Menuju konten utama

Vinfast, Mobnas Vietnam Bakal Senasib dengan Proton dan Timor?

Vingroup membuat perusahaan mobil nasional (mobnas) pertama Vietnam bernama Vinfast. Bagaimana kansnya?

Vinfast, Mobnas Vietnam Bakal Senasib dengan Proton dan Timor?
Vinfast Sedan. FOTO/Vinfast

tirto.id - Hasrat membangun mobil nasional (Mobnas) belum berakhir di ASEAN. Setelah kegagalan Indonesia dengan mobnas Timor, disusul Proton Malaysia, kini justru Vietnam mencoba jalan yang sama, dengan pertaruhan besar.

Korporasi real estate Vingroup mempertaruhkan investasi miliaran dolar AS demi mengembangkan perusahaan otomotif nasional pertama di Vietnam bernama Vinfast. Merek dagang Vinfast akan memproduksi sepeda motor elektrik dan mobil untuk dijual di dalam negeri dan diekspor ke mancanegara.

Pada seremoni peletakan batu pertama pabrik perakitan Vinfast yang berlokasi di kawasan industri Dinh-Vu Cat Hai Economic Zone, Haiphong, awal September 2017, Deputy Chairman of Vingroup Nguyen Viet Quang mengatakan, Vinfast akan menjadi manufaktur kendaraan papan atas dunia. Selain berorientasi menggerakkan perekonomian, dengan adanya perusahaan otomotif nasional para insinyur mesin di Vietnam bisa menyerap teknologi kendaraan modern.

Pemerintah Vietnam pun bersukacita lantaran ada firma raksasa yang mau menggelontorkan pundi-pundi buat menyemarakkan industri otomotif di dalam negeri. Vinfast akan jadi kebanggaan pemerintah dan rakyat Vietnam.

“Vinfast akan menjadi permulaan dari merek mobil nasional Vietnam,” ujar Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc seperti dilansir Vietnam Investment Review (VIR).

Dalam laporan media lokal Vietnamnet bertajuk “Vingroup Appoints Foreign CEO for VinFast”, untuk membangun komplek manufaktur dan pengembangan teknologi kendaraan, Vingroup menggelontorkan investasi senilai 3,5 miliar dolar AS. Di tahap awal, komplek manufaktur seluas 335 hektare diperkirakan dapat memproduksi 100-200 ribu kendaraan per tahun. Kapasitas produksi bisa ditingkatkan hingga 500 ribu kendaraan hingga 2025.

Secara bertahap Vinfast mencanangkan peluncuran sepeda motor listrik di akhir 2018. Berlanjut di 2019 ada dua mobil model saloon dan sport utility vehicle (SUV) mesin bakar yang akan dipasarkan. Pada 2020 Vinfast berencana memasarkan mobil listrik.

Sebagai perkenalan, Vinfast akan memperlihatkan model purwarupa dari model saloon dan dan SUV tujuh penumpang, di ajang Paris Motor Show 2018 pada Oktober 2018 mendatang.

Meskipun berstatus sebagai mobil nasional, produk mobil Vinfast masih memiliki ketergantungan tinggi dengan teknologi dari manufaktur asing. Kandungan komponen lokal berada di level 60 persen, dengan catatan komponen utama seperti sasis, mesin, dan transmisi masih mengandalkan platform impor.

Melansir Paultan, sepasang produk mobil Vinfast tersebut menggunakan basis mesin tipe N20 dari BMW. Jantung mekanis kapasitas 2.000 cc itu kuasa menghasilkan tenaga gerak 174-228 dk (tergantung setelan sistem elektronik). Distribusi tenaga menggunakan transmisi otomatis 8-percepatan. Sistem all wheel drive dibenamkan pada model SUV Vinfast.

Untuk urusan desain dipercayakan kepada perusahaan spesialis desainer kendaraan asal Italia, Pininfarina. Perusahaan tersebut punya rekam jejak cukup panjang di industri otomotif global. Mereka memproduksi desain untuk sejumlah produk dari Alfa Romeo, Bentley, Ferrari, Fiat, Rolls Royce, BMW, Volvo, Maserati, Honda, Hyundai, dan lainnya.

Kedua mobil Vinfast memiliki ciri khas headlight model "bermata sipit", serta daylight running light (DRL) LED berbentuk bumerang di bawah kap mesin yang mengapit logo “V”. Keduanya sama-sama memiliki “hidung panjang”. Model saloon yang kabarnya mencomot platform BMW seri 5 diberikan buntut pendek yang memunculkan kesan gembot layaknya Maserati Ghibli. Sedangkan benang merah desain SUV VinFast serupa dengan bentuk Volvo XC40, Subaru Tribeca, dan Citroen C5 Aircross, dibangun di atas basis konstruksi BMW X5.

Campur Tangan Pemerintah Vietnam

Pemerintah Vietnam berupaya memproteksi bisnis mobil nasional mereka yang masih bayi. Salah satunya dengan mempersempit peluang impor kendaraan utuh, termasuk dari Indonesia.

Peraturan baru Decree No. 116/2017/ND-CP tentang Requirements for Manufacturing, Assembly and Import Of Motor Vehicles and Trade in Motor Vehicle Warranty and Maintenance Services yang dikeluarkan pemerintah Vietnam membuat pasokan impor mobil utuh tersendat termasuk dari Indonesia. Peraturan tersebut mengatur pemberlakuan uji tipe untuk semua jenis kendaraan yang akan dipasarkan di Vietnam. Ini semacam hambatan non-tarif impor produk otomotif.

Peraturan tersebut disinyalir sebagai langkah negara yang pernah dijajah Perancis itu untuk menggenjot produksi mobil di dalam negeri. Pemerintah Vietnam membuat standar emisi dan keselamatan kendaraan baru yang lebih ketat. Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah diterapkan selama ini belum cukup sesuai dengan kriteria yang diinginkan Vietnam, di sini lah proteksi itu terjadi.

"Ketentuan yang dikeluarkan Indonesia yang sebenarnya juga sangat mendukung dan lengkap, masih dianggap belum dapat memenuhi standar kelengkapan persyaratan di Vietnam. Padahal sertifikasi yang dilakukan otoritas di Vietnam dan Indonesia menggunakan proses dan peralatan uji yang sama," sebut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan.

Sebelum regulasi tersebut diterbitkan, Vietnam merupakan negara yang doyan mengimpor kendaraan bermotor. Mencuplik Xinhuanews, sepanjang Januari-Desember 2017 nilai impor kendaraan utuh (mobil penumpang dan truk) menuju Vietnam mencapai 2,1 miliar dolar AS.

Indonesia tercatat sebagai eksportir mobil penumpang terbesar ketiga ke Vietnam, setelah Thailand dan Cina. Pada periode Januari-November 2017 Indonesia mengantongi nilai ekspor 241,2 juta dolar AS. Mobil rakitan Indonesia menguasai 13 persen pangsa pasar mobil penumpang di Vietnam.

Infografik perusahaan otomotif vietnam

Kegagalan Proton dan Timor

Nasib mobil nasional awalnya memang bergantung dari pemerintah dalam memberikan dukungan berupa insentif atau regulasi yang menguntungkan produsen dalam negeri. Hal itu setidaknya sudah dilakukan Pemerintah Malaysia untuk menggaungkan eksistensi mobil nasional Proton.

Mencuplik penelitian yang dilakukan Jean Terpstra Tong, Ngat-Chin Lim, dan Robert H. Terpstra berjudul “Proton: It’s Rise, Fall, and Future Prospect” terbitan Asian Case Research Journal pada 2012, Proton mendapatkan perlakuan layaknya anak emas di negeri sendiri. Perdana Menteri Mahathir Mohamad turun langsung dalam pengembangan bisnis Proton sejak 1983 sampai masa jabatannya berakhir di 2003. Pada 1995, Proton mengakuisisi perusahaan otomotif spesialis mobil sport asal Inggris, Lotus.

Produksi mobil nasional di Malaysia juga didukung geliat industri komponen otomotif. Setidaknya ada 350 perusahaan yang membuat komponen mobil secara lokal. Hal itu membuat ongkos produksi mobil nasional lebih murah karena tingkat komponen dalam negeri (TKDN) relatif tinggi, berkisar 60-90 persen. Demi mendorong populasi mobil nasional, Pemerintah Malaysia memberikan keringanan bunga kredit. Pada 2010, bunga kredit mobil nasional hanya sekitar 2-3 persen, lebih kecil dari suku bunga nasional di Malaysia.

Masih dikutip dari penelitian yang sama, mobil lokal Malaysia, Proton dan Perodua menjadi primadona sejak 2005. Sebab, mobil-mobil impor (CBU) dikenai pajak sekitar 60-300 persen dari harga dasar, tergantung kapasitas mesin. Ketika harga mobil impor sangat mahal, Proton dan Perodua mampu menjual mobil dengan harga jauh lebih murah.

Kondisi berubah ketika Malaysia masuk ASEAN Free Trade Agreement (AFTA). Pajak impor terpangkas menjadi nol persen untuk impor CBU dari negara ASEAN dan 30 persen dari negara non-ASEAN yang menjadi anggota World Trade Organization (WTO). Sedangkan untuk impor komponen CKD dikenakan pajak 15 persen. Regulasi tersebut membuat Proton sempoyongan. Sebaliknya, Perodua yang sejak awal berafiliasi dengan Daihatsu tetap menjadi pabrikan dengan penjualan terbanyak.

Meskipun tidak sedigdaya satu dekade lalu, Proton tetap mendapatkan perhatian dari konsumen di Malaysia. Pada 2017, berdasarkan data yang dilansir Paultan, Proton masih menjadi pabrikan dengan penjualan terbanyak ketiga di bawah Perodua dan Honda dengan volume 70.991 unit. Setahun sebelumnya, Proton berhasil menjual 72.290 unit mobil.

Namun, kepemilikan saham Proton, kini bukan lagi murni korporasi Malaysia, setelah sebanyak 49,9 persen saham Proton dijual ke ke Zhejiang Geely Holdings dari perusahaan lokal Malaysia DRB-Hicom Berhad—perusahaan konglomerasi Malaysia—yang sebelumnya menguasai 100 persen saham Proton. Pada 2012, DRB-Hicom mengawali akuisisi 42,74 persen saham Proton dari holding BUMN Malaysia, Khazanah Nasional Berhad milik pemerintah.

Berakhirnya campur tangan pemerintah pada Mobnas Proton, mengingatkan kembali pada kasus Mobnas Timor di Indonesia. Kebijakan Orde Baru yang menguntungkan salah satu negara yaitu Korea Selatan dalam mendukung mobnas Timor mendapat perlawanan pesaing dari pabrikan mobil Jepang. Pada 22 April 1998, Dispute Settlement Body WTO memutuskan bahwa program mobnas Indonesia melanggar asas perdagangan bebas. Keputusan itu hanya berselang sebulan sebelum Soeharto lengser pada 21 Mei 1998.

Apakah mobnas Vietnam akan bernasib serupa?

Baca juga artikel terkait MOBIL atau tulisan lainnya dari Yudistira Perdana Imandiar

tirto.id - Otomotif
Penulis: Yudistira Perdana Imandiar
Editor: Suhendra