tirto.id - Sebanyak 97 juta atau sekitar 37 persen dari penduduk Indonesia hingga saat ini belum memiliki akses terhadap air minum yang layak. Sedangkan 120 juta atau 47 persen penduduk belum memiliki akses terhadap sanitasi layak.
Data tersebut terungkap saat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Puan berbicara pada Konferensi City Sanitation Summit (CSS) XVI di Banda Aceh, Kamis (24/11/2016) yang diikuti lebih dari 400 delegasi pemerintah daerah anggota Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI).
Puan Maharani berujar persoalan tersebut bukan semata tugas pemerintah pusat, tapi juga pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.
Untuk menjawab persoalan ini, Puan mengatakan, pemerintah pusat telah menargetkan sanitasi dan air minum layak tersebut harus bisa terakses oleh seluruh masyarakat Indonesia pada akhir 2019 mendatang.
"Targetnya, seluruh masyarakat bisa mengakses sanitasi dan air minum yang layak hingga 100 persen pada akhir 2019. Target ini harus bisa tercapai seluruhnya," tegas Puan Maharani.
Untuk mencapai target tersebut, kata dia, pemerintah pusat melibatkan 12 kementerian dan lembaga negara. Hal ini berbeda dengan kebijakan sebelumnya di mana penanganan masalah sanitasi dan air minum layak hanya ditangani satu kementerian.
"Ini membuktikan bahwa pemerintah serius mencapai target 100 persen akses masyarakat terhadap sanitasi dan air minum yang layak," katanya.
Puan Maharani menyebutkan sanitasi dan air minum layak merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Kebutuhan dasar tersebut harus dipenuhi, sehingga kualitas hidup meningkat.
"Jika kualitas hidup meningkat, maka dengan sendirinya produktivitas ikut meningkat. Dengan demikian, kesejahteraan bisa diwujudkan. Dan ini menjadi tanggung jawab semua pihak," demikian kata Puan Maharani seperti diwartakan Antara.
Sementara itu, bertalian dengan persoalan ini, survei Bank Dunia pada 2008 menyebutkan negara telah mengalami kerugian sebesar Rp56 triliun atau sekitar 2,3 persen dari pendapatan perkapita Indonesia, kata Petugas Profram UNICEF Wash, Wildan Setiabudi.
Wildan berujar kerugian material dan nonmateril sebesar itu terjadi akibat masih minimnya kesadaran untuk menggunakan air bersih dan sarana sanitasi yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Ia mencontohkan, masih terdapat 51 juta penduduk dari sekitar 200 juta penduduk Indonesia yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Akibatnya, setiap jam ada 15-22 orang meninggal akibat diare dan penumonia.
Selain itu, kata dia, setiap tahun terdapat 136.000-190.000 anak-anak di Indonesia meninggal sebelum usia lima tahun lantaran buruknya sanitasi dan air sehat.
Untuk memecahkan masalah itu, Kepala Program Sanitasi Air dan Higienis UNICEF, Aidan Cronin, mengatakan, UNICEF menggandeng mitra di lapangan untuk menggencarkan gerakan dan kampanye dalam Aksi Nasional Tinju Tinja.
"Hal itu dimaksudkan agar Indonesia bebas dari ancaman BABS," katanya.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH