tirto.id - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi perbedaan pendapat antara Kemenkumham dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menilai pasal larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif (caleg) di Pemilu 2019.
JK mengatakan, dirinya akan mengecek langsung aturan yang akan dimasukan dalam Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Anggota Legislatif tersebut.
"Agak janggal, kita ingin legislatif itu orangnya betul-betul bersih, mempunyai martabat, mempunyai kewenangan baik. Kalau residivis masuk ke situ [parlemen] kan tentu tidak enak juga [...]. Masa sudah jelas ada masalahnya, residivis, diminta lagi jadi anggota DPR. Nanti sulit," ujar JK di Istana Wapres, Jakarta, Selasa (5/6/2018).
Persoalan muncul karena draf aturan itu memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg di Pemilu 2019. Kemenkumham memandang PKPU itu melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu jika masih mengatur larangan eks napi koruptor menjadi caleg.
Wacana pelarangan eks koruptor menjadi caleg digagas KPU setelah beberapa calon kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi saat proses Pilkada 2018 berjalan.
KPU beralasan, larangan mantan napi korupsi menjadi caleg dibuat untuk mendorong terciptanya penyelenggaraan negara yang bersih.
Namun, DPR dan pemerintah menolak KPU menerbitkan aturan larangan mantan napi korupsi menjadi caleg. DPR dan pemerintah menilai langkah KPU berseberangan dengan UU Pemilu.
"Walaupun ada perbedaan-perbedaan pendapat termasuk di DPR, tapi dalam hal pemilu tentu yang punya kewenangan untuk mengatur adalah KPU," ujar JK.
Politikus senior dari Golkar itu pun menganggap, baiknya perbedaan pendapat dalam memandang larangan napi koruptor menjadi caleg diselesaikan melalui jalur hukum. Gugatan bisa dilayangkan atas PKPU melalui Mahkamah Agung (MA).
Baca juga:
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto