tirto.id - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta mencatat ada sebanyak 178 keluarga di Kota Gudeg yang masuk kategori keluarga bermasalah sosial psikologis.
"Permasalahan keluarga yang timbul di Kota Yogyakarta bagaikan fenomena gunung es," sebut Kepala DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Retnoningtyas, di Kemantren Mergangsan, Kota Yogyakarta pada Senin (5/5/2025) sore.
Retno pun membeberkan, Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kota Yogyakarta menerima 199 aduan selama tahun 2024. "Sebagian besar menimpa perempuan dan anak," tegasnya.
Retno mengutip data dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertras) Kota Yogyakarta, terdapat 178 keluarga yang dikategorikan keluarga bermasalahan sosial psikologi. "Permasalahan terlihat dari masih terdapat praktik pengasuhan anak yang tidak layak," tuturnya.
Pengasuhan anak yang tidak layak, kata Retno, meliputi berbagai tindakan yang kerap bermuara pada kekerasan terhadap anak. Padahal, seharusnya orang tua dan pengasuh memiliki tanggung jawab untuk mengasuh, mendampingi mendidik, melindungi, mendorong, dan memastikan tumbuh kembang anak sesuai.
Hasil monitoring SIGA DIY, beber Retno, ada 101 anak yang mengalami kekerasan. Baik itu kekerasan fisik, psikis, pemerkosaan, pelecehan, maupun pencabulan.
Selain itu, ditemukan pula keluarga yang memiliki anak menikah di bawah umur. "Ini ada 27 anak di tahun 2024 yang mendapat dispensasi nikah belum terdampingi secara tuntas," sebutnya.
Retno mengatakan, pernikahan anak di bawah umur perlu pendampingan. Sebab jika tidak didampingi, akan muncul masalah di kemudian hari. "Terutama masalah stunting baru," dia menekankan.
Masalah lain yang kemungkinan muncul, akibat tidak adanya pendampingan terhadap pernikahan di bawah umur, adalah kemiskinan baru. "Sudah stunting, miskin baru. Keluarga nantinya cekcok. Nanti terjadi KDRT, yang nantinya terjadi perceraian," runut Retno.
Berdasar data yang diperoleh DP3AP2KB Kota Yogyakarta, angka perceraian di Kota Pelajar terbilang tinggi. "Hampir sepertiga perkawinan di Kota Yogyakarta cerai. Ini konsen kita bersama," ucapnya.
DP3AP2KB mencanangkan Pusat Pembelajaran Keluarga dan Satyagatra Hangayomi Kemantren (Puspagatra Ngetren) sebagai upaya menanggulangi keluarga bermasalah sosial psikologi.
Puspagatra Ngetren merupakan salah satu inovasi quick win DP3AP2KB Kota Yogyakarta yang ditujukan untuk memperkuat ketahanan keluarga sebagai fondasi masyarakat yang harmonis dan berdaya. Melalui program ini, masyarakat diharapkan dapat mengakses informasi dan layanan terkait pengasuhan anak, kesehatan, serta perlindungan keluarga secara lebih mudah dan dekat.
Selaras dengan hal tersebut, Psikolog Puspaga, Tri Novita Herdalena, mengungkapkan, dengan adanya Puspagatra Ngetren ini dapat membantu 27 calon pengantin di bawah usia 19 yang belum terdampingi.
“Ini salah satu upaya kita untuk mendampingi mereka melalui Puspagatra Ngetren yang tersebar di tiga titik kemantren. Selain itu, dengan adanya Puspagatra Ngetren di Kemantren Mergangsan anak-anak yang belum terdampingi ini bisa segera terdampingi,” ujarnya.
Ia menambahkan, selain berfokus pada pencegahan perkawinan anak, program ini juga sebagai upaya dalam pencegahan kekerasan dan penurunan angka stunting di Kota Yogyakarta.
Puspagatra Ngetren, kata Novita, ini juga menjadi tempat pembelajaran keluarga, layanan informasi, konsultasi, dan konseling bagi anak. Selain itu, menjadi penghubung rujukan sebagai solusi bagi permasalahan anak dan keluarga.
Jika masyarakat ingin berkonsultasi terhadap permasalahan keluarga, bisa langsung mengunjungi Puspagatra Ngetren di Kemantren Mergangsan, Jetis, dan Kotagede dengan jadwal layanan setiap hari Senin dan Rabu pukul 09.00 -12.00 WIB. Sedangkan di hari Jumat buka pada pukul 09.00 - 11.00 WIB.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































