tirto.id - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus suap yang melibatkan pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
JK menyerahkan pengungkapan kasus suap yang berkaitan dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI terhadap laporan keuangan Kemendesa PDTT kepada KPK.
"Biar hukum yang berjalan kita tunggu saja prosesnya," kata JK usai menghadiri buka puasa bersama Partai Nasional Demokrat (Nasdem) di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/5/2017).
Menurut JK, Kemendesa PDTT dan BPK RI harus menghormati proses hukum yang sedang ditegakkan oleh KPK. "Hukum yang berjalan, semua orang tidak bisa di atas hukum. Kita tunggu saja," ujar dia.
Di tempat yang sama, Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan semua lembaga, yang memiliki status WTP atau tidak, akan berhadapan dengan penegak hukum jika terlibat kasus korupsi.
“Dengan kasus yang ada ini, kami mengapresiasi langkah-langkah pak Menteri Desa yang terbuka, yang mengoreksi, malah beliau kalau perlu dicabut WTP-nya supaya ini juga menjadi semua pihak untuk hati-hati, buat BPK juga bisa semakin obyektif untuk menerapkan audit keuangan, baik daerah, lembaga, dan kementerian dengan baik,” ujar dia.
Tjahjo mencontohkan kementeriannya selama tiga tahun terakhir mendapatkan status WTP karena bersikap terbuka dalam hal transparansi.
“Kami tekankan saya terbuka. Saya kira kalau semua diapresiasi dengan baik, bahwa proses perencanaannya, penganggarannya, penyerapannya, evaluasinya, apa yang diinginkan oleh BPK dengan sistem akuntansi itu bisa tertib saya kira bisa,” kata dia.
Pada Jum’at (26/5/2017) lalu, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan menetapkan empat tersangka yakni Pejabat Eselon I BPK atau Auditor Utama Negara III, Rochmadi Sapto Giri (RS), Auditor BPK, Ali Sadli (ALS), Irjen Kemendesa PDTT, Sugito (SUG), serta Pejabat Eselon III Kemendesa PDTT, Jarot Budi Prabowo (JBP).
Keempatnya telah ditahan untuk 20 hari masa penahanan pertama. Secara keseluruhan, nilai suap yang diberikan Sugito kepada dua auditor BPK ialah sekitar Rp240 juta. Suap tersebut untuk memuluskan pemberian opini WTP ke laporan keuangan Kemendesa PDTT tahun 2016.
Sugito dan Jarot Budi Prabowo, sebagai terduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) hurub b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli yang diduga sebagai penerima suap, dianggap melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 199 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Addi M Idhom