tirto.id - Pagi hari jelang siang tanggal 28 Maret 2021, L dan istrinya, YSF, berboncengan naik motor matik bernopol DD 5984 MD menuju Gereja Katedral Makassar. Hari itu dikenal dengan Minggu Palma, awal pekan suci jelang kebangkitan Yesus. Misa kedua rampung dan tak banyak jemaat yang ikut karena masih pandemi.
Sekira pukul 10.30 keduanya tiba persis di gerbang gereja. Kosmos, seorang petugas keamanan, curiga lantaran mereka dua kali bolak-balik sebelum singgah di gerbang gereja. Pasutri ini pun dicegat. Kosmos bertanya mereka hendak apa dan pertanyaan tersebut dijawab dengan ledakan.
“Pada saat itulah terjadi bom,” kata Pastor Gereja Katedral Makassar Wilhelmus Tulak setelah kejadian. “Kejadian sangat cepat.”
Teror bom bunuh diri yang terjadi Jalan Kajaolalido, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar itu bikin geger. Indonesia lagi-lagi diserang teror.
Sebanyak 19 orang jadi korban, termasuk Kosmos. Potongan tubuh L dan istrinya berceceran di sekitar lokasi. Motor mereka juga hancur.
Hingga kemarin 29 Maret, ada 13 korban masih dirawat di RS Bhayangkara, dua di RS Siloam Makassar, dan sisanya sudah diperkenankan rawat jalan. Semua biaya pengobatan ditanggung oleh negara.
Identitas pasutri itu diketahui setelah tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System Polri melakukan penyelidikan. “Identik dengan sidik jari yang kami dapatkan,” ucap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Polda Sulawesi Selatan, Senin kemarin.
Listyo Sigit juga menjelaskan latar belakang para pelaku. L dan YSF baru enam bulan menikah. Mereka dinikahkan oleh Rizaldi, anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terkait dengan peristiwa pengeboman katedral Our Lady of Mount Carmel, di Pulau Jolo, Filipina, tahun 2018. “Pelaku merupakan bagian dari kelompok JAD.”
JAD adalah kelompok yang juga terlibat dalam bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya pada 2018 dan penusukan Wiranto pada 2019. Mereka terafiliasi dengan ISIS dan diakui sebagai organisasi teror oleh Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat. Di Indonesia kelompok ini menggantikan dominasi teror Jamaah Islamiyah (JI)--yang menginduk pada al-Qaeda--sejak beberapa tahun terakhir.
Empat tersangka ditetapkan dalam kasus ini, yaitu AS, SAS, MR, dan AA. Listyo Sigit menyebut kelompok ini termasuk kelompok kajian di Villa Mutiara yang berperan “mendoktrin dan mempersiapkan rencana untuk jihad, juga membeli bahan untuk melakukan bom bunuh diri”.
Sebelum bunuh diri, Listyo Sigit mengatakan L sempat meninggalkan surat wasiat kepada orang tuanya yang isinya ucapan pamit dan siap untuk mati syahid.
Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) mengatakan indikasi aksi terorisme di Makassar sebenarnya telah dipantau sejak 2015. Pada tahun itu ada ratusan orang dibaiat oleh ISIS di Kelurahan Sudiang, Kota Makassar. Penangkapan terus dilakukan setelahnya.
Pada awal Januari tahun ini, sekitar 20 terduga ditangkap Polda Sulawesi Selatan dan Densus 88. Mereka terlibat pendanaan bom bunuh diri di Filipina. Fasilitator pelarian ialah Andi Baso, terduga pelaku pengeboman gereja Oikumene Samarinda tahun 2017. Mereka sudah melakukan persiapan fisik maupun mempersiapkan kekuatan.
Wawan bilang pelaku bom bunuh diri ini “sebenarnya dalam pengejaran aparat keamanan.” Mereka kadung menebar teror terlebih dulu sebelum berhasil ditangkap.
Analisis Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia Stanislaus Riyanta, teror bom bunuh diri kali ini terjadi selain ada momentum--saat umat Katolik sedang ibadah--juga karena aparat tengah gencar-gencarnya menangkapi jaringan JAD Sulsel. “Pelaku mengambil pilihan, daripada tertangkap, lebih baik melakukan aksi bunuh diri,” ujar dia kepada reporter Tirto, Senin.
“Sasaran mereka adalah yang dianggap tagut, dan dari catatan, yang dianggap tagut adalah polisi kemudian pihak yang keyakinan berbeda. JAD selama ini memang hanya dua sasaran, yaitu polisi dan gereja," tutur dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino