tirto.id - Menguliti perjalanan mobil Proton Malaysia sulit rasanya tak mengaitkannya dengan sang pendiri, Mahathir Mohamad. Mahathir merupakan orang yang paling reaksioner dari segala persoalan yang sedang menghadang Proton. Saat Proton dijual ke Zhejiang Geely Holdings—perusahaan mobil Cina—Mahathir bisa menangis seperti bapak kehilangan anak.
“My child is lost.”
Potongan kata-kata terakhir Mahathir yang diunggah dalam blog chedet.cc yang juga dimuat Straits Times akhir Mei tahun lalu cukup menggambarkan kedekatan mantan PM Malaysia ini dengan Proton. Rasa campur aduk Mahathir kala itu barangkali: sedih, kesal, sinis, geram, kecewa dan sebagainya ia tumpahkan.
Proton Holdings Berhad (Proton) memang kini bukan lagi 100 persen milik perusahaan Malaysia. Sebanyak 49,9 persen sahamnya sudah dibeli pabrikan mobil Cina dari pemilik lama perusahaan lokal Malaysia DRB-Hicom Berhad—perusahaan konglomerasi Malaysia—yang sebelumnya menguasai 100 persen saham Proton. Pada 2012, DRB-Hicom mengawali akuisisi 42,74 persen saham Proton dari holding BUMN Malaysia, Khazanah Nasional Berhad milik pemerintah.
“Proton telah dijual, telah dijual ke asing. Ya, saya sedih. Saya bisa nangis. Namun, kesepakatan sudah diteken. Proton bukan lagi milik nasional. Sekarang bukan lagi mobil nasional. Kami orang Malaysia merasa senang untuk bisa lepas dari mobil sial ini,” sindir Mahathir.
Meski hampir setengah saham Proton sudah dikuasai perusahaan Cina, akan tetapi DRB-Hicom Group memastikan posisi Proton sebagai mobil nasional. Managing Director, Dato’ Sri Syed Faisal Albar menegaskan “status Proton sebagai mobil nasional tetap aman, dengan DRB-Hicom masih memegang mayoritas saham.”
Semenjak kesepakatan akuisisi 23 Juni 2017 lalu, DRB-Hicom dan Geely membentuk Proton Group, yang komposisi sahamnya 50,1 persen dipegang oleh DRB-Hicom, dan sisanya 49,9 persen dipegang oleh Geely.
Grup ini terbagi menjadi beberapa entitas utama yaitu Proton Holdings Berhad (PHB), lalu ada Perusahaan Otomobil Nasional Sdn Bhd (PONSB) yang 100 persen sahamnya di bawah kendali PHB. PONSB inilah yang jadi nyawa bagi Proton, ia bergerak di bidang produksi, perakitan, dan pemasaran. Grup juga membawahi Proton Edar Sdn Bhd, yang seluruh sahamnya dipegang PHB.
Proton di bawah Geely dan DRB-Hicom Berhad langsung tancap gas. Mereka menyiapkan program revitalisasi terhadap merek Proton, target yang mereka bidik cukup muluk, ingin menjadikan Proton sebagai merek mobil paling laris di Malaysia dan tiga besar di ASEAN. Beberapa strategi ditempuh antara lain menghadirkan lineup baru di pasar Malaysia.
Cita Rasa Cina di SUV Perdana Proton
Semenjak kelahirannya pada 1983, Proton identik dengan kendaraan sedan, city car, dan MPV saja. Namun, setelah kehadiran Geely, mereka mencoba terobosan baru dengan mengisi celah pasar SUV. Geely sejak awal berencana memboyong SUV medium ke Malaysia yang belakangan santer diperbincangkan oleh media di sana adalah SUV yang berbasis Geely Boyue.
Ini tak mengherankan, strategi Proton menggandeng merek lain di luar basis produksinya juga pernah diterapkan pada MPV terbaru mereka yaitu Proton Ertiga yang mengambil basis Suzuki Ertiga pada November 2016. Mobil ini buah karya kolaborasi antara Proton dengan Suzuki Motor Corporation. Ertiga sebagai low MPV sudah lama hadir di pasar Indonesia.
Geely Boyue sudah jauh-jauh hari diperkenalkan ke publik Kuala Lumpur pada Juni 2017 lalu yang dihadiri oleh PM Najib dan Chairman Zhejiang Geely Holdings Group, Li Shufu. Saat menapaki awal 2018, Geely Boyue kembali menjadi perbincangan. Sebuah unit mobil yang diduga Geely Boyue tertangkap kamera, sedang melesat di kawasan Putrajaya dan jalan tol di Semenanjung Malaysia awal Januari lalu, dengan logo yang masih ditempel stiker.
Sempat juga beredar foto-foto, versi stir kanan SUV Geely Boyue di media sosial. Di negara asalnya Cina, Geely Boyue memang masih mengusung stir kiri. Namun, media otomotif Paultan menegaskan bahwa foto-foto itu palsu, karena setelah diteliti foto itu adalah pembalikan gambar yang nampak dari simbol transmisi yang terbalik.
Pihak DRB-Hicom melalui Managing Director, Dato’ Sri Syed Faisal Albar memang tak menegaskan detil soal SUV Proton ini, ia hanya menegaskan seperti dilaporkan Paultan pada September lalu "setiap produk kami yang kami bawa dari Geely dan dari luar Malaysia butuh waktu, karena kebanyakan stir kiri, jadi untuk mengubahnya ke stir kanan butuh waktu."
Selain itu, butuh penyesuaian produk untuk kebutuhan pasar di Malaysia, mobil ini juga dikabarkan harus melewati tes tabrak dari lembaga penilaian keselamatan kendaraan di ASEANatauNew Car Assessment Program (NCAP) dan Scientific and Industrial Research Institute of Malaysia (SIRIM) yang bisa makan waktu setahun. Publik Malaysia memang sedang menanti debut awal SUV perdana dari Proton ini.
Bagi Proton kehadiran model baru berbasis SUV memang jadi harapan di tengah makin terpuruknya penjualan mereka. Pada 2017, Proton hanya laku 70.991 unit, padahal tahun sebelumnya sempat laku 72.291 unit atau setara 14 persen pangsa pasar di Malaysia. Pada tahun 1993, Proton sempat menguasai 74 persen pasar mobil di Malaysia saat masa jayanya.
Proton juga tak hanya mengincar pendanaan dari Cina lewat Geely, tapi jaringan bisnis Geely yang sudah luas, pada 2010 Geely sukses mengakuisisi Volvo. Jaringan global, transfer teknologi, pengawasan kualitas, yang harapannya bisa jadi nilai lebih bagi Proton
“Sekarang Proton bisa mengakses sinergi global, dukungan keahlian dan keuangan yang dibutuhkan dari jaringan Geely. Saya percaya hari-hari Proton akan baik ke depannya,” kata Li Chunrong, CEO Perusahaan Otomobil Nasional Sdn Bhd (PONSB).
Sedangkan bagi Cina, dengan rencana mengaspalnya Geely Boyue di Malaysia menjadi sinyal kuat bahwa Cina sangat serius membidik pasar ASEAN. Di Indonesia, setelah kegagalan era Geely dan Chery, kini mobil Cina hadir dengan wajah Wuling dan Sokon, keduanya sudah memiliki pabrik di Indonesia.
Chairman Zhejiang Geely Li Shufu secara terang-terangan mengakui bahwa aksi korporasi Geely di Malaysia bagian dari mendukung program One Belt, One Roadmerupakan Jalur Sutra abad 21 sebagai visi globalisasi Presiden Xi Jinping untuk memperluas pasar Cina.
Pasar mobil Malaysia berdasarkan catatan Malaysian Automotive Association (MAA) sekitar 500-600 ribu unit per tahun. Jumlah ini akan menjadi berarti bila Geely bisa memperlebar pasarnya ke negara lain seperti Indonesia yang punya ceruk pasar sekitar 1 juta unit per tahun.
“Ini salah satu contoh perusahaan yang menjalankan One Belt, One Road, khususnya di bidang pembangunan kendaraan dan infrastruktur,” kata Li dikutip dariThe Star.
Apapun potensi yang bisa diraih Proton dengan koloborasi dengan Cina, tetap saja akan dipandang sebagai titik ironis bagi orang-orang seperti Mahathir. Sebelum dibeli Cina, Proton cukup agresif mendekati Indonesia pada 2015 lalu, dengan menggandeng perusahaan lokal di bawah AM Hendropriyono dengan harapan bisa menjual mobil Proton rasa “mobil nasional” ala Indonesia.
Namun, sebelum melancarkan jurus itu, Proton sudah lebih dulu termakan strategi Cina. Mobil Proton “rasa” Cina itu hanya menunggu waktu saja, dan ini bisa membuat Mahathir benar-benar bisa menangis.