Menuju konten utama

Watak Cilaka Omnibus Law: Memuluskan PHK Massal

RUU Cipta Kerja menghilangkan peran serikat buruh dalam proses PHK. Ia juga memperluas jenis-jenis PHK yang tak perlu izin.

Watak Cilaka Omnibus Law: Memuluskan PHK Massal
Sejumlah pengunjuk rasa dari sejumlah organisasi buruh melakukan aksi damai menolak Omnibus Law' RUU Cipta Lapangan Kerja di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (15/1/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

tirto.id - Alasan para penolak omnibus law RUU Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja alias Cilaka) semakin kuat setelah peraturan tersebut bisa diakses publik. Pada RUU tersebut, diketahui banyak hak-hak buruh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikurangi atau bahkan dihilangkan.

Salah satu peraturan yang merugikan pekerja itu adalah soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dalam Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, terdapat ketentuan bahwa: "Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja."

Pasal selanjutnya menyebutkan bahwa PHK hanya dapat dilakukan setelah itu dirundingkan dengan serikat buruh, dan jika tak menemui kata sepakat juga, maka itu diselesaikan lewat pengadilan hubungan industrial.

Pasal-pasal diubah dalam draf RUU Cilaka (PDF, hlm. 568). Pasal 151 ayat (1) diubah menjadi sekadar: "Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.

Peran serikat dinihilkan. Ini dibuktikan dengan pasal selanjutnya yang menyebut jika tak menemui kata sepakat, kedua belah pihak dapat langsung menyelesaikan masalah ini di PHI.

Kendati draf RUU Cilaka masih mengatur soal beberapa kompensasi yang harus dibayar perusahaan kepada buruh yang terkena PHK, namun jika dibanding UU Ketenagakerjaan, jumlahnya lebih sedikit, bahkan ada yang dihapus sama sekali.

Mempermudah PHK

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan pengubahan dan penghapusan pasal-pasal terkait PHK di atas akan mengakibatkan buruh lebih gampang dipecat. Pengusaha, misalnya, tak perlu bersitegang dengan serikat. Pemerintah juga tak perlu lagi bersusah payah "mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja."

Selain karena pasal-pasal di atas, RUU Cilaka juga mempermudah pengusaha mem-PHK pekerja karena ia memperluas jenis-jenis PHK yang bisa dilakukan tanpa perundingan.

"Jika dalam UU 13/2003 jenis PHK yang bisa dilakukan tanpa izin hanya mencakup 4 jenis, dalam RUU Cipta Kerja terdiri dari 8 jenis. Celakanya, PHK tanpa izin bisa dilakukan karena perusahaan melakukan efisiensi," kata Iqbal lewat rilis resmi yang diterima reporter Tirto, Senin (17/2/2020) pagi.

Menurut Pasal 154 UU Ketenagakerjaan, PHK hanya dapat dilakukan tanpa perundingan jika: pekerja masih dalam masa percobaan, mengundurkan diri atau kontrak habis, mencapai usia pensiun, atau meninggal dunia. Sementara dalam RUU Cilaka, itu ditambah empat kondisi lain, termasuk jika perusahaan tutup dan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga.

Iqbal lantas mengatakan serikatnya terus mendesak "DPR RI menurunkan semua pasal kluster ketenagakerjaan."

Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah juga menilai serupa. Penghapusan dua pasal tersebut, menurutnya, adalah salah satu alasan kenapa serikatnya menolak RUU Cilaka sedari awal.

"Ini sama seperti yang sudah kami sampaikan terkait penolakan RUU Cilaka. Salah satunya (alasan menolak) adalah prinsip mudah merekrut dan mudah mem-PHK," kata Ilhamsyah kepada reporter Tirto, Senin (17/2/2020) siang. "Kalau tidak ada kesepakatan, upaya pemerintah atau negara di dalam konteks perlindungan, sedari awal memang semakin diminimalisasi."

Ilhamsyah mengatakan lewat pasal-pasal itu, RUU Cilaka benar-benar bernapaskan "liberalisme" yang "wujud konkretnya dalam hubungan kerja, pengusaha dan buruh dipaksa bertarung dan negara tidak lagi menjadi pelindung kaum buruh."

Mudah memecat pekerja memang salah satu tujuan dari peraturan ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah mengatakan RUU Cilaka mengatur "pekerjaan yang flexible hours serta prinsip easy hiring dan easy firing" alias gampang merekrut dan gampang pula memecat.

==========

Catatan: Judul diubah pada 17 Februari pukul 17. Sebelumnya naskah ini berjudul Watak Cilaka Omnibus Law: Memuluskan PHK Massal

Baca juga artikel terkait RUU CILAKA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino