tirto.id - Sejumlah jurnalis menjadi korban intimidasi aparat kepolisian saat meliput aksi demo buruh menolak revisi UU Ketenagakerjaan yang digelar di depan Gedung DPR/MPR, Jumat (16/8/2019) siang.
Syaifullah, jurnalis Vivanews.com, adalah salah satu yang terkena intimidasi. Ia diancam polisi akan ikut dicokok saat tengah merekam aksi polisi menggiring buruh ke dalam bus. Saat itu, seorang polisi yang mengenakan baju polo putih kemudian meminta Syaefullah untuk menghapus rekaman video miliknya.
"Aku sudah menjelaskan dari media [wartawan]," kata dia di depan Gedung TVRI, Jumat siang.
Intimidasi serupa dialami Nurul Hidayah, jurnalis foto dari Bisnis Indonesia. Polisi memaksa Nurul untuk menghapus foto-foto penindakan demonstrasi tersebut. Ia pun sempat beradu mulut dengan aparat guna mempertahankan hasil kerjanya. Namun, Nurul malah diancam akan diringkus aparat jika tak menuruti perintah mereka.
Tindakan lebih beringas dilakukan polisi terhadap Midun, jurnalis foto Jawa Pos. Sang jurnalis bahkan sampai ditarik bajunya dan hasil jepretannya dihapus paksa.
"Baju saya ditarik, dihapus fotonya," ujar Midun.
Nasib serupa dialami Galih, jurnalis dari Lembaga Kantor Berita Nasional Antara, perusahaan pers milik pemerintah Indonesia. Polisi meminta Galih untuk tak bertindak sewenang-wenang dan menunggu rilis dari mereka.
"Tunggu rilis. Kamu jangan sewenang wenang. Lu dari tadi, gue tadi hapus foto video lu," ujar Galih menirukan omongan polisi.
Demonstrasi di depan Gedung DPR digelar Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK). Mereka ingin menyuarakan aspirasinya menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Massa aksi menilai revisi itu akan menguntungkan kalangan pengusaha karena mengandung sejumlah deregulasi dalam urusan ketenagakerjaan. Buruh pun menolak wacana fleksibilitas kerja yang dicanangkan di rencana revisi UU Ketenagakerjaan. Fleksibilitas versi pemerintah dinilai mempermudah pengusaha untuk merekrut dan mem-PHK karyawan sesukanya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Mufti Sholih