Menuju konten utama

Jawa Timur Episentrum Corona. Pengerahan TNI, Polri, BIN Tak Manjur

Berbagai upaya dilakukan untuk menekan kurva COVID-19 di Jatim, tapi toh itu semua tak berhasil.

Jawa Timur Episentrum Corona. Pengerahan TNI, Polri, BIN Tak Manjur
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jatim, dr Joni Wahyuhadi (kanan) saat mendampingi Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa (kiri) di Gedung Negara Grahadi di Surabaya beberapa waktu lalu. (ANTARA/Humas Pemprov Jatim/HO)

tirto.id - Kasus COVID-19 di Jawa Timur 'menghitam'. Provinsi tersebut kini menyumbang kasus positif terbanyak.

Berdasarkan data Gugus Tugas, per 26 Juni kemarin terdapat 10.901 kasus kumulatif positif COVID-19 di Jatim. Sementara pada hari yang sama, Jakarta, episentrum pertama wabah, mencatat 1.796 kasus. Hari ini Jatim juga mencatatkan penambahan kasus harian terbanyak, yaitu 356.

Sorotan terhadap cara penanganan Pemprov Jatim--juga pemerintah daerah di bawahnya--sudah muncul sejak beberapa waktu sebelumnya. Ini terjadi ketika Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bersitegang dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan. Mereka adu mulut berkali-kali. Selama itu pula kasus terus bertambah.

Pada 27 Mei, Presiden Joko Widodo bahkan meminta Panglima TNI dan Kapolri menambahkan pasukan di provinsi itu. Pada hari itu penambahan kasus harian mencapai 194, jauh lebih tinggi ketimbang Jakarta yang hanya 99.

Tidak cukup sampai di situ, Jokowi bahkan melakukan kunjungan kerja resmi ke Jatim pada Kamis 25 Juni lalu. Di sana ia memberikan ultimatum: "Dalam waktu dua minggu pengendaliannya betul-betul kita lakukan bersama-sama dan terintegrasi." Jokowi ingin kurva COVID-19 di Jatim segera turun.

Badan Intelijen Negara (BIN) ikut turun tangan membantu Surabaya, provinsi terparah di Jatim, mendeteksi COVID-19 selama 23 hari. Total rapid test dari mereka sebanyak 34.021 dengan hasil reaktif 4.603 selama 29 Mei-20 Juni di 23 lokasi. Setelah tes swab, ditemukan 1.702 positif COVID-19.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengklaim sepeninggal BIN dari daerahnya, kasus menurun. Faktanya kurva COVID-19 seperti pelana kuda. Kasus turun dari 105 per 20 Juni jadi 56, tapi menanjak lagi jadi 143 per 22 Juni lalu turun berturut-turut per 23-24 Juni jadi 107 dan 84 kasus.

Ada klaster besar di Surabaya seperti klaster Jemaah Tabligh, pabrik rokok PT HM Sampoerna.

Inti dari itu semua adalah, Jatim babak belur menghadapi pandemi COVID-19.

Dalam konteks tersebut, Pemprov Jatim justru memperoleh dua penghargaan yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri. Penghargaan bernama Lomba Inovasi New Normal Life diberikan kepada provinsi yang dianggap melakukan inovasi kebijakan terbaik menjelang kelaziman baru. Jatim meraih Juara I sektor Pasar Modern dan Juara II sektor Tempat Wisata.

Penghargaan diserahkan langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada Gubernur Khofifah, Senin (22/6/2020). Pemprov Jatim mendapatkan hadiah berupa Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp 5 miliar.

Menanggapi penghargaan tersebut, Wakil Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya Arief Bachtiar mengatakan, "di mata medis, penghargaan itu rasanya aneh" karena faktanya angka kematian dan penyebaran masih masif.

"Saya bingung penghargaan untuk the new normal itu bagaimana," katanya ketika dihubungi reporter Tirto, Jumat (26/6/2020), lalu mengatakan lebih baik dana lomba itu digunakan untuk penanganan COVID-19.

Selain masyarakat biasa, ia mengatakan banyak pula tenaga medis yang terpapar virus. Atas itu semua ia tak yakin masa kelaziman baru dapat berjalan lancar. "Wong saat PSBB saja tak berjalan baik, bagaimana dengan new normal?" sambung dia.

Hal serupa diutarakan pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo, bahwa Jawa Timur belum siap menjalani kelaziman baru.

"Kondisi epidemiologisnya belum stabil, belum terkendali. Kalau kasus baru belum nol, maka terus meningkat," katanya ketika dihubungi reporter Tirto.

Ia mengatakan transmission rate yang di bawah 1--makin mendekati 0 makin baik--pada periode 12-13 Juni tidak bisa dijadikan patokan karena "itu belum sampai dua pekan, jadi tidak bisa mengatakan kondisi Jawa Timur terkendali."

Selain itu, "Jatim belum boleh masuk the new normal" karena masih ada zona non-hijau, bahkan zona merah terdapat di Surabaya Raya, Pasuruan, dan Situbondo. "Di Provinsi Jawa Timur masih banyak yang (berzona) merah dan oranye, jadi risikonya masih tinggi. Bila yang hijau ada satu atau beberapa kuning, itu tidak aman karena virus tidak mengenal batas wilayah."

Jatim Tak Hanya Surabaya

Pendapat berbeda disampaikan oleh Ketua Satgas COVID-19 IDI Jatim Achmad Chusnu Romdhoni. Ia mengatakan situasi Surabaya yang sempat jadi 'zona hitam' COVID-19 tak bisa dijadikan patokan. Ia bilang masih ada daerah-daerah yang memiliki persiapan cukup bagus menyongsong the new normal.

"Contohnya di Kota Madiun, di sana sudah sampai ke zona hijau meskipun kemarin muncul lagi jadi oranye. Itu bagus. Kans untuk ke arah sana (kelaziman baru) bisa terjadi," ucap Chusnu kepada reporter Tirto.

Atas dasar itu ia menilai "kalau Jawa Timur menang, saya kira masuk akal."

Sementara Ahmad Fatoni, Sesditjen Keuangan Daerah Kemendagri, mengatakan Jatim memenuhi empat kriteria sehingga layak diganjar penghargaan.

"Pertama kesesuaian dengan protokol COVID-19. Kedua, replikasi. Ketiga, kekuatan gagasan. Keempat, kolaborasi," kata dia ketika dihubungi reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Adi Briantika & Mohammad Bernie
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino