tirto.id - Ketika memperkenalkan iPhone untuk pertama kalinya ke dunia di atas panggung Macworld pada 2007 silam, Steve Jobs sempat menunjukkan salah satu instrumen penting dari temuannya tersebut: “Inilah Google Maps di iPhone!”
Jobs, yang mengenakan kaos turtle neck lengan panjang berwarna hitam, kembali melanjutkan sesinya. “(Lihat ini) terlihat peta Amerika Utara, dan (dengan menggunakan Google Maps) saya ingin pergi ke Moscone West, tempat kita berada saat ini.”
Dan berbarengan dengan peta Moscone West muncul, Jobs sedikit berteriak: “Boom!”
Selepas mencari titik lokasi gerai Starbucks sambil berkelakar memesan 4.000 gelas latte melalui nomor telepon gerai yang tertera di Google Maps, Jobs beralih mencari Washington Monument. Ia kembali mendemonstrasikan kecanggihan peta digital itu.
“Lihat, kehebatan ini ada di ponsel,” tutup Jobs.
Perkoncoan Apple dan Google
Kala itu, Apple dan Google memang tengah akur-akurnya. Hal ini dapat dilihat dari, misalnya, posisi Eric Schmidt sebagai Chief Executive Officer Google sekaligus komisaris Apple.
Sebab itulah Google Maps, aplikasi yang didemonstrasikan Jobs, tercatat merupakan aplikasi pihak ketiga (third party) pertama yang hadir di iPhone, jauh sebelum Apple memperkenalkan konsep App Store dan merilis software development kit-nya.
Dan, ya, sebagai aplikasi ponsel, Google Maps kali pertama lahir untuk iPhone, bukan Android.
Merujuk ucapan John Hanke, yang pada 2011 menjabat Vice President Geospatial Division di Google, menyebut bahwa Google Maps dibuat untuk “menciptakan satu peta dunia yang sempurna dan dapat dijelajahi.” Akan tetapi, sekalipun Hanke adalah pejabat tinggi di divisi peta Google, ia bukanlah pencipta layanan itu.
Google Maps diciptakan oleh dua sosok bersaudara Lars Eilstrup Rasmussen dan Jens Eilstrup Rasmussen. Dalam Web Engineering (2005) yang disusun David Lowe Martin Gaedcke, Lars merupakan pemegang gelar Ph.D atau doktor dalam bidang teori ilmu komputer dari University of California Berkeley. Bersama saudaranya, mereka membangun startup peta digital bernama Where 2 Technologies pada 2003.
Marcus Oppitz dalam Inventing the Cloud Century (2017) mengungkapkan bahwa semula dua bersaudara itu menawarkan ide tentang peta digital “searchable, scrollable, dan zoomable” pada Google. Dan di tahun 2004, Google mengakuisisinya. Google Maps, nama yang kemudian digunakan, dijadikan eksperimen dalam divisi khusus bernama Google Labs.
Guna melengkapi eksperimen tersebut, Google membeli startup lain: Keyhole dan ZipDash.
Pada 8 Februari 2005, Google meluncurkan Google Maps ke publik Amerika Serikat, dan menyusul merilis ke seluruh dunia selepasnya. Artinya, Maps kini telah berumur 15 tahun, dan menjadi salah satu produk unggulan Google yang menghasilkan banyak pundi-pundi uang bagi perusahaan raksasa tersebut.
Jejak Digital
Google Maps memang “gratis” digunakan kalangan awam, baik melalui web atau melalui ponsel Android dan iPhone. Namun, coba tengok oerusahaan seperti Gojek atau Grab yang menjadi “budak cinta” Application Programming Interface (API) Google Maps.
Penggunaan API Google Maps oleh para pemain aplikasi ride-sharing tidaklah gratis. Di laman resmi Google, permintaan penggunaan layanan Google Maps (API request) dihargai gratis jika penggunaannya tidak sampai 2.500 permintaan. Lebih dari itu, Google mematok tarif $0,5 per seribu API request.
Lalu kenapa saya menulis gratis dengan tanda kutip di atas untuk pengguna awam? Karena Google Maps, yang diprediksi Morgan Stanley akan akan mendulang $11 miliar pendapatan bagi Google di tahun 2023, menarik bayaran bukan dengan uang bagi pengguna awam-nya, melainkan demi jejak digital: data.
Dalam laman Techtermdijelaskan, dilihat dari cara bagaimana suatu kegiatan digital menghasilkan jejak, maka terdapat dua jenis jejak digital: pasif dan aktif.
Jejak digital pasif merupakan jejak yang tidak sengaja ditinggalkan. Tidak ada tindakan aktif yang dilakukan si pemilik jejak dalam menghasilkan jejak digital itu. Contoh dari jejak digital pasif ialah rekaman linimasa Google Maps. Segala tujuan, rute, maupun titik-titik yang dikunjungi, terekam oleh Google Maps. Perekaman tujuan maupun rute dilakukan tanpa ada tindakan aktif si pemilik jejak digital untuk memberikannya.
Google Maps mampu merekam jejak, terutama bagi segala smartphone yang memasang aplikasi tersebut dengan mengaktifkan fitur GPS. Sayangnya, dalam laporan yang dirilis Quartz, Google dikatakan tetap mengumpulkan data lokasi meskipun fitur lokasi atau GPS dimatikan pemilik smartphone.
Jejak digital merupakan sebuah "barang" yang berharga. Berbeda dengan jejak fisik yang mudah dihilangkan, jejak digital sangat sulit untuk dihapuskan, bahkan setelah bertahun-tahun.
Tong Sun, pimpinan pada Scalable Data Analytics Research Lab yang berada di bawah naungan Xerox, menjelaskan di Wiredbahwa dengan jejak digital yang dikumpulkan oleh aplikasi seperti Google Maps sanggup menawarkan “personalisasi”.
Via rekaman lokasi pengguna yang diperoleh dari Google Maps, Google sanggup menawarkan iklan personal, bukan berbasis situs apa yang dikunjungi, tetapi lokasi mana saja yang dikunjungi penggunanya. Hal tersebut, meniru ucapan Jobs, adalah “kehebatan” Google.
Dan, kita semua tahu, Google Maps bukanlah satu-satunya “kehebatan” mereka.
Editor: Eddward S Kennedy