Menuju konten utama

5 Perbedaan Qurban dan Aqiqah, Mana yang Didahulukan?

Ketahui perbedaan qurban dan aqiqah jika belum pernah menunaikan keduanya sebelum memutuskan mana yang harus didahulukan. Berikut penjelasannya lengkap.

5 Perbedaan Qurban dan Aqiqah, Mana yang Didahulukan?
Petugas Dinas Pangan, Pertanian, Kelautan dan Perikanan memeriksa kesehatan ternak sapi di tempat resmi penjualan hewan kurban, Desa Batoh, Banda Aceh, Aceh, Jumat (24/7/2020). ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.

tirto.id - Setidaknya ada 5 perbedaan qurban dan aqiqah yang perlu muslim ketahui. Lantas, apabila belum menunaikan keduanya, aqiqah dan qurban mana yang didahulukan? Berikut ini penjelasan lengkap tentang hal-hal tersebut.

Kurban dan akikah termasuk ibadah sosial karena memiliki dimensi kemanusiaan. Pelaksanaannya dapat menambah rasa solidaritas serta mempererat persaudaraan sesama muslim.

Sementara itu, Idul Adha pada kalender Hijriah diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Mengenai Hari Raya Idul Adha tahun ini diprediksi tanggal 17 Juni 2024 bertepatan dengan 10 Dzulhijjah 1445 Hijriah.

Perbedaan Qurban dan Aqiqah

Ibadah kurban terkadang memantik pertanyaan sebagian orang. Misalnya, apabila ada orang yang belum diakikahkan orang tuanya, yang mana sebaiknya didahulukan: berakikah buat dirinya atau menyembelih hewan untuk kurban?

Secara umum, kurban dan akikah sama-sama dilaksanakan dengan menyembelih hewan. Namun, perkara akikah sendiri, pada muasalnya, ditekankan kepada orang tua, bukan anak, terutama pada bayi yang baru lahir, khususnya hari ketujuh selepas persalinan. Anjuran akikah tergambar dalam hadis Rasulullah SAW berikut:

مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ

“Aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi,” (H.R. Bukhari).

Namun, ketentuan akikah ini tidak hanya terlepas ketika anak berusia tujuh hari, melainkan diberi kelonggaran pengerjaannya kepada orang tua hingga anak sampai usia balig. Untuk anak yang belum diakikahkan hingga selepas ia sampai umur balig, kesunahan akikah jatuh pada dirinya sendiri, demikian sebagaimana dilansir NU Online.

Oleh karena itu, seorang anak yang sudah dewasa atau telah akil balig tetap dianjurkan berakikah untuk dirinya sendiri, jika belum diakikahkan pada masa kecilnya. Lalu, bagaimana jika ia ingin berkurban, tetapi belum berakikah?

Sebelum membahas jawaban atas pertanyaan tersebut, perlu diketahui perbedaan qurban dan aqiqah. Sebagaimana dikutip dari laman umm.ac.id dan sumber-sumber lainnya, adapun faktor yang membedakan antara kurban dan akikah adalah sebagai berikut:

1. Pensyariatan Kurban dan Akikah

Kurban disyariatkan sebagai peringatan akan ketaatan Nabi Ibrahim AS atas perintah menyembelih anaknya sendiri, Ismail AS. Karena ketaatan Nabi Ibrahim itu, Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor kambing. Ketentuan kurban lalu disyariatkan kembali kepada umat Nabi Muhammad SAW, melalui ajaran Islam.

Bagi umat Nabi Muhammad SAW, menyembelih hewan kurban pada saat Idul Adha dan tiga hari tasyrik hukumnya adalah sunah muakkad atau sunah yang sangat dianjurkan. Perintah kurban juga tertuang dalam al-Qur'an, yakni dalam surah Al-Kautsar.

Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak ia disyariatkan sampai beliau wafat. Ketentuan kurban sebagai sunnah muakkad dikukuhkan oleh pendapat dari Imam Malik dan Imam Syafi'i.

Hukum akikah juga sunah muakkad, tetapi menjadi wajib kalau dinazarkan. Adapun pensyariatan akikah untuk menyambut kelahiran bayi, dasarnya adalah hadis berikut ini.

“Anak tergadai dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambut kepalanya,” (H.R. Tirmidzi).

2. Jenis Hewan Kurban dan Akikah

Kendati sama-sama disyariatkan menyembelih hewan, tidak semua hewan kurban boleh dijadikan untuk akikah. Buat qurban Idul Adha, hewan yang disyariatkan untuk dikurbankan adalah kambing, sapi, domba, unta, dan kerbau.

Hewan ternak yang akan dikurbankan haruslah mencapai usia minimal yang sudah diatur syariat Islam. Misalnya untuk unta, minimal berumur lima tahun dan telah masuk tahun keenam. Sapi atau kerbau untuk kurban minimal berumur dua tahun dan telah masuk tahun ketiga.

Kemudian, kambing kurban jenis domba atau biri-biri harus berumur minimal satu tahun. Adapun kambing kurban jenis domba bisa berumur minimal enam bulan, jika yang berusia satu tahun sulit ditemukan. Sedangkan kambing biasa (bukan domba/biri-biri, semisal kambing jawa) minimal usia sudah satu tahun dan telah masuk tahun kedua.

Kemudian, hewan kurban juga tidak boleh dalam keadaan mengenaskan atau cacat. Misal, hewan buta salah satu matanya, atau hewan pincang salah satu kakinya, atau hewan sakit yang tampak jelas sehingga kurus dan dagingnya rusak, atau hewan sangat kurus, atau hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya, atau hewan yang terputus sebagian maupun seluruh ekornya.

Sedangkan untuk akikah, hewan yang disembelih adalah kambing. Adapun persyaratannya sama dengan hewan kurban di atas. Untuk mengukur usianya, cukup dilihat apakah ia sudah berganti gigi atau belum. Jika sudah berganti gigi, maka kambing layak disembelih untuk akikah.

3. Waktu Penyembelihan

Perbedaan berikutnya adalah dari waktu penyembelihannya. Akikah disunahkan untuk dikerjakan, terutama pada hari ketujuh usai kelahiran anak, serta boleh pula pada saat waktu lain. Sedangkan kurban dilaksanakan setahun sekali pada tanggal 10, 11, 12, dan 13 Zulhijah.

4. Jumlah Hewan dan Pelaksanaannya

Dalam ibadah kurban, tidak dibatasi banyaknya hewan yang akan dikurbankan. Sedangkan, untuk akikah, terdapat ketentuannya. Bagi kelahiran bayi laki-laki, diperintahkan menyembelih dua ekor kambing. Sementara untuk akikah kelahiran bayi perempuan, dilakukan dengan menyembelih satu ekor kambing.

Lalu, berapa kali aqiqah disyariatkan seumur hidup? Dalam hal jumlah pelaksanaan, akikah disyariatkan sunah untuk dilakukan hanya sekali seumur hidup.

Sementara ibadah kurban tidak dibatasi jumlah pelaksanaannya. Selama shohibul kurban (orang yang berkurban) mampu dan memiliki kelebihan harta, sunah baginya untuk melaksanakan ibadah tahunan itu. Penegasan ketentuan kurban bagi orang yang mampu ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW:

“Barang siapa yang berkelapangan harta, namun tidak mau berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat salat kami,” (H.R. Ibnu Majah).

5. Pembagian Daging Hewan yang Disembelih

Dikutip dari laman Baznas, perbedaan lainnya terletak pada pembagian daging hewan yang disembelih. Dalam kurban, sebagian dagingnya wajib dibagikan kepada muslim yang fakir dan miskin. Beberapa ulama berpendapat bahwa pembagian daging hewan kurban sebaiknya dilakukan dengan cara: sepertiga untuk orang yang berkurban dan keluarganya, sepertiga untuk fakir miskin, dan sisanya dapat disimpan.

Sedangkan dalam pembagian daging hewan aqiqah, hukumnya adalah sunnah untuk membagikan kepada sesama umat Islam. Tidak ada ketentuan khusus mengenai pembagian seperti pada kurban, sehingga penyaluran daging aqiqah lebih fleksibel dan tergantung pada keinginan keluarga yang melaksanakan aqiqah.

Aqiqah dan Qurban Mana yang Didahulukan?

Bagaimana jika seseorang mau berkurban, tetapi belum berakikah? Aqiqah dan qurban mana yang didahulukan?

Dalam artikel tanya-jawab berjudul “Aqiqah atau Kurban Dulu” yang ditulis oleh Maftukhan di NU Online, dinyatakan bahwa pendahuluan antara akikah atau kurban perlu dilihat momentum dan situasinya.

Apabila masa sudah memasuki bulan Dzulhijjah, serta menjelang hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik maka diutamakan untuk mendahulukan kurban daripada akikah.

Akan tetapi, jika ingin diniatkan untuk pahala kedua-duanya maka bisa mengikuti pendapat Imam Ramli (al-'Allamah Ar-Ramli), seperti pernah dituliskan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab al-Tausyih. Berdasarkan pendapat dari salah satu ulama besar di Mazhab Syafii itu, jika seseorang berniat menyembelih kambing untuk kurban sekaligus aqiqah, kedua-duanya dapat terealisasi.

Menurut Imam Ramli, pahala yang akan didapat bisa berlipat jika diniatkan keduanya. Akan tetapi, pendapat berbeda disampaikan Ibnu Hajar Al-Haitami. Hal ini dirujuk dari kitab Itsmidil Ain yang diterbitkan Darul Fikr.

“[Perkara] jika ada orang berniat melakukan akikah dan kurban [secara bersamaan], tidak [akan] berbuah pahala kecuali hanya salah satunya saja menurut Imam Ibnu Hajar [Al-Haitami], dan [bisa] berbuah pahala kedua-duanya menurut Imam Ramli,” (Hlm. 127).

Apakah Hewan Aqiqah Menjadi Kendaraan di Akhirat?

Selain mana yang harus didahulukan antara qurban dan aqiqah, pertanyaan lain yang muncul ialah soal ‘tunggangan di akhirat’. Apakah hewan aqiqah menjadi kendaraan di akhirat, seperti hewan kurban? Sejauh ini penjelasan yang ada hanya soal hewan kurban.

Dikutip dari laman RRI, Nabi Muhammad SAW menyarankan agar hewan kurban digemukkan terlebih dahulu, karena hewan tersebut akan menjadi kendaraan nanti saat menyeberangi jembatan menuju surga. Hadis ini diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah ra.

Namun, beberapa ulama seperti Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Imam As-Sakhawi, dan Imam Suyuti menilai sanad hadis ini sangat lemah. Ustadz Muhammad Ilham, S. Ud, M. Ag juga mengonfirmasi kelemahan hadis tersebut, menyatakan bahwa riwayat ini dan riwayat terkait lainnya dinilai sangat lemah oleh para ahli hadis.

Meski begitu, umat Islam tetap dapat memetik hikmah dari hadis tersebut, yaitu pentingnya memberikan hewan kurban yang terbaik. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa hewan kurban yang baik memudahkan orang yang berkurban melewati shirath, dan semakin baik hewan kurban yang diberikan, semakin besar pula balasan yang akan diterima.

Hikmah-Hikmah Pelaksanaan Kurban Idul Adha

Ibadah kurban adalah yang memiliki dua dimensi dalam Islam: ibadah spiritual (hablum minallah) dan ibadah sosial (hablum minannas).

Pertama, ibadah spiritual dalam berkurban berkaitan dengan ketaatan terhadap perintah Allah SWT.

Perintah berkurban ini tertera dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Kautsar ayat 2: “Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah [sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah],” (QS. Al-Kautsar [108]: 2).

Kedua, ibadah sosial berkaitan dengan hubungan dengan manusia (hablum minannas).

Orang yang berkurban menyisihkan sebagian hartanya untuk disedekahkan [sembelihan hewan kurban] kepada golongan yang tak mampu sehingga berbahagia pada Hari Raya Idul Adha.

Berikut ini sebagian hikmah pelaksanaan kurban Idul Adha dalam Islam:

1. Ibadah yang Paling Dicintai Allah SWT

Ibadah kurban adalah amalan yang sangat dicintai Allah SWT, sebagaimana tergambar dalam sabda Nabi Muhammad:

“Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam [manusia] pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan [kurban]. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya,” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

2. Membahagiakan Orang yang Tidak Mampu di Momen Hari Raya Idul Adha

Sembelihan kurban Idul Adha dan hari-hari tasyrik dibagikan kepada golongan yang tidak mampu. Dengan demikian, mereka juga dapat berbahagia pada Hari Raya Idul Adha.

Bagi orang-orang yang mampu, ibadah kurban merupakan bentuk rasa syukur atas keberlimpahan yang dianugerahkan Allah SWT kepada mereka.

Allah SWT menjanjikan bahwa orang yang bersyukur akan ditambah rezekinya sehingga harta benda mereka menjadi berkah di sisi Allah SWT.

3. Renungan untuk Melepaskan Diri dari Sifat-Sifat Jelek Manusia, Mulai dari Rasa Dengki, Fanatik, Egois, dan Sebagainya

Ibadah kurban merupakan teladan dari Nabi Ibrahim AS. Dari sejarahnya, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail AS.

Karena ketaatannya itu, Allah kemudian mengganti Nabi Ismail dengan kambing gibas, sebagai balasan atas kesalehan Nabi Ibrahim.

Ketaatan Nabi Ibrahim itu kemudian diperingati sebagai ibadah kurban dalam Islam. Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berkurban untuk melepaskan diri dari egoisme dan cinta dunia, serta merelakan sebagian harta untuk disedekahkan di jalan Allah SWT.

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA 2024 atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani & Ibnu Azis