Menuju konten utama

41 PPDS Positif Corona Jatim: Jam Kerja Berlebihan Tanpa Asuransi

Tanpa niatan serius dari pemerintah, risiko penularan dokter di rumah sakit akan terus terjadi.

41 PPDS Positif Corona Jatim: Jam Kerja Berlebihan Tanpa Asuransi
Ilustrasi pekerja rawan Corona. tirto.id/Lugas

tirto.id - Sebanyak 41 peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) terpapar virus SARS-CoV-2 di RSUD dr Soetomo, pekan lalu. Satu di antaranya meninggal. Kini masih ada 9 PPDS dirawat.

RSUD dr Soetomo merupakan rumah sakit rujukan di Jawa Timur yang menjadi tempat magang atau residensi bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Data yang diterima Tirto menyebutkan, 41 PPDS positif Corona bertugas di berbagai departemen. Mulai bedah, anestesi, penyakit dalam, kandungan.

Lewat kenalan, seorang dokter magang RSUD dr Soetomo yang meminta namanya tak ditulis bersedia bercerita kepada Tirto. Ia bagian dari PPDS positif. Selama menangani pasien COVID-19, ia belum terproteksi asuransi. Padahal haknya sebagai pekerja, terlebih terkena COVID-19 akibat pekerjaannya diatur undang-undang. Kementerian Kesehatan juga telah mengatur asuransi ketenagakerjaan.

“Baru didaftarkan BPJS Ketenagakerjaan setelah ada berita kami PPDS kena COVID-19,” kata dokter tersebut, kemarin.

Selama bertugas, ia kerap bekerja melebihi batas waktu, di antaranya saat bertugas di instalasi gawat darurat bisa 12 jam-24 jam dengan baju hazmat dan alat pelindung diri meski setelahnya ada kompensasi libur.

Mereka juga masih punya kewajiban datang ke ruang perawatan masing-masing untuk memeriksa pasien non-Corona. Total waktu yang dihabiskan sehari melebihi delapan jam kerja.

Selama menangani pasien COVID-19, menurutnya, tanpa ada insentif dan gaji. Padahal posisinya sama dengan dokter relawan yang direkrut pemerintah untuk menangani pasien Corona di RSD Wisma Atlet.

“Kami setara dengan relawan, seharusnya dibayar. Orang tua kami menyekolahkan, bukan untuk diumpankan seperti ini,” imbuhnya.

Ia meminta ada perlakuan manusiawi dalam bekerja. Di antaranya kecukupan APD, insentif, keringanan biaya kuliah dan masa cuti.

Setelah terjadi penularan tersebut, Fakultas Kedokteran Unair meresponsnya. Salah satu bentuk insentif dari Fakultas Kedokteran kepada mahasiswa PPDS terpapar COVID-19 adalah keringanan 50 persen uang kuliah tunggal (UKT). Kampus juga memberikan kelonggaran cuti selama pandemi, terutama PPDS yang memiliki penyakit komorbid.

Perlindungan terhadap dokter magang tertuang dalam berbagai aturan. Menurut ketua Prodi Magister Hukum Kesehatan Unika Soegijapranoto, Endang Wahyati, Pasal 9 UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular mengatur pemberian insentif kepada dokter magang.

“Bisa bentuk materi berupa uang atau asuransi,” katanya kepada Tirto, kemarin.

Dokter yang kelebihan beban kerja, juga bisa menolak bekerja dengan merujuk ke UU Kesehatan. “Dokter bisa menolak, tapi kan takut. Apalagi status residen. Berkaitan kelanjutan sekolah, bisa selesai apa tidak,” ujarnya.

Masalah buruknya manajemen rumah sakit, kata dia, tak dapat dibebankan semua ke direktur, karena hanya satu bagian dari sistem. “Harus dicarikan jalan keluar, harus ada political will dari pemerintah untuk mencari solusi,” imbuhnya.

Perlu Pembenahan Internal dan Eksternal

Penularan COVID-19 di RSUD dr Soetomo juga mengenai dokter Agus Sulistiyono. Agus terpapar COVID-19 dari dokter anestesi pada pekan lalu. Ia justru mengaku ‘senang’ ikut terpapar setelah anak-anak didiknya terkena lebih dulu.

“Saya sangat legowo, [sebagai] kapten kapal [jadi] orang paling terakhir keluar [terkena Corona],” ungkap dia dalam video yang diperoleh Tirto.

Setelah melewati pekan yang berat karena harus dirawat dan ia sesekali menggunakan bantuan masker oksigen, Agus meminta manajemen rumah sakit untuk mengetes COVID-19 seluruh dokter magang dan pasien yang akan dibedah.

“Kalau saya boleh usul, yang paling penting bukan dari pasiennya. Pasien boleh demikian [dites]. [kita] tidak adil terhadap anak didik. [harusnya] semuanya diperiksa,” ujar Agus.

Video tersebut telah dikonfirmasi kepada Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur, dokter Sutrisno.

Menurut Sutrisno, kondisi Agus kini berangsur membaik dan dalam tempo tak begitu lama akan pulih. Agus selama perawatan tanpa alat bantu pernafasan atau ventilator.

Video testimoni Agus membuat gerah manajemen, karena kritiknya berbalut emosi. Direktur Utama RSUD dr Soetomo, dokter Joni Wahyuhadi mengatakan, Agus sudah minta maaf karena melontarkan kritik di saat menjalani perawatan.

“Dokter Agus sudah minta maaf ke saya. Karena saat itu emosi dan sesak. Wajar saat itu panik,” kata Agus kepada Tirto, kemarin.

Penularan COVID-19 di RSUD dr Soetomo disebut berangsur menurun setelah ada yang sembuh dan negatif. Tersisa 9 dokter magang. Namun, sumber Tirto di RSUD dr Soetomo menyebut jumlah tenaga kesehatan yang positif diduga mencapai 30-an. Berkaitan penambahan jumlah tenaga kesehatan positif, Dirut RSUD dr Soetomo, dokter Joni menyebutnya tetap sembilan orang.

Kasus penularan tenaga kesehatan muncul bertepatan dengan kondisi Jawa Timur menuju puncak kasus harian. Kini Jawa Timur menyalip DKI Jakarta dalam kasus COVID-19. Penanganan pasien Corona yang buruk di Jawa Timur tercermin dari tingginya angka kematian mencapai 7,3 persen melebihi level nasional 5,34 persen.

Ketua IDI Jatim, dokter Sutrisno mengatakan, manajemen RSUD dr Soetomo seharusnya berbenah setelah terjadi penularan di rumah sakit, terutama mengenai dokter magang.

“Saran saya, rumah sakit harus memperbaiki segala lini manajeman di internal rumah sakit. Kami juga minta masyarakat menjalani hidup sehat,” kata Sutrisno saat dihubungi, kemarin.

Berapa pun dokter yang positif, kata dia, menjadi masalah besar, karena imbasnya ke masyarakat.

“Tenaga kesehatan itu melayani pasien, berkaitan dengan keluarga sendiri, keluarga pasien, dan masyarakat sekitar. Jadi harus ada perbaikan, baik di rumah sakit dan masyarakat,” ungkapnya.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz