tirto.id - Bagi beberapa orang Senin adalah hari muram dan membosankan. Tapi bagi banyak orang, terutama anak muda di kota-kota besar dengan akses internet cepat, Senin yang jatuh pada 12 Desember punya arti berbeda. Bukan karena Senin 12 Desember bertepatan dengan hari libur nasional, namun karena 12 Desember adalah hari belanja online nasional atau Harbolnas.
Inilah hari ketika mereka merasa punya kesempatan membeli lebih banyak, menghabiskan uang lebih banyak, dan menikmati diskon dari berbagai toko online dengan lebih kalap. Konsumerisme punya pembenaran pada hari itu.
Bagi penjual, Harbolnas adalah kesempatan menjual lebih banyak, menghabiskan stok lebih banyak, dan menyingkirkan produk tak laku dengan harga sedikit lebih murah. Tak jarang produk dijual secara paketan, diberi diskon, dan dikirimkan secara cuma-cuma. Cara ini cukup jitu membuat para penggemar belanja membeli barang. Tidak hanya satu, kadang di saat Harbolnas mereka bisa membeli lebih banyak dan lebih dari satu jenis produk.
Data Twitter menyebutkan perilaku belanja masyarakat Indonesia di era internet sangat konsumtif. Setidaknya ada beberapa indikator yang bisa digunakan untuk membuktikan hal ini.
Misalnya: tujuh dari 10 generasi milenial Indonesia suka mencoba barang dan merek baru. Perilaku ini menuntut mereka mencari benda-benda yang sedang diperbincangkan atau sedang tren untuk kemudian dipakai. Ini menuntut mereka terus-menerus mengikuti akun fesyen tertentu. Ketika jaket bomber yang dipakai Jokowi sedang tren, dalam waktu singkat produk ini terjual habis dan beberapa merek pakaian memproduksi benda serupa.
Statista menyebut pendapatan dari segmen e commerce fesyen di Indonesia mencapai US$1.993 juta pada 2016. Pemasukan ini diperkirakan akan terus naik hingga 2021 mendatang dengan pertumbuhan 21,7 persen per tahun. Diperkirakan volume pasar fesyen yang berasal dari e commerce Indonesia akan mencapai US$5.328 juta pada 2021. Saat ini pasar terbesar fesyen adalah pakaian yang putaran uangnya mencapai US$1.484 juta. Meski terlihat wah, namun angka itu masih jauh dibandingkan pasar Cina yang mencapai US$125.799 juta.
Pasar utama fesyen di Indonesia dan dunia tentu saja kelompok usia milenial. Mereka banyak memanfaatkan media sosial seperti Instagram dan Twitter untuk mengikuti perkembangan terbaru di dunia fesyen. Menariknya, dari data yang diberikan Twitter, dua dari tiga milenial di Indonesia ingin ambil bagian dalam pengembangan produk yang mereka inginkan secara online. Twitter digunakan untuk memberi masukan kepada brand agar membuat produk mereka lebih baik.
Milenial kadang punya tendensi untuk lebih banyak terlibat dalam pengembangan produk dari brand favorit. Brand yang sadar akan potensi ini ikut memberikan apresiasi yang membuat para penggemarnya menjadi loyal. Pengguna twitter akhirnya menggunakan akun sosial media untuk memantau brand favorit. Setidaknya sekali dalam sehari mereka akan mencari tahu perkembangan produk terbaru, promosi, penjualan, pelayanan, informasi terkini terkait produk dari brand favorit mereka. Hasilnya, menurut Twitter, 59 persen penggemar fesyen mengikuti akun Twitter brand tertentu karena mereka menyukai produk dan layanan mereka.
Selain loyalitas, mengikuti akun-akun fesyen membantu para milenial memberikan tanggapan terkait produk yang digunakan. Generasi milenial menggunakan Twitter untuk memuji atau mengeluhkan pengalaman belanja online mereka. Brand yang tanggap akan merespon segera keluhan ini untuk menjaga loyalitas penggemar. Twitter juga menganalisis dan memetakan perilaku belanja pengguna akun media sosial mereka dan interaksinya dengan brand yang diikuti.
Menurut Twitter 72 persen pengguna Twitter memanfaatkan media sosial untuk mencari produk baru, 70 persen mencari produk dengan brand yang spesifik. Usai menemukan yang mereka inginkan, 64 persen di antaranya mengunjungi situs brand tersebut. Setelah itu, 63 persen pengguna tadi akhirnya membeli produk fesyen itu, dan akhirnya 67 persen dari mereka yang membeli mencuitkan pengalaman belanjanya.
Artinya hampir pasti separuh pengguna Twitter yang mengikuti akun brand fesyen akan membeli barang setiap mereka mengeluarkan produk terbarunya.
Twitter Indonesia juga menyebutkan sembilan dari 10 milenial di Indonesia menggunakan Twitter untuk mencari barang-barang yang ingin mereka beli secara online. Twitter digunakan mencari rekomendasi satu produk yang partikular.
Misalnya mereka bertanya kepada pengikut atau influencer untuk membantu membeli produk yang dinginkan tapi tak pernah mencoba sebelumnya. Ini yang membuat banyak brand kemudian memanfaatkan influencer sebagai duta produk mereka. Kita mengenal mereka sebagai buzzer, namun dalam strategi marketing ia bisa jadi penting untuk pengenalan produk tertentu.
Masih menurut Twitter, para milenial di Indonesia membeli tiga hal paling banyak secara online. Berdasarkan pelacakan yang dilakukan Twitter Ads, tiga produk tadi adalah fesyen dan produk kecantikan sebanyak 47 persen, makanan dan minuman sebanyak 46 persen, dan terakhir produk jasa perjalanan sebanyak 38 persen.
Tiga lini bisnis inilah yang paling banyak dicari dan dibeli secara online, meski saat Harbolnas tiba, produk seperti pakaian dan gawai elektronik yang paling tinggi volume pembeliannya.
Penulis: Arman Dhani
Editor: Zen RS