tirto.id - Seorang ibu yang bepergian dengan bayinya kerap kali merasa kesulitan jika ingin menyusui di ruang publik. Kesulitan ini disebabkan tidak semua ruang publik menyediakan ruang menyusui atau ruang laktasi. Sementara itu, bayi yang lapar tidak mengenal waktu dan kondisi. Kalau ia ingin menyusu, tak jarang langsung menangis dan meminta perhatian ibunya.
Untuk mengatasi hal ini, biasanya ibu menyiasatinya dengan membawa bekal susu formula. Namun, bagi bayi berusia enam bulan ke bawah, direkomendasikan agar diberi ASI eksklusif, artinya tanpa minuman atau makanan tambahan lain. Karena itu, ibu yang berkomitmen memberikan ASI kepada bayinya biasanya akan tetap menyusui bayinya di ruang publik. Keadaan ini menjadi dilema.
Perhatian Seksual
Menurut survei Tommee Tippee di Inggris seperti dilaporkan Independent, 26 persen atau satu dari enam ibu yang menyusui bayinya di ruang publik memperoleh perhatian seksual yang tidak diinginkan dari orang asing.
Perhatian seksual yang tidak diinginkan mencakup berbagai macam perilaku mulai dari disentuh tanpa izin, menyebabkan ketakutan, kecemasan atau tekanan; panggilan nama seksual atau pelecehan untuk pemerkosaan dan kekerasan seksual.
Perhatian seksual yang tidak diinginkan berbeda secara konseptual dengan pelecehan gender dan pemaksaan seksual, meskipun ketiganya punya kecenderungan terkait dengan pelecehan seksual.
Perlu diketahui bahwa perhatian seksual yang tidak diinginkan dapat terjadi baik pada wanita maupun pria dan terjadi antara orang yang sama dan lawan jenis. Namun dalam konteks ibu menyusui, perhatian sosial yang tidak diinginkan terjadi pada perempuan.
Alasannya karena payudara, menurut sebagian persepsi publik, merupakan organ seksual dan bagian tubuh yang 'menantang' jika dilihat terbuka. Karena itu juga, menurut survei yang sama, 27 persen dari perempuan itu diberi tahu oleh orang asing untuk menyingkir dan menyusui bayinya di tempat lain, alih-alih di ruang publik.
Sisanya, sebanyak 10 persen diminta untuk menutupi payudara mereka selama menyusui, dan 6 persennya dinasihati mengenai etika selama menyusui di ruang publik.
Stigma Ibu Menyusui di Ruang Publik Dinilai Tabu
Nicole Wallace, juru bicara Tommee Tippe menyatakan, hasil survei itu menandakan betapa tabunya perkara menyusui di ruang publik. "Penelitian ini menunjukkan stigma terkait masalah menyusui yang masih berakar di Inggris," ujar Nicole Wallace.
The Indian Express juga melaporkan bahwa kendati sebagian besar hasil survei mengindikasikan adanya stigma yang berkembang di Inggris, namun hal serupa bisa saja terjadi di belahan negara lain. Banyak ibu mengalami kesulitan untuk menemukan tempat yang aman dan nyaman untuk menyusui bayinya.
Sementara itu, di Indonesia sendiri, terdapat amanat untuk memprioritaskan bayi untuk mendapatkan ASI ekslusif. Pemberian ASI selama 6 bulan itu dapat dilanjutkan sampai balita berusia 2 tahun, baik itu di ruang privat atau ruang publik.
Oleh karena itu, terdapat Permenkes No. 15 Th. 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atas Memerah Air Susu Ibu. Salah satu amanat aturan tersebut adalah untuk melindungi ibu dalam memberikan ASI ekslusif dan memenuhi hak anak memperoleh ASI, kendati berada di tempat umum.
Pada Pasal 6 ayat 1 dan 2 tertulis bahwa: "Setiap pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus memberikan kesempatan bagi ibu yang bekerja di dalam ruangan dan/atau di luar ruangan untuk menyusui dan/atau memerah ASI pada waktu kerja di tempat kerja," baik itu "di dalam dan di luar ruangan."
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Agung DH