tirto.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mencopot Ronny F. Sompie sebagai Direktur Jenderal Imigrasi dan mengangkat Irjen Kemenkumham Jhoni Ginting sebagai penggantinya. Hal ini menuai respons dari pegawai Ditjen Imigrasi dengan memasang logo hitam di kantor mereka.
Tersiar kabar bahwa tindakan itu sebagai bentuk perlawanan atas pencopotan Ronny. Namun pejabat Biro Humas Kemenkumham Ali Nurdin membantah adanya perlawanan dari pegawai.
Ali menyebut tindakan memasang logo hitam itu sebagai bentuk empati dari para pegawai atas kejadian yang menimpa salah satu atasan mereka. Sebab, kata dia, Ronny dikenal sebagai sosok yang baik hati.
Sehingga, kata Ali, logo Ditjen Imigrasi berwarna hitam itu merupakan perwujudan rasa sedih, meski ia juga menolak dikatakan sebagai suasana berkabung.
“Nggak ada perlawanan [...] tapi mungkin ekspektasi pimpinan yang jauh lebih tinggi tidak seperti itu. Buktinya banyak yang suka sama dia, banyak yang sayang juga anak buahnya sama dia. Cuma rasa empatinya saja ya udahlah pak istirahat saja," ujar Ali saat dikonfirmasi, Rabu (29/1/2020).
Momentum pencopotan Ronny, membuat Yasonna kembali menjadi sorotan. Salah satunya dari anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman yang menuding Yasonna gegabah memecat Ronny.
"Dia [Ronny] tidak bersalah. Yasonna itu menjadi seperti [Pontius] Pilatus," ujar Benny saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (30/1/2020).
Pontius Pilatus merupakan gubernur dari Provinsi Ludaea Kekaisaran Romawi yang mengadili Yesus Kristus. Lalu belakangan mendeklarasikan bahwa ia tidak menemukan kesalahan apa pun pada Yesus.
"Yasonna harus bertanggung jawab. Dia harus diberhentikan juga oleh presiden," kata Benny.
Soal polemik keberadaan buronan KPK Harun Masiku, Benny menduga bahwa tersanka suap itu disembunyikan agar kasusnya hanya berhenti pada dirinya, tidak menyeret sejumlah nama.
"Masiku menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik korupsi di KPU dan parpol terafiliasi. Jika Masiku tertangkap, maka darinya akan digali banyak informasi yang relevan," kata Benny.
Yasonna Cuci Tangan
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menduga upaya pencopotan Ronny sebagai langkah cuci tangan Yasonna.
"Melempar kesalahan pada pihak lain. Padahal sikapnya yang sejak awal conflict of interes. Mencampurkan antara kepentingan partai dengan kepentingan negara dalam penegakan hukum," ujar dia kepada reporter Tirto, Kamis (30/1/2020).
Fickar menaruh skeptis dengan dicopotnya Ronny. Ia menilai Ronny menjadi Dirjen Imigrasi dengan melalui tahapan uji kelayakan dan memenuhi syarat.
Karena itu, ia meragukan ketika Ronny dicopot dari jabatannya tanpa alasan yang terang benderang.
Jika Ronny memang merasakan keganjilan, menurut Fickar, maka ia bisa melayangkan gugatan atas pencopotan dirinya itu.
"Ronny bisa mempersoalkan kesewenang-wenangan Yasonna Laoly secara hukum, baik melalui PTUN maupun gugatan ganti rugi perdata PMH ke pengadilan negeri,” kata dia.
Fickar berpegang pada Pasal 53 UU 51 Tahun 2009, terkait seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan.
Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas ( Unand) Feri Amsari. Menurut dia, satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa Yasonna berlaku sewenang-wenang dengan jalur PTUN.
"Kalau Pak Ronny tidak gugat PTUN, ya tidak bisa dibuktikan siapa yang bermasalah. Artinya, Ronny mengakui salah, kalau tidak gugat," ujar dia saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (30/1/2020).
Reporter Tirto menghubungi Ronny melalui telepon dan pesan Whatsapp. Namun, hingga artikel dirilis, ia tak memberikan respons.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz