tirto.id - Kerja-kerja Agus Hermanto, bukan nama sebenarnya, sebagai perawat kamar operasi di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur berubah seketika sejak awal Maret lalu, saat kasus COVID-19 muncul pertama kali di Indonesia.
Saat itu rumah sakit melakukan sejumlah penyesuaian agar dapat pula merawat pasien COVID-19. Kamar operasi dibagi dua: untuk pasien umum dan pasien COVID-19. Agus sendiri didapuk bertugas di kamar operasi COVID-19.
Bagi Agus, usia 25 tahun, tanggung jawab baru ini membuatnya harus mengenakan baju hazmat saban hari. Dengan pakaian itu tak kurang dari 8 jam sehari ia menangani berbagai macam operasi, termasuk melahirkan.
“Banyak dari pasien yang terinfeksi ketika hamil,” cerita Agus kepada reporter Tirto, Rabu (27/5/2020) pagi. Saat itu ia belum berangkat kerja. Ia kebagian masuk sif siang, tepatnya pukul 12.00.
Ada 99 rumah sakit rujukan yang dikerahkan Pemprov Jawa Timur untuk menangani pasien COVID-19, 15 di antaranya ada di Surabaya.
RS Unair adalah salah satu rumah sakit rujukan utama karena fasilitasnya yang terbilang lengkap. Karena itu tidak heran pasien tidak hanya dari Surabaya, tapi juga Pasuruan, Gresik, dan Sidoarjo. Kondisi ini membuat rumah sakit menambah ruang isolasi dari yang awalnya satu menjadi enam ruangan.
Sebagaimana dipraktikkan di banyak rumah sakit lain, petugas di sini akan melakukan pemeriksaan awal, mulai dari gejala, riwayat perjalanan, hingga riwayat kontak pasien untuk mengecek indikasi COVID-19.
Suatu ketika ada pasien yang menutupi latar belakangnya. Ia pun tidak dianggap mengidap COVID-19 dan dirawat di ruangan biasa. Orang ini ditangani perawat yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) level 2. Sementara APD lengkap khusus untuk petugas di ruangan isolasi dan kamar operasi khusus COVID-19.
Selanjutnya bisa ditebak: sejumlah tenaga kesehatan menunjukkan gejala COVID-19, dan setelah dites rupanya positif. Masih tak jelas berapa banyak tenaga kesehatan yang positif terjangkit. “Ada yang bilang 20, ada yang bilang lebih,” kata Agus.
RS Unair Setop Terima Pasien COVID-19
Kondisi demikian membuat tenaga kesehatan di RS Unair babak belur. Mereka langsung menjalani rapid test sejak Minggu lalu hingga Selasa kemarin.
Beban kerja pun bertambah. Idealnya, satu ruang isolasi dijaga oleh 20-30 perawat, tapi lantaran banyaknya perawat yang tumbang membuat satu ruangan hanya dijaga 12-13 perawat. Mereka bekerja 8 jam-10 jam (untuk sif malam) sehari, lengkap dengan baju hazmat. Selama itu mereka harus menahan haus, lapar, serta buang air.
“Bisa dibayangkan saja, mas, capeknya perawat,” kata Agus.
Untuk mengantisipasi situasi lebih rumit, Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan RSUA mengeluarkan surat nomor 1341/UN3.9.1/TU/2020 pada 26 Mei lalu, yang intinya memutuskan tidak menerima pasien rujukan COVID-19 terhitung 14 hari sejak surat dikeluarkan. Sementara pelayanan instalasi rawat jalan hanya dibuka untuk pasien cuci darah, tuberkulosis, HIV, onkologi terpadu, operasi terjadwal dan pengambilan obat kronis. Instalasi rawat inap pun difokuskan bagi yang saat ini dirawat.
Selain itu, Ketua Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Unair Maria Inge Lusida pun memutuskan karena sebagian personelnya terpapar virus COVID-19 sehingga kapasitas pemeriksaan berkurang, untuk sementara waktu LPT Unair hanya menerima sampel baru dari RS Unair. Keputusan ini disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur tertanggal 26 Mei 2020.
Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Unair Suko Widodo tak menyangkal adanya tenaga kesehatan yang positif COVID-19. Suko lantas menyebut kebijakan “penataan internal” ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan lonjakan pasien baru karena fasilitas perawatan COVID-19 hampir penuh.
LPT Unair juga mengambil kebijakan penataan internal untuk menjaga kualitas layanan karena permintaan tes swab cukup tinggi.
Kasus COVID-19 di Jawa Timur Melonjak
Per Selasa (26/5/2020), Jawa Timur mencatat 3.943 kasus baru COVID-19. Angka ini hanya lebih rendah dari DKI Jakarta, daerah pertama persebaran COVID-19. Surabaya menyumbang pasien COVID-19 terbanyak, yaitu 2.118 pasien, sementara 542 pasien berasal dari Kabupaten Sidoarjo.
Persebaran COVID-19 di Jawa Timur sedang tinggi-tingginya. Pada Kamis (21/5/2020), terdapat lonjakan 502 kasus baru, dan dua hari berselang bertambah 466 kasus. Pada Senin (25/5/2020), tercatat ada 223 kasus baru dan keesokan harinya muncul 57 kasus tambahan.
Lonjakan ini mengakibatkan hampir seluruh rumah sakit rujukan penuh. Bahkan di Surabaya, jumlah pasien sudah melampaui kapasitas rumah sakit.
Ketua IDI Jawa Timur DR. dr. Sutrisno, Sp.OG (K) menyebut jika digabung, maka kapasitas seluruh rumah sakit rujukan tak sampai 2.000 orang, sementara pasien yang masih dalam perawatan berjumlah 3.069 dari total 3.943 pasien positif.
“Akhirnya ada banyak sekali pasien-pasien COVID-19 yang dirawat bukan di kamar isolasi yang ideal, tapi di kamar isolasi saja,” kata Sutrisno kepada reporter Tirto, Rabu (27/5/2020).
Di sisi lain, kemampuan masing-masing rumah sakit tidak merata. Sejumlah rumah sakit memiliki kapasitas ruang isolasi yang besar dan dilengkapi tekanan negatif serta ventilator seperti Rumah sakit RSUD Dr. Soetomo, RS Unair, RS Pelabuhan, dan RSAL Dr Ramelan di Surabaya, RSUD Saiful Anwar dan RS Universitas Brawijaya di Malang, atau RSUD Dr. Soedono di Madiun.
“Kalau rumah sakit yang lain itu memang ada ruang isolasi tapi kemampuannya ditujukan untuk merawat pasien yang tidak sampai memerlukan ventilator,” kata Sutrisno, Rabu (27/5/2020).
Sutrisno berharap pemerintah bergerak cepat mengatasi situasi ini, misalnya dengan cara membuka RS khusus COVID-19 setidaknya untuk merawat pasien dengan gejala ringan dan sedang--seperti RS Darurat Wisma Atlet Jakarta. Pemerintah juga diminta untuk meningkatkan jumlah ventilator dan ruang isolasi bertekanan negatif untuk merawat pasien dengan gejala berat.
Sutrisno juga meminta pemerintah menambah kapasitas laboratorium pengujian COVID-19 di masing-masing kota. Saat ini dibutuhkan waktu 7-14 hari untuk mengetahui status seorang pasien, padahal “PCR itu sebenarnya tidak sampai sehari selesai, cuma karena load-nya terlalu banyak akhirnya lama.”
Jika penularan masif COVID-19 masih terjadi sementara pemerintah mulai melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi menjalani new normal, ia khawatir lonjakan pasien positif akan makin tak terkendali. Pada kondisi itu, maka tenaga kesehatan yang paling berisiko terpapar.
“Kalau orang kesehatannya banyak yang sakit, lantas siapa yang kasih pelayanan? Akhirnya masyarakat juga yang rugi,” katanya.
RS Darurat COVID-19 Sedang Disiapkan
Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya M. Fikser mengakui keputusan yang diambil oleh Unair akan sangat berdampak bagi mereka. Terlebih, LPT Unair menjadi andalan Pemkot Surabaya untuk melakukan tes PCR.
Fikser pun mengakui rumah sakit di Surabaya sudah melebihi kapasitas untuk menangani pasien COVID-19. Untuk mengatasi itu, Pemkot Surabaya telah bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit swasta dan memanfaatkan hotel untuk isolasi bagi mereka yang hasil rapid test-nya reaktif.
Selain itu, Pemkot juga membuka rumah sakit darurat dengan memanfaatkan asrama haji. “Kami pakai dua blok, itu kurang lebih dari 200 kamar sudah terisi 100,” kata Fikser saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (27/5/2020).
Fikser menyadari lonjakan penambahan kasus akan terus terjadi, terlebih masih banyak hasil tes PCR dari mereka yang reaktif berdasarkan hasil rapid test yang belum keluar. Untuk mengantisipasinya, Pemkot Surabaya sudah menyiapkan satu rumah sakit darurat lain. Selain itu, dia juga berharap pasien yang dirawat bisa segera sembuh dan pulang.
“Jadi kami harapkan satu tempat yang direncanakan ini tidak terpakai,” katanya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri