ditemukan jalur penularan baru dari manusia ke manusia melalui hubungan seksual Lelaki Seks Lelaki (LSL).

Adib menambahkan, penyebaran Mpox diperparah dengan masih minimnya ketersediaan vaksin Mpox di negara-negara berisiko tinggi.

"Ada kekhawatiran bahwa masalah Mpox ini agak terabaikan di wilayah Asia Tenggara karena kurangnya akses terhadap fasilitas medis yang memadai," tukas Adib.

Lebih lanjut, PB IDI merekomendasikan penanganan kasus Mpox:

1. Banyak masyarakat yang belum terinformasi dengan baik mengenai apa itu Mpox. Perlu penyebaran edukasi secara luas kepada masyarakat umum tentang infeksi ini, terutama cara penularan, pencegahan dan deteksi dini.

2. Lebih dari 90 persen penularan melalui kontak erat dan terutama kontak seksual. Hindari kontak fisik dengan pasien terduga Mpox.

3. Untuk populasi risiko tinggi misalnya memiliki multipartner, dan kondisi imunokompromais (autoimun, penyakit kronis lainnya) sedapat mungkin hindari perilaku yang berisiko. Hubungan seksual harus dilakukan dengan aman menggunakan kondom serta lakukan vaksinasi.

4. Kepada masyarakat umum, terlebih populasi kunci, dianjurkan untuk segera mengunjungi dokter apabila muncul gejala lesi kulit yang tidak khas dan didahului demam.

5. Pada kasus terduga Mpox, perlu dilakukan skrining (pemeriksaan awal) berupa wawancara tentang perkembangan penyakit (anamnesis), pemeriksaan lesi kulit dan organ-organ secara detail dan lengkap (PF) serta pemeriksaan swab yakni pemeriksaan lab khusus dengan mengambil cairan dari lenting, keropeng, atau kelainan kulit.

6. Penyediaan obat antivirus dan vaksin didesentralisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang ditunjuk dengan alur permintaan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan diberikan atas indikasi serta skala prioritas.

Baca juga artikel terkait CACAR MONYET atau tulisan lainnya dari Iftinavia Pradinantia

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Iftinavia Pradinantia
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Anggun P Situmorang